Kades Mendo: Massa Aksi bukanlah warga Desa Mendo melainkan orang orang luar yang entah memiliki kepentingan lain.
Bangka, Swakarya.Com. Sekitar 700 hektar lahan kebun masyarakat Desa Mendo terancam hilang lantaran kebijakan Pemerintah Kabupaten Bangka menyerahkan lahan kepada perusahaan sawit berlabel PT. sinar Argo Makmur Lestari pada 17 Agustus 2018 silam yang diduga tanpa ada sosialisasi kepada masyarakat.
Masyarakat yang selama ini menopang hidup dari hasil kebun pun mencari keadilan lantaran kebijakan dinilai tidak pro rakyat. Demo pun terjadi pada Jum’at pagi (27/9) di Halaman Kantor Desa Mendo.
Aksi demo terjadi karena warga merasa tidak puas dengan pelayanan pemerintah desa yang dinilai tidak memihak kepada masyarakat yang menolak kehadiran perusahaan.
Koordinator Lapangan, Jamius kepada sejumlah wartawan disela-sela aksi meminta Bupati Bangka mencabut izin PT Sinar Argo Makmur Lestari, mencopot Kades dari jabatannya dan menolak PT. SAML dari Desa Mendo.
“Tuntutan kami hanya itu. Kami menolak ada perusahaan sawit masuk ke desa. Meminta Bupati mencabut izin perusahaan dan mencopot Kades dari jabatannya karena sudah membuat warga gerah,” ujar Jamius yang diiyakan seluruh warga yang datang.
Menurutnya, perizinan PT. SAML tersebut dikeluarkan Bupati Bangka era Tarmizi Saat pada 17 Agustus 2018 tanpa ada sosialisasi kepada warga.
Warga yang baru mengetahui perizinan tersebut jelas jelas menolak kebijakan yang tidak pro rakyat dan mendesak pemerintah mengembalikan lahan kebun kepada masyarakat.
“Tidak ada melibatkan sebagian besar masyarakat dalam sosialisasi. Sosialisasi pun melibatkan orang yang sudah tua. Dan tidak semua hanya beberapa saja. Setahu kami ada 2x sosialisasi 1x di kantor Desa dan 1x di rumah warga. Tapi kami tidak dilibatkan,” jelasnya.
Mirisnya, masyarakat pun menuding Kepala Desa tidak memihak kepada warga lantaran pengajuan surat penguasaan lahan tidak diberikan kepada warga.
“Kades pernah berbicara di Mesjid bahwa dia tidak akan menerbitkan 1 lembar surat pun kepada warga. Selain itu selama ini tidak ada transparansi keuangan desa kepada masyarakat. Jadi kami meminta Kades untuk dicopot dari jabatannya,” tegasnya.
Keberadaan PT. SAML pun mengancam masyarakat kehilangan mata pencaharian. Jamius mengatakan apabila disuruh memilih berkebun dan ganti rugi otomatis masyarakat pribumi tetap menginginkan untuk berkebun.
Langkah dan upaya masyarakat sudah berkali kali ditempuh seperti meminta mediasi kepada perusahaan dan pemerintah berwenang agar tidak meneruskan perizinan tesebut. Namun upaya upaya tersebut tidak diindahkan pihak Pemerintah Desa yang menilai aspirasi masyarakat tidak terlalu penting.
“Kami sudah meminta untuk dimediasi. Saya pribadi sudah meminta kepada BPD. Tapi jawabannya Kades mengatakan tidak perlu ada mediasi. Berarti tidak ada yang memperjuangkan aspirasi kami,” ujarnya.
Puncak kegerahan warga terjadi ketika PT. SAML mulai menggarap lahan dan membuat jalan di tengah tengah kebun warga menggunakan alat berat walaupun belum ada kesepakatan dari masyarakat.
Akan hal itu Jamius mengatakan pihaknya tetap akan menempuh upaya apapun agar pemerintah mengabulkan tuntutan mereka hingga sesuai diharapkan masyarakat.
Lucunya, Kades Mendo, Masri saat dikonfirmasi sejumlah wartawan usai demo mengatakan bahwa aksi demo tersebut bukanlah Warga Desa Mendo melainkan orang orang luar yang entah memiliki kepentingan lain.
Bahkan Kades mengatakan kalau pendemo yang datang Jumat pagi itu merupakan warga yang telah menjual lahannya masing-masing kepada makelar tanah tanpa sepengetahuan Pihak Pemdes.
“Itu bukan warga kami. Itu warga dari luar semua. Mereka la yang jual lahan lahan kebun kepada makelar. Kami juga tidak tau siapa makelar itu dan bisa jadi dari pihak perusahaan atau dari mana,” jawab Kades.
Ia berdalih bahwa hingga saat ini pihak desa pun tidak pernah dilibatkan Pemerintah Kabupaten Bangka dalam memberikan izin kepada PT. SAML. Dan pihak Perusahaan pun tidak pernah berkoordinasi dengan desa.
Namun ia membenarkan perusahaan sudah melibatkan sebagaian tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam beberapa kali pertemuan dan sosialisasi.
“Sudah ada sosialisasi untuk membicarakan jual beli dan ganti rugi isi dari kebun. Sudah kami libatkan. Semua warga Mendo menerima perusahaan. Mereka pikir dari pada kami dak dapat apalah. Mending terima saja,” jawab Kades.
Mengenai desakan warga untuk mencopot dirinya sebagai Kades di akhir masa kepemimpinannya selama 2 periode. Masri menjawab santai dan menyatakan desakan itu tidak sah lantaran hanya 50-an suara yang meminta.
“Mereka hanya 50-an orang. Tidak cukup untuk menurukan dirinya dari jabatan Kades,” tukasnya.
Ia mengatakan setelah diberitahukan kepada warga pihaknya sudah menghimbau agar warga yang ingin menjual lahannya silahkan mengurus prosedur ke kantor desa dengan membawa identitas diri. Namun hingga saat ini tidak ada warga yang berminat hingga terjadilah aktifitas dari perusahaan membangun jalan di lokasi.
“Sudah kami himbaukan tapi tidak ada warga yang mau menjual. Kalo sampe hari ini aktifitas perusahaan masih terjadi,” jelasnya.
Mengenai terancamnya mata pencaharian warga, Kades mengatakan tidak semua lahan diserahkan kepada perusahaan. Dikatakan dia, Desa Mendo memiliki 3.000 hektar lahan dan hanya 700 hektar diberikan izin oleh pemerintah.
Selain itu, pihak desa pun sudah menghimbau bahwa lahan warga yang terkena dalam hamparan 700 hektar untuk tidak digusur sebelum ada ganti rugi tanam tumbuh.
“Tidak semua lahan dimiliki perusahaan. Hanya 700 hektar. Disini ada 3.000 hektar. Kami sudah himbau kepada perusahaan untuk tidak mengerjakan lahan kebun warga yang belum ada ganti rugi,” katanya.
Kapolsek Mendo Barat, AKP. Achwan kepada masyarakat mengatakan kalau wewenang pencabutan izin kepada perusahaan bukanlah wewenang Pemerintah Desa melainkan wewenang Bupati sehingga warga pun diminta menyalurkan aspirasinya ke Pemerintah Kabupaten.
Namun ia pun mengaspirasi aksi warga hari itu tidak melakukan aksi anarki walaupun tidak meminta izin dari pihak kepolisian sebelumnya. (Lio)