Belum Berakhir, Massa Aksi UBB Masih Bertahan Sampai Kini

Pangkalpinang, Swakarya.Com. Massa aksi demonstrasi Universitas Bangka Belitung masih bertahan di Markas Kepolisian Provinsi Bangka Belitung sebagai upaya menanti Kepala Polisi Daerah Bangka Belitung, Irjen. Pol Yan Sultra menemui massa aksi pada Sabtu, (11/12/2021)

Setelah dikonfirmasi oleh Rio Saputra selaku Presiden Mahasiswa UBB, Yan Sultra tengah bertugas di Kabupaten Bangka Barat, sehingga tidak bisa ditemui.

“Meski Pak Yan Sultra belum bisa menemui massa aksi UBB, kami memilih opsi menginap sampai Pak Yan Sultra mau menemui kami,” ujar Rio.

Namun kata Rio, Yan Sultra juga tidak mau menemui massa aksi dalam bentuk aksi demonstrasi, tetapi hanya lewat jalur audiensi.

“Setelah begitu lama menunggu, pilihan beliau tentu mengecewakan kami. Maka kami pun secara tegas harus mengultimatum Pak Yan Sultra untuk segera menemui massa aksi secepatnya,” tegasnya.

Sebelumnya, ratusan massa aksi UBB telah menggelar unjuk rasa dalam momentum peringatan hari Hak Asasi Manusia Internasional yang jatuh pada 10 Desember 2021 sejak pukul 15.00 di depan Mapolda Babel.

Aksi demonstrasi ini merefleksikan serangkaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia dan yang terjadi di Bangka Belitung. Selain itu, tidak luput disorot ironi persoalan hukum dan HAM, dimana lembaga kepolisian malah mengecewakan sebagai aparat keamanan.

“Bukan rahasia umum lagi, lembaga kepolisian dinilai buruk di mata masyarakat atas beberapa peristiwa pelanggaran HAM, yang banyaknya merugikan masyarakat,” ucap Rio.

Menurutnya, masalah kebebasan berekspresi dan berpendapat juga krusial saat ini. Tindakan aparat keamanan yang represif dan cenderung abai terhadap salah satu hak dasar manusia telah melukai hati masyarakat.

“Termasuk Kapolda Bangka Belitung, dalam hal ini juga harus menjamin kebebasan berpendapat di muka umum, dan menjamin tindakan yang kooperatif dan humanis terhadap gerakan rakyat di Bangka Belitung,” katanya.

Pada kesempatan lain, Rio mengatakan Pak Yan Sultra selama masa kepemimpinannya harus berani tegas dan terukur dalam menindak kasus-kasus tambang ilegal.

Selain itu, Ricky Kuswanda sebagai orator aksi melihat Yan Sultra memiliki catatan hitam yang berkaitan dengan HAM saat menjabat sebagai Wakapolda dan Polda Sulawesi Tenggara, sehingga ia merasa Yan Sultra telah gagal melindungi penegakan HAM di Sultra.

“Pertama, dua aktivis mahasiswa, Almarhum Randi dan Yusuf tertembak oleh oknum kepolisian di bawah kepemimpinan Yan Sultra pada 2019 saat melaksanakan aksi demonstrasi. Kedua, pengekangan terhadap kebebasan pers pernah terjadi di Sultra saat kepemimpinan Yan Sultra, dimana sedikitnya 3 jurnalis mengalami intimidasi dan kekerasan verbal,” ujarnya.

Sebagai penutup, ia mengatakan pertemuan dengan Pak Yan Sultra tidak lebih untuk meneken nota kesepahaman yang telah dibuat.

“Lagipula isi dokumen perjanjian tersebut kembali menengok tugas dan tanggungjawab lembaga kepolisian, yaitu penegakan hukum dan HAM. Maka kenapa begitu sulit bertemu dengan Pak Yan Sultra,” ujarnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait