Pembimbing Kemasyarakatan Sambut RUU Pemasyarakatan

Penulis: Laysah Afrika,S.H.,M.H., Pembimbing Kemasyarakatan Muda BAPAS Klas I Palembang

Swakarya.Com. Warga Binaan Pemasyarakatan dalam Sistem Pemasyarakatan dimaknai tidak hanya mencakup Narapidana, tetapi juga meliputi Tahanan, Anak didik Pemasyarakatan, dan klien Pemasyarakatan.

Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya yang menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan didasarkan pada asas pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan, pendidikan, pembimbingan, penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan, terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu, dan tercapainya reintegrasi sosial.


Sistem Pemasyarakatan inilah yang menjadi dasar bagi institusi Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Pemasyarakatan merupakan alat negara yang mempunyai peran dalam penegakan hukum untuk memberikan pelayanan tahanan, pembinaan narapidana, pembimbingan klien pemasyarakatan, dan pengentasan anak didik pemasyarakatan, serta pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan negara dalam rangka memberikan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.

Pemasyarakatan adalah bagian yang integral dalam sistem peradilan pidana yang menyelenggarakan fungsi penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan, benda sitaan, dan barang rampasan.

Pemasyarakatan menjalankan perannya sejak proses adjudikasi, adjudikasi, hingga post-adjudikasi, yang mana pada setiap tahapan ini, Pemasyarakatan mempunyai tugas dan kewenangan yang diatur secara jelas dan tegas.

Pelaksanaan fungsi Pemasyarakatan ditopang oleh lima unit pelaksana teknis, yaitu Rumah Tahanan Negara (Rutan), Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan), Balai Pemasyarakatan (Bapas), Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), dan Lembaga Pendidikan Khusus Anak (LPKA).

Dalam hierarkhi organisasi, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan ini berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Pemasyaraktan.

Hal ini untuk memperjelas pertanggungjawaban kinerja organisasi. Untuk memperkuat pelaksanaan fungsi Pemasyarakatan, mengembangkan kapasitas petugas Pemasyarakatan merupakan satu hal yang utama.

Oleh karena itu, rekruitmen, pendidikan dan pelatihan, dan pembinaan petugas pemasyarakatan harus dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan.
Selain itu, ketersediaan sarana dan prasarana pada UPT Pemasyarakatan pun menjadi aspek yang diatur dalam undang-undang ini.

Sarana dan prasarana ini dikembangkan dengan mengedepankan keberfungsian yang terintegrasi antara aspek ruang gerak, kesehatan, keselamatan, dan keamanan, serta kebutuhan pelaksanaan tugas. Dalam undang-undang ini diatur pula hak dan kewajiban warga binaan Pemasyarakatan.

Hak menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, hak mendapatkan perawatan, hak melanjutkan pendidikan dan pengajaran, dan hak menyampaikan keluhan adalah beberapa hak yang dimiliki oleh Warga Binaan Pemasyarakatan.

Sedangkan kewajiban yang harus dilaksanakan diantaranya adalah mengikuti setiap program yang diselenggarakan, mematuhi ketentuan dan tata tertib yang berlaku, dan menjaga kebersihan lingkungan.


Memberikan perlakuan terbaik terhadap Anak didik Pemasyarakatan menjadi salah satu fokus yang dimuat dalam Undang-Undang. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa Anak adalah individu yang membutuhkan perlakuan khusus yang sesuai dengan masa tumbuh kembang mereka.

Perlakuan terhadap Anak harus didasarkan pada prinsip perlindungan, non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi Anak, dan penghargaan terhadap pendapat anak. Untuk menjaga integritas petugas pemasyarakatan, undang-undang ini memuat tentang kode etik petugas pemasyarakatan.

Kode etik ini sebagai pedoman bagi petugas dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Partisipasi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, adalah hal penting dalam mendukung pelaksanaan sistem pemasyarakatan.

Pembentukan Dewan Pertimbangan Pemasyarakatan pun sebagai wujud adanya kertebukaan terhadap partisipasi masyarakat.

Adanya pengaturan yang bersifat komprehensif tentang pelaksanaan sistem pemasyarakatan diharapkan agar pelaksanaan tugas Pemasyarakatan dapat dilakukan secara efektif, efisien, terpadu, terorganisir dengan baik, dan bersifat komprehensif.

Selain itu, pengaturan ini juga untuk memperkuat posisi Pemasyarakatan dalam Sistem Peradilan Pidana. Pemasyarakatan harus mempu menjalankan perannya dalam proses penegakan hukum, sejak pada tahap pra-adjudikasi, adjudikasi, hingga post-adjudikasi.

Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dirasa tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum masyarakat dan belum mengatur secara utuh kebutuhan pelaksanaan tugas pemasyarakatan, terutama Pembimbing Kemasyarakatan dan Asisten Pembimbing Kemasyarakatan.

Masih terjadi tumpang tindih pemahaman tentang definisi ataupun makna dari Pemasyarakatan, Sistem Pemasyarakatan, dan tujuan yang akan dicapai dalam Penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan, dan tujuan yang akan dicapai dalam Penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan.


Pelaksanaan Pemasyarakatan juga dirasa tidak memberi jaminan kepastian hukum bagi upaya perlindungan dan pemenuhan hak Narapidana dalam kelompok rentan.

Hal ini mengindikasikan adanya masalah dalam tata kelola Pemasyarakatan, antara lain belum optimalnya kapasitas, sarana dan prasarana, Petugas Pemasyarakatan, serta lemahnya fungsi intelijen Pemasyarakatan.
Penguatan posisi dan fungsi Pemasyarakatan dalam penegakan hukum merupakan hal yang penting.

Perkembangan yang terjadi di masyarakat akan menjadi relevan dengan Pemasyarakatan apabila Undang-Undang Pemasyarakatan direvisi.

Muatan baru yang ada dalam RUU Pemasyarakatan diantaranya Reformulasi Pemasyarakatan bermaksud untuk mempertegas posisi Pemasyarakatan dalam Sistem Peradilan Pidana, serta mempertegas fungsi Pemasyarakatan, yaitu dalam bidang perlakuan terhadap Tahanan, Anak, dan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Reformulasi Sistem Pemasyarakatan diwujudkan dengan adanya Revitalisasi Pemasyarakatan.

Pembimbing Kemasyarakatan (PK) memiliki peran dalam penyelenggaraan sistem Pemasyarakatan sehingga PK harus memiliki karakter yang mandiri dan tidak adanya intervensi.

Perubahan perilaku menjadi nilai sebuah keberhasilan dalam penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan.

PK yang sudah disiapkan perlu adanya penguatan PK dan APK dalam menjalankan peran dan fungsinya, disebabkan bervariasinya latar belakang pendidikan atau pekerjaan. PK dalam hal ini harus mengikuti perkembangan sesuai dengan kebutuhan di masyarakat.


Dalam upaya perlakuan terhadap Kelompok Resiko Tinggi, maka perlu adanya hasil asesmen yang valid terkait pengelompokan Tahanan/Narapidana yang memiliki resiko tinggi, antara lain :

  1. Melarikan diri
  2. Berbahaya terhadap orang lain
  3. Memerlukan upaya pengendalian khusus agar mereka taat pada aturan dalam Lembaga Pemasyarakatan maupun Rumah Tahanan Negara
  4. Melakukan intimidasi, mempengaruhi, atau mengendalikan orang lain baik itu sesama Warga Binaan Pemasyarakatan maupun dengan petugas Pemasyarakatan untuk melakukan tindak pidana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait