Melukai Tuhan dan Manusia?

*500 Tahun Kematian Leonardo da Vinci

Oleh: Denny JA

Saya cukup tercengang membaca laporan Majalah Time dua tahun lalu (November 2017): What Makes a Genius? The World Greatest Minds have One Thing in Commons.

Laporan itu menyatakan, melampaui jenius lain (termasuk Newton dan Einstein), jenius yang paling kreatif dalam sejarah adalah Leonardo da Vinci.

Leonardo memadukan sekaligus sisi jenius seorang seniman dan seorang ilmuwan. Karena itu ia memiliki kelebihan mampu memvisualisasikan konsep teoritisnya.

Tentu saya meyakini Leonardo seorang jenius yang kreatif. Sejak mahasiswa, saya mengoleksi kopi lukisan masterpiece Monalisa, dengan senyum yang terkenal itu.

Di samping sebagai pelukis, secara umum saya membaca ia juga membuat banyak sketsa imajinasinya soal banyak hal: anatomi manusia hingga optik dan alat perang. Tapi benarkah Leonardo melampaui Newton dan Einstein?

Latar belakang itu yang membuat saya begitu semangat menuju Milan, Itali. Di kota itu sedang dirayakan 500 tahun kematian Leonardo da Vinci. Perayaannya cukup panjang, sejak 1 Mei 2019- 31 Januari 2020. Aneka eksibisi dibuat, termasuk memvisualkan secara digital aneka sketsanya.

Hari kedua di Milan, sejak awal sudah saya niatkan datang melihat aneka sketsa Leonardo yang divisualkan secara fisik, dan lebih banyak lagi secara virtual tiga dimensi.

Wow! Luar biasa! Berkali- kali saya ucapkan decak kekaguman itu. Begitu dalam dan detail riset yang dilakukan Leonardo, melampaui zamannya. Betapa luas pula perhatiannya, mulai dari soal optik, musik, robot, alat perang, teknik yang membantu manusia untuk terbang, untuk menyelam, teknik konstruksi sipil hingga ekspresi wajah.

Hampir setiap hari Leonardo membuat sketsa hasil riset soal banyak hal. Karena ia juga ahli menggambar, sketsa yang ia buat cukup mudah dimengerti. Ia memberikan catatan di sekitar sketsa itu. Total sketsa yang ia buat sekitar 6000 halaman. Satu halaman kadang hadir hingga 6 sketsa.

Sketsa Leonardo soal anatomi tubuh manusia, khususnya soal otak, dianggap ikut memberi sumbangan besar bagi tumbuhnya ilmu baru neuro science. Ia rajin membedah dan mempelajari jazad orang yang wafat. Ia menemukan bagian otak yang tak dikenal di zamannya. Bagian itu kini disebut dengan frontal sinus dan meningeal vessels.

Di tahan 1495, 600 tahun lalu, Leonardo sudah pula mengimajinasikan hadirnya robot. Ia cukup detail membuat mekanisme dalam sketsa sehingga robot itu bisa bergerak otomatis. Dunia robot dalam alam nyata baru hadir 400 tahun kemudian setelah wafatnya Leonardo.

Lihat juga observasi Leonardo soal cahaya. Ia membedakan empat cahaya yang tertangkap indera mata manusia. Pertama, cahaya yang lebih kompleks yang datang dari atmosfir. Kedua, cahaya yang langsung dari sinar matahari. Ketiga, cahaya karena pantulan benda sekitar yang berasal dari dua cahaya sebelumnya. Keempat, terutama untuk manusia, muncul pula cahaya dari suasana hati.

Lukisan Leonardo sangat cermat menghitung aneka cahaya itu. Tak heran, ketika melukis serius, Leonardo membutuhkan waktu jauh lebih lama dibandingkan dengan pelukis besar di zamannya. Berkali- kali, ia hitung dengan cermat efek empat cahaya itu.

Di Museum Leonardo, ada ruang khusus yang menganalisa lukisan legendaris: The Last Supper. Ini lukisan yang dianggap karya paling cermat yang dibuat seorang jenius.

Itulah malam ketika Yesus (Nabi Isa) makan malam (supper) terakhir dengan 12 murid. Yesus menyatakan satu dari murid akan menghianatinya.

Dalam lukisan itu, Yesus berdiri di tengah dengan tangan terbuka. Sebanyak 12 murid mendengar pernyataan Yesus dan memberikan reaksi yang berbeda. Mulai dari bahasa tubuh hingga ekspresi wajah menggambarkan watak masing-masing murid.

Analisa itu menyatakan, Leonardo mempelajari khusus watak masing masing murid itu. Ia terjemahkan watak masing masing dalam bahasa tubuh dan ekspresi wajah yang berbeda, sesuai dengan watak masing masing.

Kompleksitas yang sama nampak dalam lukisan masterpiece Leonardo lainnya: Monalisa. Mengapa senyum Monalisa dianggap sangat berbeda dengan umumnya lukisan biasa?

Leonardo secara khusus membuat dahulu puluhan sketsa tentang senyum manusia. Ia pelajari lekuk ke atas senyum itu berdasarkan suasana hati, dan anatomi otot mulut. Mereka yang sangat detail dengan ekspresi wajah, mencoba menganalisis arti senyum itu.

Tiga universitas melakukan studi khusus dengan dua metode yang berbeda. Luca Marcili memimpin tim dari UC Colege of Medicine mempejari senyum itu dari pendekatan Neurologi. Walau dari sisi kiri, senyum Monalisa menunjukkan ekspresi bahagia, namun secara keseluruhan, senyum itu menunjukkan kepura-puraan.

Menurut studi itu, lukisan Monalisa itu kisah wanita ningrat abad 16 yang ingin mengesankan diri bahagia. Tapi sebenarnya ia tidak bahagia. Leonardo sengaja menampilkam suasana hati yang pura -pura itu.

Sementara Lucci Riadi dari George’s University of London dan Mateo Bollogna dari Sapiensa University of Rome meneliti senyum itu berbasis survei opini publik. Dari opini publik juga terbaca, ada suasana kebahagian yang nampak. Tapi juga ada suasana getir dan sedih.

Tak heran senyum Monalisa menjadi abadi. Ia dilahirkan dari tangan pelukis yang secara mendalam terlebih dahulu melakukan studi suasana hati dan efeknya pada wajah.

Para ahli berdebat banyak hal tentang Leonardo da Vinci. Namun semua sepakat. Aneka karya Leonardo menggambarkan keluasan dan kedalaman imajinasi seorang jenius. Ia mengkombinasikan visi seorang seniman dan ilmuwan sekaligus.

Mereka juga sepakat betapa panjang dan detail Leonardo melakukan riset sebelum final menuntaskan sebuah lukisan. Betapa karya itu tak hanya anak batin sang kreator tapi juga formula ilmu dari riset.

Sungguhpun demikian, Leonardo memiliki pandangan yang berbeda atas semua karyanya. Ia tetap tak puas dengan aneka karya itu.

Berbaring dalam kondisi lemah, beberapa saat sebelum wafat, ia menyatakan ekspresi hati terdalam. Ujar Leonardo: “Saya merasa melukai Tuhan dan umat manusia. Karya yang saya buat tak sebagus yang seharusnya.”

Lama saya merenungkan alam berpikir sang jenius tiada tara ini. Banyak ahli memuji begitu dalam dan detailnya riset yang ia buat sebelum melukis, dan bagusnya karya lukis itu. Tapi Ia merasa karyanya begitu banyak kekurangan.

Berjam-jam setelah saya keluar dari eksibisi 500 tahun Leonardo, memori tetang sang jenius tak pergi-pergi. Betapa tinggi dedikasi dan standard seorang seniman atas karyanya. Betapa dalam rasa cinta seorang ilmuwan atas panggilan hidupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *