Milenial Dan Perannya Dalam Pemberantasan Korupsi di Kehidupan Bermasyarakat

Penulis: Vidiel Tania Pratama ST.

Swakarya.Com. Mengutip bahasa mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bapak Agus Raharjo di laman www.rappler.com ketika menjadi pembicara pada acara Indonesian Development Forum (IDF) yang digelar di Gama Tower, The Westin Jakarta pada hari rabu, (09/08/2017), mengatakan publik seharusnya meninggalkan perilaku korupsi.

Sebab, perilaku tersebut merupakan warisan dari zaman penjajahan Belanda. Perusahaan Dagang Hindia Belanda (VOC) akhirnya tutup karena perilaku korup para pejabatnya. Sehingga, jika hingga hari ini masih ada orang Indonesia yang belum mampu menanggalkan perilaku itu, maka ia masih terikat pada warisan zaman penjajahan.


Menurut Black’s Law Dictionary pengertian korupsi adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan keuntungan yang tidak resmi dengan menggunakan hak-hak dari pihak lain, yang secara salah dalam menggunakan jabatannya atau karakternya di dalam memperoleh suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, yang berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain.

Dan pengertian korupsi yang tertuang didalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara
Berangkat dari itu sangat relevan dengan kondisi bangsa saat ini yang praktik Korupsinya masih menjamur hampir disetiap sektor kehidupan masyarakat, bahkan di dunia pendidikan yang imbasnya banyak pelajar mulai memahami cara-cara korupsi dan memperaktekkannya dikehidupan sekolah dan lingkungan sosialnya.

Hal ini sangat berbahaya sekali mengingat anak muda dalam hal ini adalah pelajar merupakan aset masa depan bangsa yang nantinya akan menjadi pemimpin bangsa masa depan.


Anak muda atau biasa disebut saat ini Kaum Milenial mestinya diberika edukasi bahaya praktik korupsi dan diberikan pemahaman tentang perannya dalam ikut serta untuk memberantar praktik korupsi tersebut.

Dari ruang lingkup paling kecil ialah pribadi, keluarga, lingkungan masyarakat dan di sekolahnya, sehingga bisa tercapai masa depan yang lebih baik dari apa yang terjadi dewasa ini, dan kaum mileniat juga ikut berperan aktif dalam pemberantasan korupsi.


Mengutip dari laman https://tirto.id/elQY Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku kesulitan menjalankan pendidikan Anti korupsi (PAK) di lingkungan sekolah.

Hal tersebut disebabkan kurangnya masalah moral serta integritas dalam pembelajaran selama ini.

“KPK mendorong pendidikan moral sejak dini dan mendorong kreativitas serta inovasi guru dalam menginsersikan nilai-nilai integritas dalam mata pelajaran. Agar menarik dan dapat langsung diterapkan siswa didik,” yang disampaikan langsung oleh Juru Bicara KPK Febri Diansyah melalui keterangan tertulisnya, Senin (18/11/2019).


Yang tidak kalah meresahkan adalah banyaknya laporan-laporan praktik korupsi yang terjadi di kampus-kampus walaupun laporaan tersebut hanyak menjadai buah bibir belaka, namun nyatanya mampu membuat rasah dunia pendidikan tinggi, padalah kampus adalah wadah intelektual yang mestinya bersih dari praktik haram korupsi, Mahasiswa dan para dosen juga harus berperan aktif dalam edukasi kepada masyarakat upaya-upaya dalam pemberantasan korupsi.


Salah satu teori korupsi menurut Jack Bologne Gone Theory menyebutkan bahwa faktor penyebab korupsi adalah; Pertama, Greeds (keserakahan) : Berkaitan dengan adanya potensi prilaku serakah yang ada pada setiap diri seseorang,

Kedua, Opportunities (Kesempatan) : Berkaitan dengan keadaan instansi, organisasi atau masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan,

Ketiga, Needs (Kebutuhan) : Berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang kehidupan yang lebih wajar,

Keempat, Exposure (pengungkapan) : Berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku ditemukan melakukan kecurangan.

Dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Pasal 41 ayat (5) dan Pasal 42 ayat (5) menegaskan bahwa tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Peran serta masyarakat tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan hak dan tanggungjawab masyarakat dalam penyelenggaraan negara yang bersih dari tindak pidana korupsi.

Oleh sebab itu, dengan peran serta masyarakat tersebut akan lebih berguna untuk melaksanakan kontrol sosial terhadap tindak pidana korupsi baik dilingkungan sosial masyarakat maupun yang terjadi di sektor-sektor pemerintahan dari yang paling bawah yaitu pejabat RT-RW sampai ke tingkat yang lebih tinggi.

Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi diwujudkan dalam bentuk antara lain mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi tentang tindak pidana korupsi dan hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dalam negara Demokrasi yang mengedepankan prinsip keterbukaan dalam memberikan hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tindakan diskriminatif mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai hak dan tanggungjawab masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Oleh karena itu, kebebasan menggunakan hak tersebut haruslah disertai dengan tanggungjawab untuk mengemukakan fakta dan kejadian yang sebenarnya dengan mentaati dan menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum serta hukum dan perundang-undangan yang berlaku.


Sedikit kerancuan berfikir adalah, Pemerintah juga mengatur mengenai kewajiban pejabat yang berwenang atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan jawaban atau menolak memberikan isi informasi, saran atau pendapat dari setiap orang, Organisasi Masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat.

Sebaliknya juga masyarakat mempunyai hak menyampaikan keluhan, saran atau kritik tentang upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang dianggap tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengalaman dalam kehidupan sehari-hari menunjukan bahwa keluhan, saran, atau kritik masyarakat tersebut sering tidak ditanggapi dengan baik dan benar oleh pejabat yang berwenang.


Dalam rangka mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, KPK diwajibkan untuk memberikan jawaban atau keterangan sesuai dengan tugas fungsinya masing-masing.

Kewajiban tersebut diimbangi pula dengan kesempatan pejabat yang berwenang atau KPK menggunakan hak jawab informasi yang tidak benar dari masyarakat.

Disamping itu untuk memberi informasi yang tinggi kepada masyarakat, maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pula pemberian penghargaan kepada masyarakat yang berjasa terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana korupsi berupa piagam dan atau premi.


Harapannya, selain memberikan piagam penghargaan, KPK sebagai lembaga negara yang tugasnya memberantas korupsi juga hendaknya memberikan rasa aman dan nyaman terhadap masyarakat yang melaporkan atau mengadukan tindak pidana korupsi.

Yang paling meresahkan bagi masyarakat ataupun anak-anak muda adalah ancaman terhadap personal dan juga ancaman pelaporan kepada pihak berwajib atas pencemaran nama baik.

Ini juga menjadi ironi besar yang harus diselesiakan KPK dalam melibatkan kelompok masyarakat untuk memberantas korupsi.


Dengan adanya sinergitas antara masyarakat dan KPK diharapkan mampu mengurangi dan bahkan memberantas habis praktik-praktik haram korupsi yang ada dinegeri ini, dan kaum milenial sangat diharapkan peran nyatanya sebagai agen perubahan dan sosial kontrol di kehidupan masyarakat. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *