Oleh : Dr. Jeanne Darc Noviayanti Manik, S.H., M.Hum (Dosen Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung)
Dalam mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka mutlak diperlukan penegakan hukum dan ketertiban secara konsisten dan berkesinambungan.
Rangkaian peristiwa pemboman yang terjadi di wilayah Negara Republik Indonesia telah mengakibatkan hilangnya nyawa tanpa memandang korban, menimbulkan ketakutan masyarakat secara luas, dan kerugian harta benda, sehingga menimbulkan dampak yang luas terhadap kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan hubungan internasional.
Peledakan bom seperti yang terjadi pada hari Minggu, tanggal 28 Maret 2021 di Makasar, Sulawesi Selatan merupakan salah satu modus pelaku terorisme yang telah menjadi fenomena umum di Indonesia, bahkan pada beberapa beberapa negara.
Terorisme merupakan kejahatan lintas negara, terorganisasi, dan bahkan merupakan tindak pidana internasional yang mempunyai jaringan luas, yang mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional. Teroris menggunakan bahan peledak yaitu semua bahan yang dapat meledak, semua jenis mesiu, bom, bom pembakar, ranjau, granat tangan, atau semua bahan peledak dari bahan kimia atau bahan lain yang dipergunakan untuk menimbulkan ledakan.
Pemerintah Indonesia sejalan dengan amanat sebagaimana ditentukan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan sosial, berkewajiban untuk melindungi warganya dari setiap ancaman kejahatan baik bersifat nasional, transnasional, maupun bersifat internasional.
Pemerintah berkewajiban untuk mempertahankan kedaulatan serta memelihara keutuhan dan integritas nasional dari setiap bentuk ancaman baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Untuk itu, maka mutlak diperlukan penegakan hukum dan ketertiban secara konsisten dan berkesinambungan.
Tidak mudah untuk mengadakan suatu pengertian yang identik yang dapat diterima secara universal sehingga sulit mengadakan pengawasan atas makna terorisme tersebut. Perbedaan dalam memberikan definisi terhadap terorisme disebabkan masing-masing pihak berkepentingan dalam menerjemahkan penggunaan istilah terorisme dalam sudut pandangnya. Di samping itu juga disebabkan karena banyaknya elemen terkait.
Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang, maka tindak pidana terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tersebut.
Untuk memulihkan kehidupan masyarakat yang tertib dan aman, serta untuk memberikan landasan hukum yang kuat dan kepastian hukum dalam mengatasi permasalahan yang mendesak dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, maka dengan mengacu pada konvensi internasional dan peraturan perundang-undangan. Tindak pidana Terorisme dapat dilakukan oleh :
- Per-orangan (satu orang)
- Lebih dari 1 (satu) orang.
- Korporasi/ badan hukum.
Pasal tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku diatur dalam Pasal 6 – 19. Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2018, sanksi pidana yang diancamkan kepada pelaku yaitu :
- Pidana penjara waktu tertentu (paling singkat selama 1 (satu) tahun dan paling lama 20 tahun);
- Pidana penjara seumur hidup;
- Pidana mati;
- Pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk memiliki paspor dan pas iintas batas dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun;
- Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana Terorisme dengan melibatkan anak, ancaman pidananya ditambah 1/3 (satu per tiga).
Pemberantasan tindak pidana terorisme dalam Undang-undang merupakan kebijakan dan langkah-langkah strategis untuk memperkuat ketertiban masyarakat, dan keselamatan masyarakat dengan tetap menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia, tidak bersifat diskriminatif, baik berdasarkan suku, agama, ras, maupun antargolongan.