Pertambangan Yang Malang

Pertambangan bukanlah suatu hal yang tabu untuk dibicarakan. Bukan hanya tabu, sejak zaman dahulu pertambangan sudah memiliki citra tersendiri di hati masyarakat.

Citra yang dimaksud disini adalah kesan buruk yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan. Memang tidak semua pihak menganggap buruk tentang tambang, akan tetapi pihak kontra jauh lebih banyak ketimbang pihak pro terhadap dunia pertambangan.

Secara umum, pertambangan adalah suatu kegiatan berdasarkan cabang ilmu yang meliputi pencarian, penyelidikan, penambangan, pengolahan, penjualan, serta perbaikan kembali lahan pasca tambang terhadap mineral-mineral serta batuan yang memiliki nilai ekonomis dan tergolong berharga.

Dewasa ini, para ahli pertambangan dan juga pihak yang terkait dengan pertambangan dikejutkan dengan adanya film dokumenter yang di dalamnya menayangkan tentang kerusakan lahan pasca tambang batubara di daerah Kutai Kertanegara.

Film yang berjudul “Sexy Killers” ini secara langsung mengisahkan kesulitan sejumlah warga di Kalimantan Timur untuk mendapatkan air bersih setelah ekspansi pertambangan batubara.

Selain itu, film ini menceritakan tentang dampak dari lubang bekas pertambangan di sekitar kawasan pemukiman warga, dan sepanjang tahun 2014-2018 telah merenggut 115 nyawa.

Intinya, Sexy Killers menceritakan bagaimana dampak besar pertambangan batubara dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap terhadap masyarakat dan lingkungan.

Pertanyaannya, apakah benar pertambangan hanya memberikan keburukan-keburukan yang akibatnya merugikan masyarakat dan juga negara?

Jika hanya merugikan, mengapa tidak hentikan saja aktivitas pertambangan? Apakah pemerintah tidak serius menangani peristiwa yang bahkan sudah difilmkan tersebut?

Faktanya pertambangan merupakan pembangun peradaban dunia. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan pertambangan merupakan salah satu kegiatan dasar manusia yang berkembang pertama kali bersama-sama dengan pertanian.

Oleh karena itu, keberadaan pertambangan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan peradaban manusia. Sungguh begitu besarnya pengaruh dunia pertambangan pada kehidupan peradaban manusia, akan tetapi yang sangat disayangkan adalah kesan buruk yang ditinggalkan berupa kerusakan lingkungan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang akibatnya mencoreng nama baik dari pertambangan itu sendiri.

Padahal hampir seluruh aspek dalam kehidupan sehari-hari dipermudah dengan adanya elemen yang dihasilkan oleh tambang. Selain itu, industri pertambangan juga mampu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat di sekitarnya secara signifikan, karena tingginya penyerapan sumber daya manusia dalam industri tersebut.

Jika diamati, sebenarnya alat makan hingga BBM merupakan produk yang bahan dasarnya adalah mineral tambang. Ketika sedang makan, kita dihadapkan dengan piring dan sendok yang tidak kita sadari dibuat dari bahan hasil tambang seperti tembaga, stanleiss, baja atau ada pula yang dilapisi emas.

Bukan hanya itu, peralatan rumah tangga sehari-hari seperti televisi, laptop, kulkas, jam tangan, bahkan paku juga terbuat dari bahan hasil tambang. Hal ini dapat diartikan, jika tidak ada bahan tambang dan aktivitas pertambangan bagaimana kita dapat membangun rumah tanpa adanya paku dan juga penopang besi. Kita juga akan telanjang dan menjadi layaknya manusia purba jika tidak memakai baju, yang mana untuk menjahit baju pun butuh jarum untuk menjahitnya.

Berangkat dari semua itu, tidaklah baik jika kita menilai buruk dunia pertambangan, padahal sumbangsihnya terhadap peradaban manusia sungguh tidak ternilai.

Hanya karena dampak negatif pertambangan yang ditimbulkan oleh pihak-pihak yang hanya mengambil keuntungan tambang semata, tidak layak jika kita mengatakan bahwa pertambangan hanya merugikan masyarakat dan layak untuk dihentikan. Nyatanya, potensi sektor pertambangan di Indonesia menjadi salah satu penyumbang utama dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di APBN Indonesia.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas sektor mineral dan batubara pada Desember 2018 telah mencapai Rp. 46,6 triliun, yang artinya lebih besar dari sektor-sektor pemasukan lainnya.

Ditambah pula mampu memberikan manfaat ekonomi langsung dari penjualan komoditas tambang dan dapat memberikan manfaat utilitas produk dimana mineral tambang yang dihasilkan akan menjadi bahan dasar bagi pembuatan berbagai produk yang digunakan pada kehidupan masyarakat sehari-hari.

Pemerintah juga telah melakukan bentuk preventif terhadap proses pertambangan dengan mengeluarkan Undang-undang Pertambangan yaitu UU. No 4 Tahun 2009. Di mana dalam undang-undang tersebut telah diatur sedemikian rupa hal-hal yang berkaitan dengan dunia pertambangan, mulai dari mineral, proses yang meliputinya, izin usaha bahkan reklamasi juga sudah diatur di dalamnya.

Akan tetapi yang menjadi pertanyaan, adalah mengapa kerusakan lingkungan masih saja terjadi padahal sudah dibentuk undang-undang yang mengatur tentang pertambangan?
Bukan tidak mungkin untuk terjadi suatu pelanggaran, sebab di dunia ini pasti ada saja manusia yang sifatnya melanggar dan senang berbuat kerusakan. Hal ini biasanya dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan pertambangan secara ilegal, dengan kata lain tidak memiliki izin untuk membuka usaha pertambangan (disebut Tambang Inkonvensional/ TI).

Pihak-pihak seperti ini hanya akan mengambil harta karun yang berasal dari dalam bumi, dan setelah itu hanya akan meninggalkannya tanpa dilakukan kegiatan reklamasi.

Masyarakat perlu mengetahui secara berimbang bahwa untuk dapat melakukan aktivitas pertambangan, perusahaan wajib tunduk pada rangkaian prosedur pertambangan berkelanjutan yang diawasi ketat oleh pemerintah. Selain itu, prosedur tersebut disusun dan diterapkan sesuai dengan Standar Internasional yang berlaku di seluruh dunia.

Jika melihat peraturan, berbagai perusahaan tambang justru memiliki komitmen tinggi dalam menjaga kelestarian lingkungan sekitar. Sayangnya, hal ini belum banyak dikenal dan dipahami masyarakat. Publik lebih familier dengan beberapa aktivitas pertambangan yang dikelola secara tidak bertanggung jawab.

Maka dari itu sebagai masyarakat yang bijak, sebaiknya sebelum kita menilai dan mencap buruk suatu hal, ada baiknya kita telaah dulu lebih dalam mana yang merusak dan mana yang menjadi penyebab kerusakan.

Penulis: Erika Saskia (Mahasiswi FT UBB)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *