Booming-nya Kasus Praktik Prostitusi di Kalangan Remaja

Oleh : ARAMADANNA (Mahasiswi Fakultas Hukum, Universitas Bangka Belitung)

Prostitusi bukan lagi permasalahan yang baru, karena sudah ada sejak dulu, dan sampai sekarang masih belum bisa teratasi. Prostitusi ini merupakan hal yang serius yang harus mendapatkan perhatian lebih oleh masyarakat dan pemerintah. Prostitusi di Indonesia dianggap sebagai kejahatan terhadap kesusilaan serta bersifat ilegal dan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).

Praktek prostitusi adalah sebuah kegiatan yang patut dihentikan atau dilarang karena dianggap bertentangan dengan norma agama dan kesusilaan. Dalam opini hukum ini akan dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan prostitusi dan beberapa upaya yang bisa dilakukan guna mengurangi dan memberantas tindak pidana prostitusi khususnya di kalangan remaja pada saat ini.

Sebuah contoh kasus terjadi di Kota Solo, Jawa Tengah. Polresta Solo membongkar praktik prostitusi online yang melibatkan anak-anak di bawah umur. Menurut pengakuan tersangka yang berperan sebagai muncikari, berinisial Langit (33), WES (21), dan DAH (20), ada korban yang ‘dijajakan’ sebanyak tujuh kali, tiga kali dan dua kali.

Dikutip dari Tribun Solo, Kapolresta Solo Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak menjelaskan, muncikari Langit melibatkan anak-anak di bawah umur untuk melayani pria hidung belang. Anak-anak di bawah umur itu ditawarkan dengan harga Rp500.000. Langit juga diduga mengambil keuntungan dari korban atas jasa menerima ‘tamu’. Tersangka mengambil bagian Rp200.000, sedangkan korban mendapatkan jatah Rp300.000 sekali kencan. Tak hanya sekali, ada beberapa anak di bawah umur yang ‘dijajakan’ berkali-kali oleh tersangka.

Kasus ini terungkap bermula dari patroli siber yang dilakukan oleh Polresta Solo. Polisi menemukan akun mencurigakan di Facebook yang diberi nama Kunthul Bae. Akun itu diketahui merupakan milik muncikari bernama Langit. Dalam akun tersebut, Langit menawarkan anak-anak di bawah umur. “Tersangka Langit ini mentransmisikan informasi elektronik berupa percapakan yang mentransmisikan tawaran open BO. Ketika ada pelanggan yang tertarik, pelaku memberikan komentar yang isinya nomor WA,” kata dia.

Tersangka juga mengirimkan foto korban pada calon pemesan. Kemudian, kedua teman Langit dilibatkan untuk mengantar anak-anak di bawah umur itu ke hotel. Pelaku Langit ini meminta kedua temannya mengantarkan anak di bawah umur ini yang dieksploitasi secara seksual kepada pelanggannya di salah satu hotel di Gilingan.

Polisi akhirnya menangkap tiga pelaku di sebuah hotel di Gilingan, kemudian tiga tersangka di jerat Pasal 761 Juncto Pasal 88 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 10 tahun dan atau denda Rp200 juta.

Banyak faktor yang mempengaruhi tindakan prostitusi ini bisa melibatkan kalangan remaja, diantaranya:
Pertama,
keadaan ekonomi. Keadaan ekonomi memaksa seseorang untuk menjalani prostitusi. Termasuk dalam faktor ini antara lain berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi rendah, kebutuhan mendesak untuk mendapatkan uang guna membiayai diri sendiri maupun keluarganya, tidak mempunyai sumber penghasilan, tingkat pendidikan rendah, minimnya keterampilan dan sengaja dijual oleh keluarganya ke tempat pelacuran.

Kedua, salah pergaulan. Prostitusi dianggap sebagai pilihan yang mudah dalam mencari uang karena rekan-rekan mereka di kampung sudah melakukannya dan bagi masyarakat daerah pelacuran merupakan alternatif pekerjaan.

Ketiga, gaya hidup yang selalu menginginkan kemewahan. Faktor ini menyebabkan seorang melakukan segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut, sehingga mengambil jalur prostitusi sebagai jalan pintas untuk mendapatkan uang yang banyak.

Keempat, frustasi. Kegagalan seseorang untuk mencapai tujuan hidup disebut fustasi. Seseorang yang sangat mendambakan kehidupan rumah tangga yang bahagia akan frustasi bila mengalami perceraian, seorang yang mencintai kekasihnya akan frustasi bila mengalami kegagalan cinta. Keadaan ini dapat menimbulkan rasa kecewa dan sakit hati. Pada umumnya mereka yang terlibat dalam prostitusi karena ingin membalas sakit hatinya.

Kelima, pelaku biasanya tidak menghormati orang tua sehingga melakukan perbuatan tersebut di luar pengetahuan orang tua mereka. Keenam, kurang bersyukur atas nikmat yang Tuhan berikan.

Faktor yang paling sering dan umum ditemukan adalah karena faktor ekonomi. Tetapi, seiring berjalannya waktu, ternyata prostitusi ini tidak hanya dilakukan oleh orang yang kurang secara status ekonomi saja, tetapi juga oleh orang yang mempunyai status ekonomi menengah ke atas dan bahkan juga memasang tarif yang fantastis. Lebih miris lagi, sekarang yang melakukan praktek prostitusi bukan hanya dari orang-orang yang sudah dewasa dari segi umur saja, tetapi sekarang bahkan remaja yang masih berstatus sebagai pelajar pun terlibat ke dalam masalah praktik haram ini. Sifat hedonisme yang tumbuh di kalangan pelajar ini yang sering kali menjadi faktor pemicu untuk melakukan segala cara agar bisa memenuhi keinginannya, termasuk terjun ke dunia prostitusi. Demi bisa mengikuti standar ‘orang berada’ dan tidak mau kalah saing di lingkungannya, terkadang mereka rela untuk terjun ke bisnis haram ini agar bisa mendapatkan uang yang banyak dengan cara yang ‘instan’.

Pekerjaan prostitusi ini merupakan pekerjaan dengan resiko yang tinggi. Dalam melakukan praktik prostitusi ini, mereka sering gonta-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual. Terkadang, pada saat mereka melakukan pekerjaannya, banyak pelanggan yang menipu dan tidak membayar PSK itu. Lalu, apabila mereka melakukan hubungan seksual itu tanpa alat kontrasepsi, maka ada resiko yang lebih tinggi lagi yang mengintai, yaitu bisa saja mereka terinveksi HIV/AIDS bahkan bisa menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan dan berujung kepada tindakan aborsi.

Hukum di Indonesia belum bisa mencakup masalah prostitusi ini. Dalam KUHP hanya ada pasal yang menjerat muncikarinya saja yakni Pasal 296 KUHP dan Pasal 506 KUHP, peraturan lainnya yakni Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk menjerat pelaku jika prostitusi tersebut dilakukan secara online. Selanjutnya setiap daerah biasanya mengatur lebih lanjut mengenai keberlakuan PSK di dalam peraturan daerahnya masing-masing.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *