Pangkalpinang, Swakarya.Com. Semakin tingginya harga timah dunia saat ini, membangkitkan aktivitas tambang-tambang ilegal di lokasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT.Timah Tbk.
Mendengar kabar ini, politisi Partai Golkar, Harianto ikut merasa gerah dan prihatin. Karena itu, untuk mengetahui akar permasalahan yang terjadi, wakil rakyat di DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini meninjau langsung lokasi pertambangan yang berada di beberapa wilayah Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Selatan dan Kabupaten Bangka.
Harianto mengaku saat dikunjungi, para penambang justru menyambut antusias dan berdialog langsung dengan legislator Dapil Kabupaten Bangka Tengah ini.
Para penambang mayoritas mengakui menambang di IUP PT Timah tanpa izin. Mereka menyampaikan keluhan tentang pembelian pasir timah hasil penambangan mereka yang harganya dirasa kurang sesuai, jika harus menambang secara legal menjadi mitra PT. Timah.
“Seperti yang kita ketahui bahwa PT. Timah merupakan perusahaan plat merah ternama, yang seharusnya selalu siap memberi payung hukum serta legalitas agar para penambang bisa bekerja dengan tenang. Fakta yang terjadi di lapangan, para penambang yang beraktivitas di lokasi IUP tersebut enggan untuk mengurus perizinan guna melegalkan aktivitas tambang yang dilakukan dan menjadi mitra resmi, karena harga beli timahnya tidak sesuai,” ungkap Harianto.
Salah seorang penambang yang sudah cukup lama menekuni kegiatan tambang pun saat ditemui Harianto, justru mengungkapkan lebih memilih menambang ilegal karena harga beli pasir timah oleh perusahaan itu terbilang rendah.
“Kami lebih memilih jalur ilegal dikarenakan PT.Timah membeli harga timah lebih murah jika dibandingkan dengan penampungan liar. Jadi bagi kami tidak ada gunanya bertambang secara legal tetapi dari faktor pendapatan hasilnya tidak sesuai,” ucap Harianto menirukan aspirasi penambang.
Perbincangan dengan penambang lainnya disampaikan bahwa, sebelum ini pada Februari 2021 silam, PT. Timah menetapkan harga beli pasir timah 210.000/sn disaat harga logam dunia ini 24.000/metrik ton dengan nilai tukar USD sebesar Rp14.000.
Dan pada September ini, kala harga logam dunia sempat mencapai angka USD 36.000/metrik ton dengan nilai tukar USD yang sama, tidak dapat dipungkiri terjadi kenaikan harga logam dunia yang sangat signifikan.
Namun disayangkan hingga sekarang belum ada kebijakan yang dilakukan PT Timah untuk menaikan harga beli kepada para penambang.
“Kondisi seperti ini sangat dikhawatirkan akan menimbulkan terjadinya penyelundupan timah melalui jalur ilegal. Dan mengakibatkan kerugian negara serta pendapatan untuk daerah Bangka Belitung. Sangat disayangkan kalau ini benar sampai terjadi,” tandas Harianto.
Merujuk dari permasalahan tersebut, anggota dewan ini menegaskan sudah waktunya PT. Timah lebih mempertimbangkan harga beli yang ditetapkan. Apalagi di masa pandemi ini, sangat berpengaruh pada ekonomi masyarakat.
“Sebagai perusahaan yang berpusat di Bangka Belitung, sudah seharusnya kesejahteraan masyarakat setempat menjadi pertimbangan utama. Saya sangat mengharapkan PT.Timah dapat lebih pro kepada Babel. Dengan mengambil kebijakan untuk menaikkan harga pembelian biji timah dari penambang. Pastinya perekonomian di sini juga akan lebih baik dan taraf hidup masyarakat Bangka Belitung akan ikut meningkat,” pungkas Harianto. (RIlis.MPO-PG)