Ritual Perang Ketupat Desa Tempilang Tetap Dilaksanakan, Sedekah Ruah Ditiadakan, Ini Alasannya!

Tempilang, Swakarya.Com. Ritual Perang Ketupat Desa Tempilang tetap dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19, Rabu (09/04/2020) malam kemarin bertempat di depan Kediaman Pemangku Adat Kecamatan Tempilang (Pak Keman).

Pemangku Adat Tempilang, Keman mengatakan, ritual Perang Ketupat tetap dilaksanakan berdasarkan hasil rapat Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan Tempilang bersama dengan pemangku adat, tokoh masyarakat, dan pihak kesehatan setempat.

“Acara adat tetap kita laksanakan, tapi anggota pelaksananya dikurangi dengan mengikuti tuntunan leluhur. Menurut sejarahnya, Perang Ketupat terjadi pada zamannya 7 panglima menguasai Pulau Bangka,” ujarnya kepada media Swakarya.Com.

Nganyot Perau (Perahu). (Foto: Ist)

Kendati Sedekah Ruah pada tahun ini terpaksa ditiadakan karena adanya kekhawatiran di tengah pandemi Covid-19, akan tetapi ritual Perang Ketupat tetap dilaksanakan karena sebagai pengingat sejarah leluhur, dan juga sebagai momentum untuk berdoa bersama, tolak balak, agar musibah virus corona yang menimpa seluruh dunia segera berakhir.

Selain melakukan pembatasan jumlah anggota pelaksana dalam ritual Perang Ketupat sebagai penerapan social distancing, juga diterapkan protokoler pencegahan Covid-19 dengan melakukan pengecekan suhu tubuh terlebih dahulu, cuci tangan dengan sabun, dan lain sebagainya.

Saat disinggung apakah ada perbedaan dalam ritual karena pandemi Covid-19 ini? Ia menjelaskan bahwa “tidak ada perbedaan terkait ritualnya, hanya perbedaan tidak adanya pengunjung yang datang saja, kalau tahun-tahun sebelumnya ramai dari berbagai daerah, serta biasanya tarian ada 4 atau 5 tarian, ini hanya tarian kedidi,” ujarnya.

Di akhir sesi wawancara, ia berharap pandemi Covid-19 segera berakhir agar ritual Perang Ketupat dan Sedekah Ruah ramai dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara seperti tahun-tahun sebelumnya.

“Harapan kita kedepan jangan sampai ini terjadi lagi, harapan kita seperti tahun-tahun sebelumnya yang ramai, sehingga perang ketupat bisa dikenal orang banyak dan sebagai wisata sejarah edukasi,” imbuhnya.

Penulis: Chindra

Editor: Hun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait