Ibnu Hajar Pemuda Asli Mendo, Sesalkan Adanya PT SAML di Desanya: Mengganggu Mata Pencaharian Warga Sekitar!

Swakarya.Com. Ibnu Hajar, pemuda asli Desa Mendo angkat bicara dengan keresahan yang terjadi di desa tercintanya terkait aktifitas PT SAML.

Ia mengatakan, Desa Mendo merupakan desa yang aman, tentram, dan damai. Namun, akhir-akhir ini katanya, dengan adanya aktifitas PT SMAL di desanya, membuat warga sekitar resah.

Keresahan itu timbul disebabkan karena terbitnya suatu izin usaha terhadap PT. SAML yang diterbitkan pada tanggal 17 September 2018 oleh Bupati Bangka, pada saat itu Ir. Tarmizi Saat, M.M.

Menurutnya, PT. SAML merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan sawit, padahal mayoritas warga di Desa Mendo bermatapencaharian sebagai petani/ pekebun.

Lalu, dimana letak konfliknya? Konflik ini terjadi karena dengan terbitnya izin tersebut kata Ibnu, otomatis operasi usaha akan menggunakan lahan di Desa Mendo yang tentu saja beberapa tanahnya dimiliki oleh masyarakat tersebut terganggu.

“Perlu kita pahami bersama jika operasi perusahaan apapun yang ada di desa ini tentu harus memiliki benefit bagi masyarakat di sekitarnya, tetapi yang disayangkan tidak ada sama sekali melibatkan masyarakat dari proses awal pembahasan sebelum penerbitan, hingga pada saat izin usaha diterbitkan,” kata Ibnu juga lulusan dari STIE Pertiba Pangkalpinang.

Dengan adanya problematika yang terjadi saat ini, para pemuda bergerak untuk mengadvokasi kejanggalan yang terjadi, salah satu pemuda yang menjadi pionir yakni dirinya sendiri.

Lebih lanjut, Ibnu merasa miris dengan adanya hal tersebut, hingga pada puncaknya Ibnu dan kawan-kawan melakukan aksi di depan Kantor Bupati Bangka pada tanggal 4 November 2019 lalu yang disambut langsung oleh Wakil Bupati Bangka.

Namun, kembali disayangkan, kabar terakhir yang diketahui diduga ada pertemuan ‘diam-diam’ antara Pemkab Bangka dengan pihak PT. SAML yang tidak melibatkan perwakilan demonstran yang hadir beberapa waktu lalu, pertemuan dilaksanakan di Kantor Bupati pada tanggal 6 November 2019 lalu, tentunya dengan tidak dilibatkannya perwakilan demonstran menjadi suatu kekeliruan yang fatal.

“Ironisnya, Pemerintah Desa yang kami harapkan sebagai mediator agar dapat menyelesaikan problematika yang terjadi malah terkesan ‘memisahkan diri’ dari masyarakat,” katanya.

“Kalo memang menginginkan masalah ini selesai dengan tuntas, maka seluruh pihak harus duduk bersama tanpa terkecuali, kami tidak ingin Desa Mendo yang terkenal aman dan tentram terusik dengan adanya konflik izin usaha yang mengganggu mata pencaharian warga asli sini terutama yang bekerja sebagai buruh tani dan perkebunan,” ungkap Ibnu.

“Kami menuntut Bupati sebagai Kepala Daerah untuk dapat menjadi penengah dan menyelesaikan konflik yang meresahkan dan berdampak buruk bagi masyarakat Desa Mendo, tentu saja dengan melibatkan kami para pemuda yang peduli akan kemajuan Desa Mendo,” tutupnya.

Penulis : Tahir

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait