Penulis: Bambang Suherly
Sekum MD KAHMI Belitung Timur
Swakarya.Com. Dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional ke-35 yang dilaksanakan di Kalimantan Selatan besok alangkah baiknya jika kita menyikapi persoalan kebangsaan yang terjadi di tanah air dalam minggu terakhir ini.
Dimana Indonesia dihebohkan dengan pemulangan WNI dari Wuhan oleh pemerintah NKRI pasca negeri tiongkok Cina tersebut diserang virus yang sangat membahayakan yaitu virus corona yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya.
Gimana tidak heboh hampir 3 hari masyarakat kepulauan di ujung utara Indonesia yaitu Kabupaten Natuna memprotes keputusan sepihak dari pemerintah pusat yang menempatkan WNI Wuhan di karantina di daerah mereka sesuai standarisasi oleh WHO yang harus dilakukan selama 14 hari atau 2 minggu.
Penolakan keras oleh masyarakat di daerah perbatasan tersebut diakibatkan karena mereka kaget dan khawatir wabah virus corona itu akan menjangkit ke mereka.
Alasan penolakan mereka pemerintah pusat memutuskan tempat karantina tersebut tanpa koordinasi dan sosialisasi terlebih dahulu ke pemerintah daerah Natuna dan masyarakat bahwa tempat yang pas itu adalah Natuna karena daerah perbatasan dan fasilitas pangkalan militer terlengkap di Indonesia.
Sementara bagi masyarakat Kabupaten Natuna sendiri tentu hal ini sangat meresahkan dan membuat mereka berfikir atas dasar apa pemerintah RI memutuskan WNI dari Wuhan harus di karantina di wilayah mereka sementara menurut keterangan pemerintah mereka yang dikarantina dipastikan bukan yang terkena virus corona.
Kalau begitu kenapa dipulangkan saja ke daerah mereka masing-masing apabila mereka dalam kondisi sehat. Wajar kalau mereka menolak sampai 3 hari berturut-turut gelombang unjuk rasa oleh masa aksi yang tergabung dari unsur masyarakat Natuna yaitu dari DPRD, tokoh muda dan masyarakat lainnya.
Sampai Wakil Bupati Natuna sendiri sampai di Bully akibat ikut menolak keputusan dari pemerintah pusat dan Natuna disebut tidak NKRI.
Dilain sisi tokoh masyarakat Natuna yang juga pakar kemaritiman Rodhial Huda muncul dengan versi yang berbeda untuk menjelaskan kepada seluruh masyarakat Indonesia di TV One bahwa jangan ragukan Ke NKRI dari Natuna sendiri karena mereka dulu ditahun 1975 pernah menampung para tahanan vietnam dan sekarang hidup bersama dengan mereka begitu juga daerah transmigrasi di Natuna sendiri sekarang sudah kecamatan sendiri.
Apalagi yang diragukan dari kami. Cuma masyarakat ingin hal ini harus disosialisasi terlebih dahulu jangan mendadak seperti ini. Sekarang Natuna dipuji sangat manusiawi dan NKRI karena mau menerima daerah mereka sebagai tempat karantina WNI dari Wuhan.
Lupakan persoalan Natuna yang sudah teratasi dan kita kembali ke persoalan pers ini. Dimata khalayak pers terkesan berat sebelah karena lebih mendahului yang mana yang bayar lebih sehingga konten dari isi media sering tidak berimbang.
Nah, sampai disini dimana peran kita masyarakat dalam melihat media sebagai corong publikasi kepada semua orang dalam mengakses dan update pemberitaan yang ingin diketahui. Pemuda sebagai agen of change semestinya bisa memilah media mana yang pas untuk dikonsumsi.
Selain itu, sebagai lokomotif perubahan di negeri sebagai pewaris yang akan meneruskan dan melanjutkan perjuangan pembangunan harus hadir menjadi corong antara pemerintah dan rakyatnya.
Karena dengan memainkan peran sebagai mediator inilah membuktikan bahwa pemuda tidak boleh dianggap sebelah mata. Pemuda jangan mudah terpancing isu-isu negatif yang akan memecah belah persatuan Indonesia.
Justru peran pemuda sebagai pelopor perubahan dan perekat persatuan inilah yang diharapkan di zaman milenial ini. Kita lihat Presiden Jokowi mempercayakan kepada banyak tokoh muda untuk mengisi pos kementerian untuk membantu beliau dalam melaksanakan program pemerintah yang harus disampaikan dan diterima oleh seluruh rakyat Indonesia.
Pak Presiden perlu orang yang energik dan cekatan dalam pergerakan sehingga kaum muda diberikan porsi di kabinet Indonesia Kerja jilid 2 ini. Sekarang banyak kita lihat di eksekutif maupun legislatif di pusat sampai daerah kabupaten/kota banyak anak muda yang menjadi kepala daerah dan Ketua DPRD.
Hal Ini membuktikan bahwa inilah eranya mereka sudah harus siap menghadapi tantangan zaman dan tanggungjawab yang dibebankan oleh rakyatnya untuk melanjutkan estafet kepemimpinan nasional dan daerah.
Dengan peringatan hari pers nasional ini diharapkan pemuda jangan terjebak hoax yang menyesatkan dan kunci dari tugas mulia mereka sebagai ahli waris negeri ini adalah ilmu agama dan mental yang kuat. Sebab seorang yang kuat mentalnya maka tidak akan terjerumus dalam perilaku yang salah seperti miras, korupsi dan ujaran kebencian kepada oranglain.
Seorang pemuda calon pemimpin negeri haruslah berfikir maju, inovatif, kreatif dan positif dalam memaknai perbedaan serta tidak mudah menyerah.
Terakhir penulis berharap Republik Indonesia tercinta ini lebih mengakomodir anak-anak muda potensial untuk mengisi peran dijabatan manapun agar kita bisa melihat sebuah perubahan yang baik seperti layaknya orang tua ingin anaknya menjadi sukses dan juga kebanggaan orang tua.