Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis, Tugas PK dalam Implementasi Keadilan Restoratif

Penulis: Joni Ihsan, SH.,MH., PK Bapas Kelas I Palembang

Swakarya.com. Tugas Pembimbing Kemasyarakatan (disingkat PK) merupakan bagian dari sistem peradilan pidana anak yang secara normatif diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak (UU SPPA). Sebagai hukum tertulis, UU SPPA memuat materi hukum yang saling terkait, pengaruh mempengaruhi dan terpadu yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.

Tugas PK yang diatur dalam UU SPPA tersebut harus dilandasi oleh pancasila dan UUD 1945, sebagai tugas yang diamanatkan oleh UU SPPA, maka dalam mengimplementasikannya harus memiliki tiga landasan, yaitu landasan filosofis, landasan sosiologis, dan landasan yuridis.


Landasan filosofis adalah filsafat atau pandangan hidup sesuatu bangsa yang berisi nilai-nilai moral atau etika dari bangsa tersebut. Moral dan etika pada dasarnya adalah nilai-nilai yang baik dan yang tidak baik. Nilai yang baik adalah pandangan dan cita-cita dijunjung tinggi yang mengandung nilai kebenaran, keadilan, kesusilaan, dan berbagai nilai lainnya yang dianggap baik. Pengertian baik, benar, adil, dan susila tersebut menurut takaran yang dimiliki bangsa yang bersangkutan.

Menjalankan tugas sebagai Pembimbing Kemasyarakatan yang baik harus berdasarkan kepada semua itu. Jika tugas mulia PK untuk memberikan kepentingan terbaik bagi Anak tanpa memperhatikan moral bangsa akan sia-sia dalam implementasinya.


Adapun landasan sosiologis tugas PK apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Hal ini penting agar tugas PK yang terdapat dalam UU SPPA dapat diterima oleh masyarakat secara luas. Sedangkan landasan yuridis adalah landasan hukum yang menjadi dasar kewenangan tugas yang diemban oleh PK.

Apakah kewenangan pejabat fungsional PK mempunyai dasar hokum yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan atau tidak, karena dasar hukum sangat diperlukan sebagai justifikasi tugas PK. Jika tugas PK berlandaskan ketiga landasan tersebut maka akan tercipta suatu tugas yang mengandung kemanfaataan, keadilan dan kepastian hukum dan dapat diimplementasikan dalam masyarakat.


Salah tugas PK yang berhubungan erat dengan kepentingan terbaik bagi Anak adalah membuat Penelitian Kemasyarakatan (disingkat Litmas). Berdasarkan Pasal 60 ayat (4) UU SPPA, jika Hakim tidak mempertimbangkan laporan hasil litmas dalam putusannya, maka implikasinya putusan tersebut menjadi batal demi hukum.

Menurut Sambas, Anak yang berhadapan dengan hukum yang melewati tahapan-tahapan proses hukum tanpa kehadiran pendamping salah satunya PK Bapas, cenderung terjerumus kembali kedalam pelanggarannya baik itu pelanggaran yang sama maupun pelanggaran yang berbeda.


Agar tugas pokok PK Bapas dapat berjalan dengan baik tanpa menemui kendala yang berarti, maka tugas pokok PK Bapas tersebut harus berlandaskan landasan filosofis, sosiologis dan yuridis yang kuat.

Dalam tulisan ini akan dibahas apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis dan yuridis tugas Pembimbing Kemasyarakatan dalam implementasi keadilan restoratif.

Landasan Filosofis

Pancasila sebagai falsafah kenegaraan atau cita negara (staatsidee) berfungsi sebagai filosofiche grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa (titik temu) diantara sesama warga masyarakat dalam tingkah laku kehidupan bernegara dalam kesepakatan pertama penyelenggara konstitusionalisme menunjukkan hakikat Pancasila sebagai ideologi terbuka.

Makna Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah membuka ruang untuk membentuk kesepakatan bersama masyarakat bagaimana mencapai cita-cita dan nilai dasar tersebut.
Pancasila dalam kedudukannya sebagai kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki dan diyakıni kebenarannya oleh bangsa Indonesia, telah dirumuskan dalam alinea keempat pembukaan Undang Undang Dasar 1945.

Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa, memiliki fungsi utama sebagai dasar negara Indonesia. Dalam kedudukannya yang demikian Pancasila menempati kedudukan yang paling tinggi, sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sebagai sumber hukum dasar nasional dalam tata hukum di Indonesia.
Pancasila dalam kedudukannya sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber hukum dasar nasional, menjadikan Pancasila sebagai ukuran dalam menilai hukum yang berlaku di negara Indonesia.

Hukum yang dibuat dan berlaku di negara Indonesia harus mencerminkan kesadaran dan rasa keadilan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Hukum di Indonesia harus menjamin dan merupakan perwujudan serta tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dan interpretasinya dalam tubuh UUD 1945 tersebut.


Keberlakuan filosofis (filosofischegeltung) suatu kaidah hukum jika mencerminkan cita hukum (Rechtidee) bangsa Indonesia sebagai nilai positif yang tertinggi (uberpositivenwerte) yakni Pancasila. Pancasila berkedudukan sebagai cita hukum (Rechtsidee) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Cita hukum menurut Rudolf Stammler adalah konstruksi pikir yang mengarahkan hukum pada cita-cita yang diinginkan oleh masyarakat. Cita hukum berfungsi sebagai bintang pemandu (Leitstern) untuk mencapai apa yang dicita-citakan.

Dengan semangat, “Ketuhanan Yang Maha Esa”, maka produk peraturan perundangan tentang perlindungan hak-hak pelaku/korban tindak pidana, baik pranata hukumnya maupun penegakannya dan pelaksanaan pemberian hak-hak korban tindak pidana harus didasarkan pada nilai-nilai moral yang luhur.


Nilai-nilai pancasila harus menjadi pegangan Pembimbing Kemasyarakatan dalam melaksAnakan tugas dan fungsi dalam implementasi restoratif justice. Berikut ini landasan filosofis tugas dan fungsi jabatan PK: Ketuhahan Yang Maha Esa, dalam melakukan bimbingan, tugas dan fungsi PK memberikan tuntunan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan terhadap Tuhan YME.

Kemanusiaan yang adil dan beradab, dalam melaksanakan tugas dan fungsi dalam implementasi restoratif justice, maka PK sebagai manusia harus mengakui hak, persamaan derajat dan persamaan kewajiban baik terhadap korban maupun pelaku. Persatuan Indonesia, dalam melaksAnakan tugas dan fungsi dalam implementasi restoratif justice, maka PK harus mendahului kepentingan negara, kesatuan, persatuan dan keselamatan bangsa dari pada kepntingan pribadi atau golongan.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dalam melaksAnakan tugas dan fungsi dalam implementasi restoratif justice, maka PK harus mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan yang dilandasi dengan semangat kekeluargaan.

yang adil dan beradab, dalam melaksAnakan tugas dan fungsi dalam implementasi restoratif justice, PK mengembangkan sikap yang adil dan merata terhadap Anak pelaku maupun Anak korban.

Landasan Sosiologis
Tugas Pembimbing Kemasyarakatan dalam implementasi restoratif justice masih banyak menemui kendala dalam ranah implementasinya.

Kendala teknis diantaranya ego sektoral antar APH, kurangnya koordinasi dan lambannya birokrasi di tiap lembaga APH yang terlibat dalam Restoratif Justice. Hal ini disebabkan ketidaksamaan persepsi tentang keadilan restoratif pada tiap APH sehingga menghambat implementasi keadilan restoratif.

Oleh karena itu tugas Pembimbing Kemasyarakatan memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar keadilan restoratif dapat dimaksimalkan perlu ditambah. Selain itu, pada Permenpan RB Nomor 22 Tahun 2016 keberhasilan Pembimbing Kemasyarakatan menerapkan keadilan restoratif tidak mendapatkan apresiasi karena penghargaan berupa angka kredit nilainya sama dengan ketidakberhasilan Pembimbing Kemasyarakatan menerapkan keadilan restoratif terhadap perkara yang ia tangani.


Untuk mendukung implementasi restoratif justice, Pembimbing Kemasyarakatan dapat mensosialisasikan tugasnya menyebarluaskan arti, program, dasar hukum dan semua aspek mengenai restoratif justice. Dengan sosialisasi, maka pekerjaan Pembimbing Kemasyarakatan mengimplementasikan restoratif justice akan lebih mudah tercapai.

Selain itu untuk membantu masyarakat yang menemui masalah dengan dunia pemasyarakatan, penambahan tugas baru yaitu Pembimbing Kemasyarakatan sebagai konsultan pemasyarakatan yang tugasnya memberi nasehat dan solusi atas permasalahan pemasyarakatan kepada masyarakat yang datang berkonsultasi.

Landasan Yuridis
Tugas dan fungsi sebagai agen sosialisasi pemasyarakatan dan konsultan pemasyarakatan belum ada sama sekali landasan yuridisnya. Berbagai peraturan teknis maupun non teknis yang mengatur tugas pokok dan fungsi Pembimbing Kemasyarakatan belum diatur sama sekali mengenai kedua hal tersebut karena keduanya memang tugas yang baru dicita-citakan.

Oleh karena itu, untuk mendukung tercapainya tujuan dari restoratif justice salah satunya dengan membuat landasan yuridis bagi Pembimbing Kemasyarakatan untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat maupun APH.

Maka melalui revisi Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22 Tahun 2016 tentang Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan dan angka kreditnya, diharapkan menjadi dasar hukum Pembimbing Kemasyarakatan melakukan sosialisasi untuk mendukung tercapainya tujuan sistem peradilan pidana Anak.


Arah pengaturan terhadap revisi Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22 Tahun 2016 tentang Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan dan angka kreditnya yang mengatur pembimbing kemasyarakatan sebagai agen Sosialisasi Pemasyarakatan.

Dengan menambah pengaturan dimaksud akan mendorong Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22 Tahun 2016 tentang Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan dan angka kreditnya dapat lebih komprehensif dalam mengatur seluruh aspek terkait dengan peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam implementasi keadilan restoratif.

Jangkauan pengaturan revisi Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22 Tahun 2016 tentang Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan dan angka kreditnya akan berimplikasi pada keberhasilan penerapan keadilan restoratif dalam penanganan perkara Anak dan dewasa menyongsong RUU Pemasyarakatan dan RUU KUHP.


Arah pengaturan terhadap revisi Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22 Tahun 2016 tentang Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan dan angka kreditnya yang mengatur pembimbing kemasyarakatan sebagai agen Konsultan Pemasyarakatan.

Dengan menambah pengaturan dimaksud akan mendorong Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22 Tahun 2016 tentang Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan dan angka kreditnya dapat lebih komprehensif dalam mengatur seluruh aspek terkait dengan peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam implementasi keadilan restoratif.

Jangkauan pengaturan revisi Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22 Tahun 2016 tentang Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan dan angka kreditnya akan berimplikasi pada keberhasilan implementasi keadilan restoratif dalam penanganan perkara Anak dan dewasa menyongsong RUU Pemasyarakatan dan RUU KUHP. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait