Medan, Swakarya.Com. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjuk Kota Medan sebagai tuan rumah penyelenggaraan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke 29 yang digelar pada Kamis 07 Juli 2022.
Walikota Medan Bobby Afif Nasution mengaku dengan diselenggarakannya Harganas di Kota Medan menjadi motivasi bagi pihaknya lebih terpacu menurunkan prevalensi stunting di wilayahnya.
Hal tersebut disampaikan Bobby dalam acara Webinar Penguatan Kelembagaan dan koordinasi Antar Organisasi Perangkat Daerah se Sumatera Terkait Percepatan Penurunan Stunting, Rabu (06/07/2022). Acara ini merupakan rangkaian dari acara puncak Harganas Ke 29.
“Penurunan stunting sendiri penting untuk menghindari dampak jangka panjang yang dapat merugikan seperti terhambatnya tumbuh kembang anak dan juga mempengaruhi perkembangan otak, sehingga tingkat kecerdasan anak tidak maksimal,” kata Bobby.
Menurut Bobby, jumlah anak stunting yang saat ini tercatat di Kota Medan sebanyak 550 balita, yang 20% diantaranya adalah bayi di atas dua tahun.
Pemkot Medan sendiri pada tahun 2022 ini telah membuat 15 program dan 16 kegiatan serta 29 sub kegiatan yang dilakukan oleh 10 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan menggelontorkan anggaran senilai Rp198 miliar untuk menurunkan angka stunting di Kota Medan.
“Besar harapan Harganas ini jadi wadah bagi kita untuk saling belajar dan aplikasikan kegiatan yang tepat guna untuk turunkan angka stunting, baik di Kota Medan atau wilayah seluruh nusantara,” kata Bobby.
Sementara itu, Kepala BKKBN Dr (H.C) dr. Hasto Wardoyo, SP.OG (K) dalam sambutannya mengatakan, stunting menjadi ancaman terhadap kualitas generasi muda Indonesia. Oleh karena itu peran serta masyarakat untuk menurunkan angka stunting menjadi sangat penting untuk menciptakan generasi unggul di tahun 2045.
“Dalam rangka mencapai bonus demografi, kita menghadapi generasi yang populasinya cukup besar yaitu generasi muda,” kata Hasto.
Hasto merinci, generasi muda Indonesia saat ini sebanyak 24,4% mengalami stunting, 9,8% memiliki mental emotional disorder, 5% Napza, dan 1% autisme, serta 3 persen difabel. DIa pun menyayangkan jika Indonesia tidak bisa menikmati bonus demografi lantaran memiliki generasi penerus yang tidak produktif.
“Sehingga hampir 40 persen generasi muda kita kurang optimal. Kalau kita bisa menurunkan angka stunting, kita bisa mengurangi faktor pemberat SDM. SDM ini juga investasi yang penting,” ujarnya. ***