Pangkalpinang, Swakarya.Com. Memasuki hari ketiga Natak Sejarah dan Budaya yang digelar oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pangkalpinang bersama awak media, kali ini mengunjungi Dinas Kebudayaan Kabupaten Bangka Barat di Kota Muntok guna silahturahmi dan berdiskusi bersama para budayawan dan sejarawan yang ada di Babar, Kamis, 21 November 2019.
Kepala Bidang kebudayaan Kota Pangkalpinang, Ratna Purnama Sari mengatakan, kegiatan ini sebagai ajang edukasi kepada generasi saat ini.
“Kami ingin kembali menata sejarah dan juga menata cagar budaya yang ada di Muntok untuk dibawa ke Pangkalpinang. Sebab Muntok adalah cikal bakal sejarah awal yang dibawa ke Pangkalpinang, mulai dari Depati Amir, dll.
Dan tujuan kami menggali sejarah dan budaya ini yaitu untuk memberikan edukasi kepada para generasi saat ini supaya mereka mengetahui sejarah dan budaya yang ada di Bangka Belitung ini,” ujarnya yang juga sebagai Ketua Komunitas Kota Pusaka Muntok Haritege Comunity Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung.
Khairul Amri Rani yang merupakan salah satu budayawan dan sejarawan, menjelaskan sejarah-sejarah yang ada di Muntok dan menceritakan pengasingan para Tokoh Nasional pendiri bangsa di Muntok.
“Muntok ini mempunyai 18 cagar budaya Nasional dan pesanggrahan menumbing dibangun pada 1927-1930,” ujarnya.
Menurutnya pada masa itu, ada camp yang berisikan 1000 orang wanita dari Johor Santen, diantaranya ada 500 orang wanita yang ditawan di Muntok, dan 500 wanita lainnya dibawa ke Palembang. Wanita tersebut merupakan tawanan perang jepang waktu itu.
Selain itu, cerita sejarah para Tokoh Indonesia pada bulan Desember 1948. Belanda melancarkan penyerbuan ke Jogjakarta yang manahan para Tokoh Republik Indonesia di Istana Jogyakarta.
Kumudian para tokoh ini ditawan kemudian diberangkatkan dari pelabuhan udara Yogyakarta menuju tempat pengasingan.
Dari bulan Desember hingga dengan Februari 1949 ada delapan tokoh Republik Indonesia yang diasingkan ke Muntok Kabupaten Bangka Barat. Nah inilah para tokoh tersebut:
1. Ir. Soekarno,
2. Mohammad Hatta,
3. Mr. Moh Room,
4. H. Agus Salim,
5. Mr. Ali Satro Amijoyo,
6. Komodor Surya Dharma,
7. Mr. Pringgodigdo, dan
8. Mr. Assaat.
Selanjutnya pada bulan April sampai bulan Mei 1949, Pemerintah Indonesia yang dipimpin Mohamad Roem pada waktu itu, menghasilkan pernyataan Roem-Royen dengan pemerintah Belanda. Pada waktu itu pula, Herman Van Roijen yang menjadi pimpinan yang memberikan jalan menuju perundingan Kemerdekaan berikutnya.
Sementara itu, pada Juli 1949, kembalinya para Tokoh Republik Indonesia dari Muntok ke Jogyakarta sebagai salah satu hasil kesepakatan dalam pernyataan Roem-Royen tersebut.
Penulis : Renaldi