Penulis: Narudin, penyair, penerjemah, dan kritikus sastra Indonesia
Sejak era reformasi, tak ada jejak inovasi dan ekspansi gerakan sastra sekuat dan senyaring Denny JA. Inovasi dan ekspansi gerakan sastra yang kuat dan nyaring sekali itu dalam bentuk puisi, lebih tepat, puisi esai.
Bahkan dalam buku terkenal berjudul 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh (2014), Denny JA berada di urutan ke-30 dalam deret fantastis 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh. Denny JA sejajar dengan Chairil Anwar dan Rendra di dalam buku termasyhur itu.
Sisi inovasi puisi esai ialah menggabungkan puisi dan esai, lebih tepat, haruslah dibaca “puisi (yang bercitarasa) esai” dengan catatan kaki berupa fakta dan puisi berupa fiksi, catatan kaki berupa sumber faktual demi kemunculan fiksionalitas dalam tubuh puisi. Inilah yang disebut sebagai indeksikalitas terbalik dalam kajian Semiotika—fakta sebab dan fiksi akibat.
Inovasi puisi esai telah berlangsung selama 8 tahun sejak buku puisi Denny JA Atas Nama Cinta terbit tahun 2012. Sebelumnya, secara lazim dikenal puisi mengakibatkan catatan kaki untuk menjelaskan kata-kata sulit atau memberi keterangan tambahan dan data-data terhadap puisi.
Dalam puisi esai, justru catatan kaki terlebih dahulu sebagai fakta atau sebagai berita demi kehadiran sebuah cerita. Tatkala puisi-puisi esai telah menunjukkan perbedaan terang-benderang mana catatan kaki definitif dan mana catatan kaki faktual, genre puisi esai kian kuat dari segi bentuk puisi.
Dan lagi, tatkala isi puisi esai bersifat kontroversial perihal isu-isu sosial yang pernah atau tengah terjadi secara antitesis dan kemudian apabila sintesis dari antitesis itu tergapai secara positif dan rekonstruktif, puisi esai akan mapan sebagai genre baru sastra Indonesia secara tekstual dan secara kontekstual.
Secara tekstual dan secara kontekstual pun terjadi, puisi esai telah go international. Jadi, jangkauan puisi esai tak hanya nasional, tetapi juga internasional, misalnya, lomba menulis puisi esai tingkat ASEAN. Para pemenang lomba menulis puisi esai ini tak hanya dari negara Indonesia.
Secara kontekstual, lomba ini menandakan puisi esai telah berada di tingkat internasional. Hasil dari lomba menulis puisi esai ASEAN telah dibukukan berikut kelahiran sebuah buku yang menandakan hubungan dua negara, Indonesia-Malaysia, berisi puisi esai 10 penyair Indonesia-Malaysia.
Ini sebuah tanda bahwa secara kontekstual puisi esai telah memperluas jangkauannya hingga taraf yang mengejutkan tak diduga sedikit pun oleh pihak kontra negatif puisi esai tatkala buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh (2014) terbit.
Para penentang puisi esai (pihak kontra negatif puisi esai) tentu akan menggigit jarinya lebih kuat lagi, baik secara sadar maupun tidak.
Ekspansi gerakan puisi esai terus diselenggarakan oleh Denny JA. Bukti-bukti tekstual terus digulirkan oleh Denny JA setelah perdebatan sengit terjadi, baik di dunia maya maupun di dunia nyata, yakni penerbitan buku tingkat nasional, dikerjakan secara massal, 34 buku puisi esai dari 34 provinsi.
Setiap provinsi menyumbang 5 puisi esai soal kearifan lokal provinsi itu. Total penulis yang terlibat sekitar 176 penulis dari 34 provinsi. Hingga akhirnya terbitlah pula suatu angkatan baru dalam sejarah sastra Indonesia akibat gerakan sastra yang besar secara nasional itu: Angkatan Puisi Esai.
Tambahan pula, dari 34 buku puisi esai di setiap provinsi itu akan lahir 34 skenario film mini (durasi per film mini sekitar 50 menit). Ini film serial mini pertama yang seluruh skenarionya berdasarkan pada puisi esai tersebut.
Tak lama kemudian, terciptalah lomba resensi buku puisi esai terbesar dan pertama di Indonesia. Semua resensi dimuat di Facebook (FB). Seluruh bukunya pun telah diterbitkan. Lomba resensi buku puisi esai ini ialah respons langsung terhadap 34 buku puisi esai dari 34 provinsi itu.
Secara dialektis, tatkala suatu buku lahir, ulasan baik-buruk terhadap buku tersebut ialah bukti konkret bahwa buku itu memang layak dikupas atau dianalisis.
Resensi ialah tulisan analitis dasar terhadap sebuah buku agar dilihat mana bagian kelebihan dan mana bagian kekurangan sebuah buku. Pada tahap selanjutnya, gerakan nasional puisi esai ini akan bermuara pada lomba kritik puisi esai tingkat nasional.
Respons positif atau tanggapan antusias dari para siswa dan para guru demikian menghangatkan hati. Anak-anak Sekolah Menengah Atas (SMA) dari 5 pulau sudah menulis puisi esai dalam 5 buku. Ini suatu petanda kontekstual bahwa puisi esai telah menyentuh batin para siswa dan memengaruhi hati para siswa secara tak langsung.
Tulisan-tulisan puisi esai itu pun ditinjau dari segi petanda tekstual sebagai bukti konkret bahwa puisi esai pada dasarnya dapat ditulis oleh para siswatermasuk oleh para guru sekolahnya yang menaruh minat baik dan kritis terhadap puisi esai.
Lebih dahsyat lagi, lomba kritik sastra terhadap buku-buku puisi esai Denny JA pun diselenggarakan oleh Asosiasi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia (AGBSI). Lomba ini tak hanya berupa kritik sastra (tekstual belaka), tetapi juga berupa lomba vlog. Vlog ialah bentuk singkat dari video-blogging atau vlogging.
Vlog merupakan suatu bentuk kegiatan blogging dengan menggunakan medium video dari ponsel berkamera. Dengan demikian, intensitas ekspansi pengaruh puisi esai sangat cepat dan kuat di wilayah pendidikan dengan bukti para juara kritik sastra ini dari kalangan guru dan siswa.
Bukti-bukti di atas telah cukup mengisahkan pahit-manis perjalanan puisi esai sebagai anak sastra yang terlahir dari rahim akal Denny JA. Selama 8 tahunlah, anak itu kini telah tumbuh besar dan luas jangkauannya—di luar jangkauan kaum kontra negatif puisi esai.
Kini puisi esai bukanlah lagi genre anak tiri di negeri ini bahkan di luar negeri sana. Dan kini puisi esai bukanlah lagi untuk dicaci-maki secara tak teliti dan penuh emosi tak berarti. Akan tetapi, kini puisi esai harus dikritik secara rapi diiringi ilmu tinggi agar masa depan puisi esai kian baik dan perkembangan sastra Indonesia kian beraneka.
Dengan demikian, kian jelas saja, Denny JA bukan sekadar ilmuwan sosial yang paling punya pengaruh politik, melainkan pula ia salah satu tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh sesuai buku berjudul 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh (2014).
Masih adakah yang bisa membantahnya?
Dawpilar, 18 Desember 2019