Bangka, Swakarya.Com. Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang ekspor impor ikan segar yang berada di dekat dermaga Jelitik, Sungailiat diduga hasil produksinya telah mencemari muara dermaga Pelabuhan Jelitik.
Pantauan di lapangan, terlihat limbah berwarna hitam yang dibuang oleh CV. Maju Jaya Fish (MJF) menggunakan pipa ke selokan dan limbah yang dibuang itu berakhir di muara dermaga Jelitik dan sempat dikeluhkan sejumlah nelayan setempat.
Menurut salah satu sumber mengatakan, sejak beberapa hari belakangan, limbah hasil pengolahan ikan milik CV MJF yang bergerak di bidang ekspor impor ikan ini diduga telah mencemari muara Pelabuhan Jelitik Sungailiat.
“Dulunya limbah yang dibuang ke selokan airnya bersih dan bening. Tapi entah kenapa sejak beberapa hari belakangan ini limbah yang dibuang oleh MJF ini warnanya hitam dan ini sempat dikeluhkan sejumlah nelayan,” katanya.
Dikatakan dia, berdasarkan informasi yang diterimanya, CV MJF ini diduga belum memiliki dokumen amdal atas kegiatan yang dilakukannya terkait ekspor impor ikan segar yang dimaksud.
“Katanya dokumen amdalnya masih dalam proses, kalau dalam proses, masa boleh beroperasi. Selain itu, status perusahaan dari CV MJF ke PT KLN juga masih dalam proses di PPN Sungailiat, tapi mereka tetap beroperasi, ini aneh namanya. Setau kami, kalau semua izin sudah lengkap baru bisa beroperasi,” katanya.
Sementara Direktur CV Maju Jaya Fish Hong Lie saat dikonfirmasi sejumlah wartawan, Selasa (26/12) terkait pengolahan limbah perusahaan yang ia kelola diduga telah mencemari muara setempat diakuinya memang belum sesuai prosedur.
Kendati demikian, kata dia, seiring kegiatan pengolahan ikan tersebut berjalan, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Babel terkait konsultan yang akan membuat dokumen amdal atas kegiatan yang dilakukan oleh CV MJF di Pelabuhan Jelitik ini.
“Kalau sesuai prosedur belum ya. Tapi kita sudah jalan dan sudah ajukan dan sudah sesuai aturan yang ada seperti pembuatan Ipal. Bahkan kita juga sudah koordinasi dengan DLH dan merekakan mencari orang seperti konsultan sehingga butuh waktu. Jadi dalam hal ini kita tidak membangkang,” katanya.
Terkait status dokumen amdal yang diduga belum dimiliki CV MJF dibenarkan oleh Hong Lie. Bahkan kata dia, DLH Provinsi Babel juga mengetahui dokumen amdal CV MJF ini masih dalam proses.
“Dinas (DLH–red) tau, cuma inikan memang ada mereka minta semua izin itu diurus dan kita lagi urus itu orang yang misalnya seperti konsultan untuk buat IPAL atau apa kita sudah koordinasi dengan DLH,” katanya.
Dikatakan Hong Lie, untuk limbah hasil pengolahan ikan yang dibuang ke selokan dan berakhir di muara ini dipastikan dia tidak membahayakan karena sebelum limbah itu dibuang ke muara, limbah tersebut terlebih dahulu dibuang ke IPAL untuk diolah dan diproses.
“Sebenarnya air awalnya tidak membahayakan karena ini hasil laut dari lendir ikan,” katanya.
Ditambahkan dia, terkait dokumen amdal yang belum dimiliki ini, baik DLH maupun PPN Sungailiat sudah memberikan teguran kepada perusahaan agar mempercepat menyelesaikan perizinan lainnya yang hingga saat ini masih dalam proses.
“Teguran sudah ada baik dari dinas maupun PPN dan mereka minta semua perizinan dipercepat supaya amdal yang ada ini cepat dibuat. Tapi semuanya sedang jalan dan kita tidak tunda tunda,” katanya.
Sementara, terkait produksi yang terus berjalan disaat perusahaan tersebut dalam proses ganti nama di PPN Sungailiat dari CV MJF ke PT KLN, dikatakan Hong Lie, hal tersebut terpaksa mereka lakukan dengan alasan memikirkan nasib para pekerja jika menghentikan produksinya.
“Jadi sambil jalan sambil proses dan kasihan juga karyawan karyawan kalau kita berhenti, otomatis mereka berhenti juga,” katanya. (Lio)