Oleh: Saidil Maulana/Sekretaris DPC HNSI Bangka
HNSI berpandangan untuk mencapai tujuan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat hanya melalui cara UUD 1945 serta berlandaskan Pancasila.
Oleh karenanya, kemajuan pembangunan di sektor perikanan harus terus diperjuangkan melalui berbagai upaya dan cara baik melalui hukum, politik, ekonomi, sosial, dan budaya serta keamanan untuk tujuan tercapainya stabilitas nasional.
Kesetaraan perlakuan dan peluang perbaikan bagi kehidupan nelayan menjadi komitmen bagi organisasi HNSI untuk tetap kritis dan mendorong solusi kemakmuran bagi nelayan dengan moto ‘nelayan sejahtera, negara kuat’.
Perihal dasar untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi para nelayan adalah terpenuhinya pengakuan kedaulatan bagi nelayan untuk terlegitimasi sebagai modal dasar untuk mendapatkan pengakuan profesi sebagai nelayan setara dengan profesi lainnya di NKRI.
Kesenjangan bagi profesi nelayan nampak begitu terasa dan terlihat pada implementasi dan aplikasinya saat para nelayan memerlukan bantuan permodalan dan akses perbankan untuk menopang usaha pra-produksi perikanan.
Sedangkan negara memberikan pengakuan bahwasannya nelayan perikanan tangkap adalah produsen bagi ketersediaan ikan bagi masyarakat dan menjadi salah satu sektor usaha yang unggul menopang perekonomian bangsa saat situasi pandemi mewabah.
UU Perikanan Nomor 45 Tahun 2009 pada Pasal 1 menyebutkan:
(1) Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari pra-produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
(9) Kapal Perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan.
(10) Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.
(11) Nelayan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT).
Ditetapkannya UU Perikanan No. 45 Tahun 2009 tidak serta merta menjangkau aplikasi atau terapan profesi nelayan menjadi jurus ampuh mengangkat kesetaraan kedaulatan bagi kehidupan masyarakat bahari untuk sampai pada kesetaraan pengakuan profesi para nelayan sebagai modal untuk mendapatkan akses serta kemudahan permodalan di berbagai lembaga keuangan perbankan.
Sehingga jastifikasi diskriminasi profesi suram bagi para nelayan terus saja disematkan dan berbanding terbalik dengan nasib para petani yang memiliki hak kedaulatan atas tanah sebagai modal untuk mengakses lembaga permodalan dan keuangan.
Langkah pemerintah RI mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) membawa keberkahan bagi para pelaku usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Hal itu dikarenakan memberikan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan kepada UMKM.
Namun sangat disayangkan bilamana UU Omnibus Law pada aplikasinya tidak terintegrasi pada peningkatan kedaulatan nelayan kecil sebagaimana maksud dari pada UU perikanan Nomor 45 Tahun 2009 Pasal (1) poin (11).
Momentum hari raya idul Fitri 1442 H yang jatuh pada hari Kamis tanggal 13 Mei 2021 bertepatan dengan bulan lahirnya Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).
Sebagai Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang HNSI BANGKA, HNSI mendorong pemerintah dalam hal ini pemerintah RI (Presiden), pemerintah Provinsi (Gubernur) dan Pemerintah Daerah (Bupati) untuk bersama-sama mewujudkan RESOLUSI KEDAULATAN bagi Profesi Nelayan melalui beberapa hal, diantaranya:
1. Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) tentang penjelasan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah diterapkan pada ketetapan UU Perikanan Nomor 45 Pasal (1) angka (11), yaitu Nelayan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT).
2. Kepemilikan kapal bagi para nelayan adalah kedaulatan usaha untuk dijadikan modal dasar untuk mengakses lembaga permodalan dan keuangan lainnya untuk peningkatan kesejahteraan bagi para nelayan baik pra-produksi maupun produksi hingga pemasaran serta kemitraan lainnya.
3. Nelayan kecil sebagaimana yang dimaksud oleh Undang-Undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009 mendapatkan pengakuan sebagai pelaku usaha mikro sebagaimana ketetapan Undang-Undang UMKM Nomor 20 Tahun 2008 sebagaimana perubahannya pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law).