Swakarya.Com. Penyelenggaraan Pilkada di tengah situasi pandemi Covid-19 memunculkan potensi penyalahgunaan kewewenangan oleh petahana yang diprediksi akan kembali maju di kontestasi Pilkada 2020.
Hal itu menurut Direktur Perludem Titi Anggraini, sangat memungkinkan terjadi terlebih kepala daerah juga menjabat sebagai Kepala Gugus Tugas Covid-19 di daerahnya masing-masing.
“Ini adalah konsekuensi dari penyelenggaraan Pilkada di tengah situasi pandemi. Apakah seorang kepala daerah itu tidak boleh menjabat sebagai Kepala Gugus Tugas? Saya berpandangan tidak harus seperti itu. Kalau memang Pemerintah, KPU dan DPR RI bersepakat Pilkada 2020 berjalan di tengah pandemi Covid-19, maka harus ada regulasi yang mengantisipasi bahwa penyimpangan itu tidak akan terjadi,” ujarnya menegaskan pada saat menjadi pembicara pada Webinar Nasional yang diselenggarakan oleh Bawaslu Provinsi Jambi bekerjasama dengan Fakultas Hukum UNBARI dengan tema: Menakar Asas JURDIL Pelaksanaan Pilkada Dimasa Pandemi Covid-19: Hambatan dan Tantangan, Kamis (25/06).
Titi menambahkan, bahwa Perludem mengusulkan agar pemerintah pusat melalui Kemendagri segera membuat aturan yang melarang segala bentuk simbolisasi bantuan ataupun instrumen program penanganan Covid-19 yang menyertakan simbol-simbol individu, baik berupa wajah, foto, grafis yang mengarah kepada personifikasi orang per orang.
“Yang namanya program penanganan Covid-19 itukan program negara. Harusnya yang muncul adalah simbol negara, bukan simbol individu. Sayangnya regulasi seperti itu belum ada, padahal regulasi seperti itu bisa dan sangat mampu dikeluarkan,” ujarnya.
Selain itu lanjutnya, yang harus dipastikan adalah bagaimana kerja seorang kepala daerah itu betul-betul dalam koridor kerja pemerintahan dan kenegaraan, tidak dipersonifikasi dalam kapasitasnya sebagai aktor politik yang sedang berkontestasi.
“Meskipun misalnya hanya memasang fotonya sebagai Gubernur, Bupati atau Wali Kota, itu tetap tidak boleh, karena itu berupa personifikasi. Apalagi itu adalah program negara. Program negara batasannya jelas, tidak boleh dipersonifikasi oleh orang per orang.
Jadi kalau itu bantuan sosial penanganan Covid-19, ya tulisannya bansos, tidak usah ditampilkan foto Gubernur dan lain sebagainya. Jadi ada daya dukung yang diperlukan dari pemerintah untuk membuat regulasi-regulasi yang memastikan bahwa kompetisi itu tidak disimpangi,” tegasnya.
Proporsionalitas kepala daerah kata Titi juga diperlukan agar para petahana patuh pada kompetisi sehingga tidak menyalahgunakan sumberdaya negara, fasilitas negara, birokrasi, maupun aparatur sipil negara.
“Ini tidak cukup dilakukan hanya oleh Bawaslu tapi harus ada kolaborasi dari Kemendagri, KASN, Ombudsman dan pihak-pihak terkait lainnya,” tuturnya.
Penulis: Fakih