Ada Kisah Cinta Di Balik Diskriminasi

*Ringkasan Buku Denny JA, Atas Nama Cinta

Penulis: Anick HT

Swakarya.Com. Sahabat, diskriminasi di Indonesia terjadi dalam berbagai kategorinya. Dalam banyak hal, perbedaan masih belum bisa diselesaikan secara demokratis di negara demokrasi ini.

Diskriminasi berbasis ras, etnisitas, jenis kelamin, dan pilihan keyakinan masih terjadi dan hingga hari ini dengan mudah kita temukan kasusnya.

Sebegai intelektual, peneliti, aktivis, yang sekaligus peminat sastra, Denny JA merasa resah terhadap fakta itu. Ia merasa harus menyuarakan kisah-kisah diskriminasi yang menjadi fakta sosial kita, dengan medium yang lebih menyentuh emosi dan kedalaman batin.

Dikonstruksilah sebuah medium yang meramu antara fakta dan fiksi sekaligus, bernama Puisi Esai. Yakni, puisi yang bercita rasa esai. Atau esai tentang isu sosial yang puitik, yang disampaikan secara puitis.

Pada perkembangannya kemudian, Puisi Esai ini seakan menjadi seebuah gerakan untuk menyuarakan berbagai persoalan sosial kita secara lebih halus, melalui racikan fiksi imajinatif banyak penulis yang terlibat kemudian.

Buku ini berisi lima puisi esai tentang lima kisah diskriminasi di Indonesia, mulai dari diskriminasi berbasis etnis, kisah cinta beda agama, kisah penganut Jemaat Ahmadiyah, kisah seorang santri gay, dan kisah seorang tenaga kerja wanita di Timur Tengah.

Lima Gagasan Utama Buku

  1. INDONESIA YANG TAK RAMAH PADA PENCINTANYA
  2. KETIKA CINTA BERKELINDAN DENGAN AGENDA PENYESATAN
  3. PAHLAWAN DEVISA YANG SEPAH DIBUANG
  4. MEREKA BISA APA DI HADAPAN CINTA?
  5. KETIKA AGAMA MEMISAHKAN CINTA DUA ANAK MANUSIA

-000-

SATU

Sapu Tangan Fang Yin adalah kisah tentang masa reformasi 1998. Fang Yin adalah gadis Tionghoa yang mengalami perkosaan pada 13-14 Mei 1998. Ia lari ke Amerika dan hidup di sana.

Fang Yin sulit untuk terlepas dari tragedi masa lalu ketika ingin memulai hidup baru. 13 tahun tinggal di Amerika, ia berkeinginan kuat untuk kembali Indonesia. Namun, rasa trauma yang dialami lebih besar.

Pria seetnis bernama Albert Kho, pacarnya waktu itu, membekas di benaknya. Satu-satunya kenangan yang tersisa dari Kho ialah selembar sapu tangan dan beberapa surat selama 12 tahun.

Sapu tangan itu adalah pemberian Kho yang justru pergi setelah tahu ia diperkosa.

Selama 13 tahun ia di Amerika, mencoba menghindari dari trauma itu. Kebencian dan kekerasan orang Indonesia terhadap etnisnya menyebabkannya mengutuk Indonesia, ibu pertiwi yang melahirkannya, namun di pangkuannya pula ia direnggut kehormatannya.

Pergulatan batin Fang Yin kemudian berujung pada dibakarnya sapu tangan pemberian Kho.

DUA

Puisi esai Romi dan Yuli dari Cikeusik ini berkisah mengenai pertentangan antarpaham agama dalam suatu masyarakat yang berimbas kepada hubungan antara dua insan, yakni Juleha, perempuan asli Betawi yang dipanggil Yuli, dan Rokhmat atau Romi, kekasihnya.

Hubungan cinta mereka harus kandas karena perbedaan paham agama yang dianutnya. Belakangan baru ketahuan bahwa Romi adalah pengikut Ahmadiyah, sebuah kelompok yang sangat dibenci oleh ayah Yuli, seorang ustadz dan tokoh masyarakat.

Cinta mereka begitu tinggi. Yuli juga kemudian menyadari Romi tidak pernah meminta menjadi anak pengurus Ahmadiyah, ketika ia lahir. Begitu juga ketika Yuli lahir, ayahnya juga sudah anti-Ahmadiyah.

Yuli terombang-ambing antara cinta yang tulus di hatinya, dengan kenyataan sosial bahwa Ahmadiyah itu paham yang menjadi musuh ayahnya.

Meski Yuli akhirnya bisa menerima dan memahami perbedaan di antara mereka, namun kedua orang tuanya tetap bersikeras, bahwa Ahmadiyah adalah ajaran sesat yang menyimpang dari Islam yang benar. Cinta mereka pun dipaksa kandas. Dalam doanya di atas sajadah, Yuli terisak, melantunkan doa pedih.

TIGA

Puisi esai berjudul Minah Tetap Dipancung ini berkisah mengenai penderitaan seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Minah seorang perempuan asal Kota Cirebon. Suaminya tidak bekerja dan anak semata wayangnya yang berusia 8 tahun belum bersekolah karena tidak mampu membayar iuran sekolah.

Akhirnya ia bertekad bekerja di luar negeri dengan modal uang hasil menjual sepetak sawah milik orang tuanya, dengan harapan bisa memperbaiki ekonomi keluarga.

Minah tidak beruntung karena mendapatkan majikan yang mata keranjang dan berkali-kali memperkosanya. Karena tak tahan terhadap perlakuan majikannya, Minah berupaya membela dirinya, yang pada akhirnya menyebabkan majikannya terbunuh.

Sebagai hukuman atas perbuatannya, Aminah harus menjalani hukum pancung.

Dilema berikutnya terjadi karena sulitnya mendapatkan perlindungan dari negara, padahal orang seperti Minah dianggap sebagai pahlawan devisa.

EMPAT

Puisi esai berjudul Cinta Terlarang Batman dan Robin ini berkisah mengenai problematika cinta kaum homoseksual yang dialami oleh Amir dan Bambang. Hubungan Amir dan Bambang terjalin cukup lama. Mereka terlibat asmara karena intensitas kebersamaan mereka dalam melakoni kegiatan sehari-hari di Pesantren.

Dalam cerita ini Amir dan Bambang dianalogikan seperti tokoh superhero Amerika yaitu Batman dan Robin. Keduanya memiliki makna filosofis.
Pergulatan cinta ini begitu rumit mengingat mereka harus berhadapan dengan doktrin dan stigma banyak orang tentang hubungan sejenis seperti itu.

Amir adalah sosok yang taat beribadah, namun mempunyai kelainan seksual genetis yakni menyukai sesama pria. Meski telah mencoba saran ibunya untuk segera menikah, bahkan dengan dua perempuan sekaligus, namun akhirnya pernikahan itu kandas.

Amir tetap menaruh benih-benih cinta pada Bambang, yang kemudian menjadi aktivis gay Internasional.

LIMA

Puisi esai berjudul Bunga Kering Perpisahan ini berkisah tentang problematika yang dihadapi oleh pasangan yang saling mencintai, namun membentur tembok perbedaan agama.

Dewi dan Albert harus berhadapan dengan kepercayaan dan keyakinan orang tua mereka, terutama orang tua Dewi yang melarang dengan sangat keras menikah beda agama.

Dewi pun harus mengalah dijodohkan dengan Joko, anak dari teman bapaknya. Dewi hanya seorang anak yang tidak mau di cap anak durhaka dan akhirnya Dewi pun menuruti kemauan bapaknya. Dia menikah dengan Joko.

Namun sebelum perayaan pernikahan, Dewi bertemu dengan Albert yang memberinya sebuah kotak berisi bunga mawar berwarna merah dan selembar surat yang tergulung rapi.

Dewi harus menjalani kehidupan pernikahan tanpa cintanya dengan Joko, hingga tanpa dinyana Joko meninggal dalam usia muda. Pada titik inilah kemudian Dewi mengingat kotak yang diberikan Albert, dan memiliki keberanian untuk mengembalikan kotak itu kepada Albert seperti pesan Albert waktu itu.

Namun, Ibunda Albert mengantarkan kotak tersebut kembali ke rumah Dewi.

REFLEKSI

Membaca lima puisi esai yang panjang dalam buku ini seperti membaca Indonesia yang tak lepas dari masalah diskriminasi yang semakin hari semakin menghantui kita. Puisi esai jelas adalah medium yang sangat kaya sekaligus asyik dinikmati.

Setidaknya, tepat apa yang dituliskan oleh Sutardji Calzoum Bachri yang menyebut puisi esai ini adalah “puisi pintar.”

Soetardji juga menyimpulkan bahwa semua puisi dalam buku ini bisa disebut “puisi lintas batas”. Ia bisa dibaca sebagai prosa, dalam pemaknaan yang positif.

Jelas dan pasti bait-bait, irama, rima, metafora serta ungkapan ungkapan lainnya menjadikan lima karya ini benar karya puisi.

Tapi karena peralatan puitika itu digunakan tidak secara ekstrem, nekad, berlebihan dan tidak spekulatif maka peralatan puitik itu bukan hanya tidak mengganggu kalau puisi ini dibaca sebagai prosa, tapi malah memberikan nuansa khas bagi kekayaan suasana cerita.

Apapun perdebatan yang menyertainya kemudian, yang jelas, puisi esai telah mampu mewadahi ungkapan keresahan sosial yang tak mudah dinyatakan, sekaligus memperkaya batin kita dengan kisah penuh emosi yang lezat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait