Bangka Belitung, Swakarya.Com. Cita-cita besar Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Erzaldi Rosman serta para pendahulu dan masyarakat petani untuk mengembalikan kejayaan lada Babel, akhirnya bisa terealisasi.
“Alhamdulillah terealisasi dengan sebuah buku dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI,” ungkap Ketua Tim Pembinaan, Pengawasan, Pengendalian Perdagangan Lada (TP4L) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kombes Pol. Purn. Zaidan, kemarin (Kamis, 4/3/21).
Buku apa yang dimaksud?
Berikut informasi dari Zaidan. Hari Kamis tanggal 4 Maret 2021 pukul 16.00 WIB, sejarah mencatat Bangka Belitung menerima perubahan “Buku Putih” (deskripsi) IG (Indikasi Geografis) Lada Putih Muntok (Muntok White Pepper) dengan sertifikat IG No ID G-000 000 004 dari Kemenkumham RI cq Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI).
Apa dampak buku putih ini?
Jadi buku putih IG ini sebenarnya adalah milik masyarakat petani yang sudah dilegasikan ke pada Badan Pengelola, Pengembangan, dan Pemasaran Lada (BP3L) untuk mengelolanya.
Sehingga dengan adanya IG ini, tata kelola lada serta semua lada yang diperdagangkan dari Provinsi Babel itu harus memakai IG yang dikeluarkan oleh Kemenkumham tadi. Maka mulai hari ini tidak orang yang bisa mengirim lada sembarangan, ekspor lada sembarangan.
“Tidak bisa lagi sembarangan, sudah ada undang-undang dan dengan buku putih IG ini harga tidak bisa lagi dimain-mainkan, karena sudah dibentuk gubernur tim standarisasi harga. Ke depan semakin bagus, tidak bisa lagi orang main-main,” tegas Zaidan.
Buku putih yang diterbitkan oleh Kemenkumham RI pada tahun 2009 sempat mengalami koreksi dari BP3L dan TP4L yang baru, sehingga ada perubahan yang disesuaikan dengan Surat Keputusan Gubernur Babel, tentang pembentukan BP3L yang baru.
Oleh karena itu, untuk mengoperasionalkan IG dalam perdagangan lada Bangka Belitung, diperlukan suatu perubahan atau legalitas terhadap buku putih atau buku persyaratan IG yang dimaksud.
“Itupun (perubahan buku putih) kita sudah ajukan ke Kemenkumham sudah sekitar tiga bulan yang lalu sehingga baru sekarang disetujui dan diserahkan kepada kita. Kemudian itu (buku putih) juga salah satu di antara pelengkap instrumen tata kelola lada Bangka Belitung,” terang Zaidan.
Dengan diterbitkannya buku putih, maka secara instrumen tata kelola lada menjadi hampir sempurna seperti sudah punya kantor pemasaran bersama, sudah punya BP3L, sudah ada TP4L untuk bidang pengawasan, kemudian ada penetapan standar harga, di samping ada AELI (Asosiasi Eksportir Lada Indonesia), dan eksportir lainnya sehingga secara instrumen tata kelola itu hampir sempurna.
“Diharapkan, dengan tata kelola dan manajemen yang bagus ini, tekad Gubernur Kepulauan Bangka Belitung untuk mewujudkan kejayaan lada atau mengembalikan kejayaan lada yang pernah jaya di tahun 2013 sampai 2018, yang mencapai harga Rp 100 ribu/kilogram, dan alhamdulilah sesudah diperbaiki sistem tata kelolanya, sekarang sudah mencapai Rp 60 ribu sampai 70 ribu perkilogram, maka ini alhamdulillah akan terus diupayakan sehingga suatu saat, tidak lama lagi akan mencapai Rp 100 ribu perkilogram,” tegas Zaidan.
Ini adalah target jangka sedang yang harus diupayakan, agar masyarakat khususnya para petani menjadi petani yang sejahtera dan berdampak kepada perekonomian Bangka Belitung keseluruhan.
“Ini yang perlu kita upayakan bersama-sama, mudah-mudahan apa yang diinginkan pak gubernur melalui tangan kita ini bisa terlaksana dengan baik, mudah-mudahan Allah SWT meridhoi apa yang kita lakukan ini,” harapnya menandaskan.
Pemprov Panggil Eksportir Lada di Babel
Sebelumnya, hari Senin (1/2/21) para eksportir lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berkumpul di Kantor Gubernur Babel.
Mereka kumpul atas inisiasi Dirut Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Babel, Prof. Saparudin. Maksud pertemuan itu agar baik pemprov maupun para eksportir lada bisa menyamakan persepsi dan saling konsolidasi mengenai data ekspor dan pengiriman antar pulau atas komoditi lada Muntok White Pepper.
Seberapa penting pertemuan tersebut?
“Penting. Karena kita sinyalir ekspor lada tidak melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB) dan tanpa menggunakan IG (Indikasi Geografis) lada Babel. Karena itu, BUMD Bangka Belitung lakukan rapat konsolidasi dan sinkronisasi data perdagangan lada Muntok White Pepper, ekspor dan antar pulau,” terang Dirut BUMD Babel, Saparudin, sambil menambahkan pertemuan yang digelar di Ruang Tanjung Pesona Kantor Gubernur itu, juga dihadiri stake holder lain seperti Balai Karantina dan KSOP Pangkal Balam.
Dalam pertemuan tersebut kata Prof. Udin, sapaan akrabnya, BUMD lagi-lagi menekankan kepada para eksportir bahwa mereka diminta untuk mendukung penuh program Gubernur Babel tentang ekspor komoditi lada agar dilakukan langsung dari Babel dan menghindari pengiriman antar pulau.
“Karena kalau tidak kita kirim dari sini (Babel) maka output data ekspor komoditi asal Babel, rendah. Jika ekspor dari tempat lain, orang lain yang dapat untungnya, kita malah kecil, padahal komoditinya dari kita. Ini yang kita harapkan bisa disamakan persepsinya dengan para eksportir,” ujarnya.
Nah, untuk mendorong hal itu, Gubernur Babel juga sudah menjalankan program pembenahan di Pelabuhan Pangkalbalam, termasuk di dalamnya adalah rencana mendatangkan kapal kontainer lebih rutin dari jadwal yang sudah berjalan saat ini.
Pembenahan itu sendiri telah dimulai dari instruksi Gubernur Erzaldi tentang operasionalisasi 24 jam Pelabuhan Pangkalbalam yang juga sudah dilayangkan kepada PT Pelindo II Pangkalbalam dan Perusahaan Bongkar Muat (PBM) di Babel.
“Kita mengharapkan para eksportir tidak mengirimkan lada melalui daerah lain, tetapi langsung dari Babel,” harapnya.
Dikatakan Prof. Udin, banyaknya komoditas lada yang keluar dari Babel tanpa melalui IG dan KBM membuat data ekspor Babel tidak sinkron dengan jumlah komoditi yang keluar.
Sehingga konsolidasi yang digelar kemarin itu perlu dilakukan dengan melihat data dari eksportir pada tahun 2020, di mana eksportir masih kerap melakukan ekspor dari Prosedur Operasional Baku (POB) daerah lain seperti Lampung, Jakarta, dan daerah lainnya.
Sedangkan, data ekspor komoditi Babel yang langsung dilakukan dari POB Babel sangat penting untuk menambah alokasi dana pusat untuk pengembangan daerah.
“Selama ini, ekspor Babel selalu terdata kecil, sedangkan faktanya komoditi yang keluar dari Babel cukup besar, seperti udang, yang dikirim antar pulau kemudian ekspornya dilakukan dari POB Lampung. Data BPS pun menunjukkan ekspor Babel kecil, padahal kita miliki produksi sawit, karet, dan lainnya yang cukup tinggi,” tekannya.
Selain itu, dikhawatirkan jika produk seperti lada harus singgah di daerah lain sehingga memungkinkan terjadi pencampuran lada. Prof. Udin menjelaskan bahwa, saat ini produk pangan internasional sudah harus ada ‘ketelusuran’ produknya. Maksudnya, konsumen internasional kini tak mau lagi mengonsumsi sesuatu tanpa tahu bibit, bebet, dan bobot barang yang mereka gunakan.
“Ketelusuran ini juga sedang dipersiapkan agar lada Babel dikenal baik oleh dunia,” tandasnya.***