Sungailiat, Swakarya.Com. Fega Erora selaku alumnus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang tergabung dalam kepengurusan KAHMI Kabupaten Bangka. Melihat pro-kontra masuknya KIP di perairan laut Sinar Jaya, Jelutung dan Matras, Kabupaten Bangka.
Dalam keadaan pro-kontra tersebut membuat gejolak didalam masyarakat terkait KIP, membuat Fega Erora angkat bicara menyatakan nelayan dan masyarakat pesisir harus arif bijaksana menyikapinya.
“Teruntuk masyarakat pesisir dan nelayan profesi dapat bersikap arif terhadap kepentingan sumber daya bahari. Bilamana masyarakat pesisir dan nelayan profesi bisa hidup rukun dengan pariwisata yang mengeksploitasi keindahan alam bahari dari sisi eksotisme dan budaya sebagai ruang ekonomi bagi sebagian masyarakat pantai, maka demikian halnya perlakuan yang sama meski diberikan seluas-luasnya kepada pelaku usaha pertambangan,” tutur Fega dengan tegas dalam rilisnya melalui pesan singkat WhatsApp pada Sabtu, 14 Desember 2019.
Menurut Fega hal itu harus dilakukan, agar tercipta kehidupan yang rukun antara masyarakat pesisir dan nelayan profesi dengan pertambangan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan pertambangan timah di Bangka bukanlah barang baru yang mestinya tak lagi diributkan, selama terpenuhinya aspek legal.
Jauh sebelum bermunculannya centra-centra pariwisata di Kabupaten Bangka, pertimahan adalah pilar penyangga ekonomi sebagian rakyat di Kabupaten Bangka.
Namun, seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemanfaatan SDA mineral timah yang tak dapat diperbarui memungkinkan PT. TIMAH Tbk dan mitranya mengelola ruang bahari untuk keberlanjutan ekonomi dan sebagai wujud dari penguasaan negara atas objek vital yang dikelola untuk kemakmuran rakyat.
Fega pun menganggap eksploitasi sumber daya mineral timah yang dilakukan di kawasan perairan laut Bangka. Pastinya sudah bentuk akhir daripada berbagai tahapan dan kajian yang juga diatur oleh produk perundangan.
Demikian halnya pariwisata sehingga kepentingan keduanya bukan untuk menjadikan masyarakat pesisir dan nelayan profesi sebagai wasit atau penentu layak atau tidaknya suatu ruang wilayah bahari yang diperuntukkan sebagai pariwisata atau pertambangan.
“Apalagi masyarakat pesisir dan nelayan profesi seolah disupport oleh penonton untuk menguatkan dalih menerima atau menolak/mengutuk,” jelas Fega juga alumnus IKA UBB.
Pada kalimat akhirnya ia mengajak kepada segenap pihak yang berkepentingan terhadap potensi sumber daya bahari di wilayah tersebut dalam hal ini nelayan profesi, masyarakat dipesisir pantai, pelaku wisata dan pertambangan untuk bergandengan tangan dengan satu tujuan tercapainya kesamaan hak di muka hukum agar tercipta kerukunan, ketertiban dan keamanan yang berkeadilan serta tercapainya kesejahteraan bagi masyarakat disekitar SDA bahari yang kita miliki. “Bukan kalah jadi abu menang jadi arang,” harapnya.
Penulis : Tahir