Pangkalan Baru, Swakarya.Com. Reforma Agraria merupakan salah satu program unggulan Presiden RI, Joko Widodo yang dilakukan dengan strategi membangun Indonesia dari pinggiran yang dimulai dari daerah dan desa. Hal ini sebagai upaya untuk menata kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria untuk kepentingan rakyat kecil, sehingga menciptakan kemakmuran kesejahteraan masyarakat.
Di Bangka Belitung, masalah pertanahan sangat krusial, karena banyak tanah-tanah yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) ini sudah dimiliki oleh sebagian oknum-oknum yang secara hukum dapat dipertanggungjawabkan atas kepemilikannya.
Kecemburuan sosial pun tercipta di masyarakat. Pasalnya, tanah ratusan hektar yang dimiliki oleh beberapa oknum tidak dimanfaatkan dengan baik. Padahal, apabila dimanfaatkan dengan baik maka akan memberikan dampak kesejahteraan kepada masyarakat.
“Padahal kalau kita memanfaatkan itu, bisa digunakan untuk pembudidayaan perikanan, pertanian dan lain-lain, sehingga dapat menambah kesejahteraan masyarakat di Bangka Belitung,” ujar Naziarto.
Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Daerah Babel, Naziarto, dalam pembukaan Rapat Koordinasi Gugus Tugas Reforma Agraria Provinsi kepulauan Bangka Belitung, di Hotel Novotel, Senin (29/03/2021).
Berdasarkan kondisi tersebut, disampaikan oleh Naziarto bahwa, Kanwil Pertanahan Babel sedang mengupayakan mencari jalan keluar, agar tanah-tanah yang tidak dimanfaatkan secara maksimal dapat digunakan dan tidak terjadi pembiaran melalui reforma agraria.
Tidak hanya itu, penataan aset di Pemprov. Babel sebagai aset pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, juga masih terjadi tumpang tindih. Hal ini disebabkan Pemprov. Babel sebagai daerah pemekaran dari Provinsi Sumatera Selatan berasal dari satu kabupaten yaitu Bangka. Namun seiring berjalannya waktu, telah terjadi pemekaran kabupaten-kabupaten lainnya, sehingga pencatatan aset harus diperbaharui.
“Secara formal yuridisnya, pencatatan berada di kabupaten (Bangka), tetapi dengan diberikannya kepada kabupaten yang lain, apakah Bangka Barat, Bangka Tengah atau kabupaten Bangka Selatan, otomatis pencatatan asetnya harus diperbaharui,” terangnya.
Saat ini, dari 140 aset tanah provinsi yang berada di kabupaten/kota, baru 37 yang terdata dan terlengkapi secara administrasi. Permasalahan klasik yang terjadi adalah masih adanya ketidakrelaan untuk melepaskan aset yang bisa dimanfaatkan oleh kabupaten lainnya.
Naziarto mengharapkan, agar tanah negara tidak menjadi sengketa, segera clean and clear yang dilengkapi secara administrasi agar segera diproses oleh BPN. Pasalnya, aset yang berupa tanah ini juga merupakan salah satu aspek penilaian laporan keuangan pemerintah daerah yang berdampak kepada opini WTP.
“Berbagai permasalahan tersebut harus diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat dan koordinasi yang mantap. Karena aset ini merupakan salah satu penilaian terhadap laporan kebijakan keuangan pemerintah daerah. Sering laporan tidak WTP dikarenakan aset ini tidak terdata dengan jelas yang kerap terjadi tidak hanya di jajaran pemprov, pemkab, pemkot, namun juga di kementerian,” pungkasnya.***