Resistensi Konflik Yang Tak Berkesudahan


Penulis: Ifdal Lillahi, Alumnus Indef School of Political Economy

Swakarya.Com. Tak ada gading yang tak retak, itulah bunyi pepatah yang selalu terngiang di telinga kita. Sebenarnya keretakan tersebut dapat diminimalisir dengan memetakan terlebih dahulu apa saja kemungkinan terburuk yang akan terjadi.

Namun, itu semua tidak tergambar jelas dari kegiatan yang dilaksanakan secara nasional. Kerjasama yang dilakasanakan oleh Badan Pengelola Latihan (BPL) Pengurus Besar (PB) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dalam kegiatan Pusat pendidikan dan pelatihan khusus (PUSDIKLATSUS) ekonomi politik menjadi sebuah kegiatan yang pada proses rekruitmen pesertanya terjadi semacam misinformation.

Kesalahan inilah yang berdampak terhadap tidak maksimalnya proses pelaksanaan ISPE angkatan yang ke-28.
November 2019 sebagai bulan penyebaran informasi bahwa BPL PB HMI bekerjasama dengan Indef dalam kegitan ISPE angkatan 28.

Kegiatan tersebut menjadi pembicaraan hangat dikalangan kader HMI, karena persyaratan untuk mengikuti ISPE tersebut cukup selektif. Pertama, peserta harus selesai jenjang pendidikan tingginya (starata 1, 2 hingga 3). Kedua, peserta yang lulusan Latihan Kader (LK) II dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) minimal 3.25.

Ketiga, peserta yang lulusan Latihan Kader (LK) III dengan IPK minimal 3.00. Keempat menulis artikel ilmiah. Seleksi administrasi menjadi awalan untuk bisa mengikuti pada tahap selanjutnya yaitu pembuatan paper ilmiah kembali dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Indef yang diinformasikan kembali oleh BPL PB.

Akhirnya pada tanggal 06 Januari 2020 terbitlah Surat Keputusan (SK) Badan Pengelola Latihan Pengurus Besar Himpunan mahasiwa Islam Nomor : IST/KPTS/A/SEK/05/1441.

Tentang : PENGESAHAN CALON PESERTA ISPE PUSDIKLATSUS EKONOMI POLITIK yang memutuskan 30 orang dari seluruh cabang di Indonesia yang berhak mengitu Pusdiklatsus.
Ekspektasi yang tinggi dari peserta yang lulus menjadi sebuah keyakinan untuk mengikuti Pusdiklatsus tersebut. 24 dari 30 orang peserta yang dinyatakan lulus mengikuti ISPE sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

Kehadiran Prof. Mahfud MD dan Kepala Bapenas sebagai keynote speaker menjadi sebuah daya tarik yang luar biasa dalam acara Pusdiklatsus tersebut. Kenyataan yang tidak sesuai dengan berita menjadi kekecewaan terbesar bagi seluruh peserta Pusdiklatsus yang berjumlah 24 orang. Pembicara tidak datang, kegiatannya Cuma 1,5 hari dan ditambah fasilitas bagi peserta yang dari luar daerah tidak ada sebuah kepastian.

Kekuasan dan kewenangan yang dimilki oleh Indef menjadi sebuah parodi kata yang hanya selesai dengan ucapan maaf oleh penanggung jawab ISPE pada akhir perkataannya di acara penutupan ISPE BPL PB HMI pada tanggal 25 Januari 2020. Pihak BPL PB HMI pun dengan segala alibinya lepas tangan dengan santainya setelah penutupan. Pernyataan “udah pada lk-3 ada juga yang sudah lk-2.

Saya kira bukan kapasitas nya untuk mengeluh seperti anak baru lk-1” menjadi sebuah bukti bahwa tidak bertanggung jawabnya pihak BPL PB HMI. Apakah itu telah menjadi budaya yang mengakar pada tubuh HMI sehingga dengan mudahnya kegiatan selesai dan tanggung jawabpun selesai? Inilah pardigma yang selalu menjadi titik pijak argumentasi dan alibinya. Penjelasan ketentuan dalam pelaksaan training ISPE menjadi kecolongan, salah kaprah dan tidak memiliki arah maupun tujuan.


Ketidak jelasan kegiatan tersebut menjadikan pihak pelaksana sebagai kelompok yang mudah cuci tangan terhadap masalah timbul dari kegiatan tersebut. Sangat disayangkan kelompok yang paling dirugikan, adalah peserta PUSDIKLATSUS ISPE. Kekecewaan terhadap kegiatan tersebut tidak sesuai dengan informasi yang beredar, menjadi kehilangn trust terhadap seluruh pelaksanaa kegiatan ISPE. Inilah realitas yang tidak dapat dipungkiri lagi.

Sehingga kelompok yang termarginalkan perlu maju bergerak atau diam tertindas. Tertindasnya suatu golongan bukan serta merta terjadi karena sendirinya, namun pasti ada sebab yang menyebabkan kekecewan tersebut muncul.

Maka dari sebuah kewajaran jika luapan emosi yang termaktub dalam sebuah aspirasi yang perlu disampaikan kepada mereka yang tidak mengerti kondisi. Gambaran kondisi diatas menjadikan kita sadar bahwa ini akan berpengaruh terhadap reputasi sebuah institusi.

Jika reputasi buruk maka yang akan hadir adalah sebuah ketidak percayaan terhadap institusional tersebut. “Sepandai-pandai kita menyembunyikan bangkai pasti akan tercim juga baunya”. Menjadi preseden buruk yang mesti secepat mungkin harus dibuang dan diperbaiki.

Peserta yang berjumlah 24 orang akan menjadi penerang bagi selurh anggota HMI tersebar dari seluruh Indonesia. Satu orang yang menyampaikan kepada satu yang lain, yang lainpun menyampaikan kepada yang lainnya, seperti snowball (bola salju) yang akan bergulir terus hingga waktu lama.

Sehingga citra HMI yang sudah buruk akan bertambah buruk lagi. Citra Indef yang NGO berskala Internasional menjadi terciderai hingga waktu yang lama, jangan ini sampai menjadi bom waktu yang merusak Indef sendiri.

Penjelasan diatas menerangkan kepada kita, bahwa Pertama, janganlah pernah mengerjakan sesuatu tanpa konsep dan narasi yang jelas karena itu sangat merugikan sekali. Bergerak tanpa konsep seperti berjalan dikegelapan tanpa cahaya. Konsep ibarat lilin sebagai penerang dan narasi sebagai role atau peta untuk menuju sebuah cahaya atau terhindar dari kegelapan tersebut.

Kedua perbaikilah cara komunikasi. Komunikasi sangatlah penting dalam persoalan memanusikan manusia. Komunikasi yang baik menjadi pintu pembuka silaturrahmi yang berkelanjutan. Ketiga, tinjau kembali setiap informasi yang akan dipublish. Informasi yang tidak sesuai dengan kenyataannya jangan pernah disebarluaskan. Dan yang terakhir keempat, yang sangat penting adalah adakanlah kegiatan yang mampu menjawab persoalan zaman dari waktu ke waktu.

Akhir kata dari tulisan yang sangat menjenuhkan ini, adalah jangan lupakan proses pemetaan, penguatan dan pendampingan. Kegiatan yang telah dilaksanakan antara INDEF dan BPL PB HMI, pada proses pemetaan diawal sangat perlu dan penting sehingga proses seleksi calon peserta sangat selektif dan luar biasa.

Penguatan dengan penjelasan, bahwa proses selama training berlangsung perlu diperhatikan kembali efektifitas dan efisiensi pelatihan. Terakhir adalah pendampingan, pada aspek inilah yang menjadi point penentu terhadap keberhasilan sebuah kegiatan karena Rencana Tindak Lanjut (RTL) menjadi keberlanjutan dari kegiatan yang telah dilaksanakan. Semoga bermanfaat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *