Pangkalpinang, Swakarya.Com. Reklamasi laut yang dilakukan PT Timah bentuknya kian beragam, tidak hanya melakukan penenggelaman artificial reef, tahun ini PT Timah melakukan reklamasi laut dengan melakukan restocking cumi.
Restocking cumi dilakukan sebagai upaya pengkayaaan populasi cumi bangka yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Restocking cumi sejalan dengan reklamasi laut yang telah dilakukan PT Timah penenggelaman artificial reef, dimana fish shelter yang ditenggelamkan sudah banyak ditempeli telur cumi.
Hanya saja, sayangnya telur cumi yang menempel di fish shelter ini kerap dimangsa ikan predator sehingga tidak bisa menetas dan tingkat mortalitasnya tinggi.
Berdasarkan hal itu, PT Timah Tbk menginisiasi untuk melakukan restocking cumi, sehingga telur cumi yang menempel di fish shelter dapat ditetaskan dan menjadi populasi baru sehingga semakin banyak cumi di perairan Babel.
Kepala Bidang Komunikasi Perusahaan PT Timah Tbk, Anggi Siahaan mengatakan untuk tahun pertama ini pihaknya menargetkan untuk merestocking cumi sebanyak 20 ribu ekor anakan cumi. Sistem restocking ini bekerjasama dengan Universitas Bangka Belitung.
“Kita sudah melakukan uji coba bersama dosen UBB dan ini berhasil, nantinya telur cumi yang menempel di fish shelter itu diangkat untuk diletakkan di aquarium besar yang sudah disiapkan UBB untuk ditetaskan, setelah menetas sekitar dua minggu ini akan dikembalikan ke laut, makanya diberi nama restocking cumi,” kata Anggi.
Ia menyebutkan, melalui restocking cumi ini diharapkan tangkapan cumi nelayan akan semakin banyak, sebagaimana diketahui cumi Bangka memiliki keunikannya sendiri dimana ukurannya lebih besar, daging yang lebih kenyal dan tentunya memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
“Ini tahun pertama kita melakukan ini sebagai bentuk pengkayaan populasi, karena kalau menetas secara alami telur cumi ini tingkat mortalitasnya tinggi. Padahal dalam fish shelter kita itu banyak sekali telur cumi yang menempel, kita targetkan 20 ribu ekor anakan cumi untuk restocking cumi ini,” ujarnya.
Sementara itu, Dosen Ilmu Kelautan Universitas Bangka Belitung, Indra Ambalika mengatakan dengan restocking cumi dapat menjaga rantai pasok cumi.
Pasalnya saat ini cumi terus ditangkap dari ukuran cumi cendol yang paling kecil hingga yang paling besar.
“PT Timah sepertinya yang pertama melakukan restocking cumi ini, bisa dibilang inisiator. Stok cumi ini semakin menipis karena dari cumi cendol saja sudah ditangkap. Dengan dibuatnya penetesan cumi ini, nantinya anak cumi ini akan dilepaskan ke Laut kembali,” ujarnya.
Menurutnya, stok telur cumi tidak terlalu sulit ditemukan, pasalnya hampir setiap musim cumi selalu bertelur hanya saja tempatnya yang berpindah-pindah.
Ia mencontohkan, pada musim barat cumi banyak bertelur di perairan timur dan utara pulau Bangka. Sedangkan di pertengahan musim darat cumi banyak bertelur di Perairan Selatan Pulau Bangka dan di musim utara pun cumi masih bertelur.
“Sistemnya telur cumi yang menempel di fish shelter yang ditenggelamkan PT Timah itu yang kita ambil, karena hasil pantauan kita fish shelter yang ditenggelamkan dari 2016-2020 ini banyak ditempeli telur cumi. Lalu dibawa ke darat untuk ditetaskan dengan metode wadah bak terkontrol air laut. Nanti sekitar usia dua minggu sudah menetas kita kembalikan ke laut sehingga lebih besar kemungkinan untuk hidup karena melepas ke perairan yang jauh dari bagan dan terumbu karang,” katanya.
Menurutnya, tingkat keberhasilan penetasan dari hasil peneltian diatas 8 persen. Ia menjelaskan, untuk kapasitas wadah kontrol penetasan cumi yang dimiliki bisa menampung sekitar 10 ribu ekor cumi.
“Kapasitas ini bisa 10 ribu untuk penetasan, telur cumi ini banyak, satu kapsul telur cumi bisa 3-7 cumi dan biasanya kita bisa temukan ratusan kapsul. Di satu fish shelter bisa 8-10 gerombol. 1 gerombol ratusan kapsul. Anakan cumi kita lepas ukurannya sekitar 2 cm dengan usia 5-10 hari. Kita lepaskan cepat karena mereka harus bisa beradaptasi dengan ekositem laut sehingga bisa bertahan hidup dan licah. Kalau semakin lama dilepas nanti akan semakin sulit beradaptasi,” tutupnya.***