Pantai Radji Mentok Jadi Saksi Bisu Tragedi Perang Dunia II di Bangka Belitung

Mentok, Swakarya.Com. Kepala Seksi Sejarah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bangka Barat M. Ferhad Irvan di Mentok menceritakan bahwa tragedi Perang Dunia II menjadi sejarah dan kejadian yang tidak akan pernah dilupakan oleh sejumlah warga di Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Pasalnya salah satu daerah di Indonesia itu, pernah menjadi saksi tragedi dalam Perang Dunia II. Yakni dalam pertempuran Perang Dunia II itu pernah terjadi di Pantai Radji Muntok, Bangka, Bangka Belitung.

Maka untuk memperingati tragedi Perang Dunia II, sejumlah warga menggelar peringatan tragedi kemanusiaan peristiwa Perang Dunia II di Pantai Radji dengan menabur bunga, Selasa, 16 Februari 2021.

“Melalui kegiatan ini kami berharap tragedi itu tidak terulang kembali pada masa mendatang dan seluruh bangsa bersatu padu mewujudkan perdamaian,” katanyaa yang dikutip Swakarya.ccook dari Antara.

Menurut Ferhad, tragedi Perang Dunia II yang terjadi di Selat Bangka mengakibatkan ribuan orang meninggal dunia merupakan sebuah kedukaan yang bisa menjadi pelajaran sejarah hidup untuk menciptakan perdamaian seluruh bangsa.

“Dalam rangkaian kegiatan ini, kami bersama Museum Timah Indonesia Mentok dan kawan-kawan PMI Bangka Berat telah melaksanakan tabur bunga di beberapa lokasi, seperti Pantai Radji, monumen di kompleks menara suar Tanjung Kalian, museum di Menjelang dan pemakaman Menjelang,” kata Ferhad.

Dalam peringatan tragedi kemanusiaan pada tahun ini, pihaknya sengaja tidak mengundang sejumlah keluarga korban dari berbagai negara untuk datang ke Mentok, hal itu karena pandemi Covid-19 maka acara ini hanya dilakukan sederhana dan terbatas.
Meski pada tahun-tahun sebelumnya, peringatan yang dilaksanakan setiap Februari selalu dihadiri keluarga korban yang berasal dari berbagai negara dan perwakilan dari Kedutaan Besar Australia di Indonesia.

“Selain tabur bunga, dalam rangkaian peringatan tahun ini kami juga menggelar peringatan bersama para keluarga korban, para pensiunan tentara Australia, dan pihak kedutaan besar melalui virtual,” kata Ferhad.

Rangkaian kegiatan itu digelar dalam rangka memperingati peristiwa pengeboman sejumlah kapal laut Australia oleh tentara Jepang di pertengahan Februari 1942 di Selat Bangka yang mengakibatkan lebih dari 4.000 orang meninggal dunia.

Jika mengingat pada masa yang telah berlalu itu, tragedi di Selat Bangka berawal dari Perang Pasifik atau penyerangan pesawat tempur Jepang terhadap armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbour pada tanggal 7 Desember 1941.

Kemudian pada hari berikutnya pasukan darat Jepang menyerbu Koloni Inggris di Kota Bharu, Semenanjung Malaya.
Dengan dukungan Angkatan Laut dan Angkatan Udara yang kuat, Jepang pada tanggal 14 Februari 1942 menguasai kota Singapura. Hingga keesokan harinya Letnan Jenderal Arthur Percival, komandan pasukan Inggris di Singapura, menyerah.

Pada hari-hari terakhir sebelum kejatuhan Singapura, ribuan warga sipil pria, wanita, dan anak-anak Inggris, Australia, dan berbagai negara yang saat itu tinggal di Singapura menaiki kapal untuk melarikan diri ke berbagai arah, termasuk ke Jawa dan Australia. Namun, upaya ini merupakan evakuasi yang terlambat.

Kemudian pada tanggal 13 Februari 1942, sebuah pesawat pengintai Inggris menemukan konsentrasi besar konvoi pelayaran Angkatan Laut Jepang di utara Pulau Bangka. Konvoi tersebut berangkat dari Camranh Bay-Indochina pada tanggal 12 Februari 1942 dengan tujuan invasi ke Mentok dan Palembang.

Pada saat yang sama, banyak kapal pengungsi yang penuh dengan pasukan dan warga sipil Inggris dan Australia melarikan diri dari Singapura dan di pintu masuk Selat Bangka, armada angkatan laut Jepang menghentikan pelarian para pengungsi tersebut.

Dari 44 kapal evakuasi yang berangkat pada hari-hari terakhir antara 12 dan 14 Februari 1942, sebanyak 40 kapal dibom dan tenggelam di Selat Bangka dan diperkirakan sekitar 4.000 hingga 5.000 penumpang kapal tewas dalam kejadian itu.

Ada juga sebagian penumpang mendarat atau terdampar di sepanjang pantai Pulau Bangka dengan sekoci, pelampung, rakit, atau barang-barang apa saja yang mengapung.
Di antara mereka yang selamat mendarat di tepi pantai Pulau Bangka ditangkap dijadikan tawanan Jepang yang saat itu sudah menduduki Pulau Bangka.

Maka untuk mengenang tragedi itu, secara rutin tiap tahun para keluarga korban, khususnya kelompok keluarga perawat yang menjadi korban tragedi bersama perwakilan Pemerintah Australia melakukan ziarah dan peringatan peristiwa di Mentok.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait