Penulis: Joni Ihsan, S.H., M.H., PK Ahli Madya pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan
Swakarya.Com. Reintegrasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah penyatuan kembali, pengutuhan kembali. Menurut penulis, disebut penyatuan kembali (reintegrasi) karena Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) adalah mahluk sosial yang dirampas kemerdekaanya sehingga hubungan sosialnya dengan masyarakat terputus untuk sementara waktu, oleh karena itu WBP perlu disatukan kembali/diutuhkan kembali hubungan hidup dan kehidupannya kedalam masyarakat setelah ia menjalani pidana dan mendapatkan pembinaan dari pembina di Lapas, kegiatan ini yang disebut reintegrasi sosial.
Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, menyebutkan bahwa Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) adalah Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan dan Klien Pemasyarakatan.
Pada angka selanjutnya dijelaskan bahwa narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas sedangkan Klien Pemasyarakatan adalah seseorang yang berada dalam bimbingan Balai Pemasyarakatan (Bapas). Sementara itu, Anak Didik Pemasyarakatan (Andikpas) terdiri dari Anak Negara dan Anak Sipil.
Pasal 14 UU Pemasyarakatan adalah dasar hukum hak WBP untuk reintegrasi secara sosial, hak WBP terkait reintegrasi sosial antara lain Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK), Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB) dan Cuti Bersyarat (CB) serta Asimilasi dirumah untuk mencegah penularan dan penyebaran Covid-19.
Namun reintegrasi sosial bagi WBP bukanlah hal yang mudah, orang yang bertahun-tahun dirampas kemerdekaannya bahkan ada yang puluhan tahun tentunya membutuhkan bimbingan dalam menjalin kembali hubungan sosialnya dengan masyarakat.
Oleh karena itu salah satu tugas Pembimbing Kemasyarakatan (PK) adalah memberikan bimbingan bagi WBP yang menjalani reintegrasi sosial tersebut. Selain Pembimbing Kemasyarakatan (PK), salah satu elemen penting dalam reintegrasi sosial WBP adalah penjamin yang layak selama menjalani bimbingan.
Penjamin merupakan salah satu faktor keberhasilan WBP dalam menjalani reintegrasi sosial karena penjamin lah orang yang paling dekat yang akan membimbing, membina dan mengawasi WBP pada awal-awal ia menjalani reintegrasi sosial ke dalam masyarakat.
Siapa saja yang dapat menjadi penjamin reintegrasi sosial, kriteria apa saja yang dibutuhkan untuk menjadi penjamin reintegrasi sosial dan seberapa penting peran penjamin dalam reintegrasi sosial bagi WBP.
Berikut ini penulis mencoba mengulasnya dalam kapasitas penulis sebagai Pembimbing Kemasyarakatan yang salah satu tugasnya membimbing dan mengawasi WBP yang sedang menjalani masa reintegrasi sosial .
Penjamin dalam reintegrasi sudah ditentukan yaitu dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 03 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat pasal 46 angka 1 huruf h berbunyi “surat jaminan kesanggupan dari pihak keluarga atau wali, atau lembaga sosial, atau instansi pemerintah, atau instansi swasta, atau yayasan yang diketahui oleh Lurah atau Kepala Desa atau nama lain”.
Keluarga menurut pasal 1 angka 7 Permenkumham Nomor 03 Tahun 2018 adalah “suami atau istri, anak kandung, anak angkat atau anak tiri, orang tua kandung atau angkat atau tiri atau ipar, saudara kandung atau angkat atau tiri atau ipar dan keluarga dekat lainnya sampai derajat kedua baik horizontal maupun vertikal”. Selanjutnya Pasal 46 ayat (4), menjelaskan penjamin bagi Warga Negara Asing (WNA) yaitu “kedutaan besar/konsulat negara dan keluarga, orang atau korporasi yang bertanggungjawab atas keberadaan dan kegiatan narapidana selama berada di wilayah Indonesia”.
Beberapa elemen masyarakat yang dapat menjadi penjamin reintegrasi sosial tidak berlaku bagi WBP Warga Negara Asing (WNA), khusus penjamin bagi WBP WNA diatur dalam pasal 1 angka 13 yang berbunyi “koorporasi dan/atau orang yang bertanggungjawab atas keberadaan dan kegiatan orang asing selama berada di Indonesia”.
Dari bunyi pasal tersebut, koorporasi tempat ia bekerja dan orang yang bekerja disana dapat menjadi penjamin terhadap WNA yang bekerja di perusahaannya.
Pasal 23 dijelaskan pula bahwa Kedutaan Besar/Konsulat/Pejabat yang ditunjuk oleh Kedutaan Besar dapat menjadi penjamin bagi warganya jika bersedia menjamin warganya tersebut tidak meninggalkan wilayah Indonesia saat dalam masa reintegrasi sosial, menjamin bahwa warganya akan mentaati persyaratan pelaksanaan reintegrasi sosial baik PB, CMB dan CB, menjamin warganya tidak melakukan perbuatan melanggar hukum lagi, membantu Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas mengawasi dan membimbing warganya selama menjalani reintegrasi sosial dan menjamin tidak menerbitkan paspor atau surat perjalanan sampai warganya dinyatakan bebas oleh instansi yang berwenang dalam hal ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Sedikit berbeda dengan Permenkumham Nomor 03 tahun 2018, Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 32 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid 19, elemen masyarakat yang dapat menjadi penjamin lebih luas lagi.
Dalam pasal 5 ayat (1) huruf i, elemen masyarakat yang dapat menjadi penjamin selain yang disebutkan oleh Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 03 Tahun 2018 adalah Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas dapat menjadi penjamin bagi WBP yang akan mengikuti program reintegrasi sosial berupa asimilasi dirumah.
Namun Pembimbing Kemasyarakatan dapat menjadi penjamin asimilasi dirumah merupakan upaya terakhir jika elemen masyarakat lainnya tidak ada yang dapat menjadi penjamin. Ada atau tidaknya elemen masyarakat yang dapat menjadi penjamin tentunya setelah melalui analisa yang mendalam pada Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) yang dilakukan oleh PK Bapas.
Pada masa pandemi covid-19 seperti sekarang ini, Pembimbing Kemasyarakatan sebagai penjamin menerapkan protokol kesehatan yang ketat terhadap calon klien.
Dalam pelaksanaannya, Pembimbing Kemasyarakatan menambah ketentuan dalam surat menyurat yang di wajib tandatangani oleh calon penjamin, baik itu surat perjanjian sebelum reintegrasi maupun surat komitmen bersama dengan penambahan point “menjamin klien untuk menerapkan protokol kesehatan saat menjalani program reintegrasi sosial”, ketentuan ini ditambah dalam upaya memutus mata rantai penyebaran dan penularan covid 19.
Upaya lain yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan sebagai penjamin untuk mencegah penyebaran dan penularan covid 19 yaitu dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, calon klien diwajibkan menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan menggunakan sarung tangan saat bertemu dengan Pembimbing Kemasyarakatan baik itu dalam sesi wawancara penggalian data dan penyerahan berkas-berkas jaminan yang sudah ditandatangani maupun saat bertemu PK sebagai penjamin saat dalam masa bimbingan menjalani reintegrasi.
Namun jika tidak memungkinkan untuk menerapkan protokol kesehatan, maka Pembimbing Kemasyarakatan menggunakan metode lain dalam rangkaian melakukan Penelitian Kemasyarakatan yaitu dengan metode tidak langsung bertatap muka. Pembimbing Kemasyarakatan memanfaatkan teknologi informasi melalui android dengan memanfaatkan aplikasi pertemanan (whatsapp, Line dan lainnya) atau aplikasi informatif lainnya (SMS dan e-mail).
Metode tidak langsung ini sangat bermanfaat karena saat ini hampir setiap orang dikota maupun didesa mempunyai android sebagai imbas dari kebijakan pasar bebas yang memungkinkan tersedia android dipasaran dengan harga terjangkau.
Jika sesi wawancara penggalian data dapat dilakukan dengan android, maka berkas-berkas kelengkapan calon penjamin juga dapat dengan mudah di unggah (upload) menggunakan android.
Saat pelaksanaan reintegrasi sosial, Pembimbing Kemasyarakatan akan melakukan fungsi pengawasan terhadap penjamin dan klien terkait ketaatan dalam menerapkan protokol kesehatan. Melalui media daring, Pembimbing Kemasyarakatan akan mengawasi sikap dan perilaku penjamin dan klien saat menjalani program reintegrasi pada masa pandemi covid-19 terutama ketaatannya dalam menerapkan protokol kesehatan, terutama sekali ketaatan penjamin dan klien agar selalu berdiam dirumah jika tidak dalam keadaan darurat.
Kesimpulan dalam tulisan ini bahwa penjamin bagi calon klien pemasyarakatan berasal dari keluarga yaitu suami atau istri, anak kandung, anak tiri, orang tua kandung atau angkat atau tiri atau ipar dan keluarga dekat lainnya sampai derajat kedua baik horizontal maupun vertikal. Berdasarkan pernyataan diatas, semua elemen masyarakat dapat menjadi penjamin bagi calon klien yang akan reintgrasi sosial.
Namun kriteria tersebut berbeda untuk Warga Negara Asing, bagi WNA pihak yang dapat menjadi penjamin juga sudah di atur dalam peraturan terkait. Khusus untuk calon klien yang memenuhi syarat mengikuti program asimilasi dirumah dalam rangka pencegahan penularan covid-19, jika memang tidak ada orang yang memenuhi kriteria tersebut diatas, maka untuk mendukung kebijakan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Pembimbing Kemasyarakatan bisa menjadi penjamin bagi calon klien asimilasi dirumah. Ini dapat diartikan bahwa Pembimbing Kemasyarakatan menjadi penjamin sebagai upaya terakhir setelah dilakukan penelitian tidak ada orang yang layak menjadi penjamin.***