- Jalan Demokrasi dan Kebebasan di Dunia Muslim
Swakarya.Com. Dunia baru memerlukan pula alat ukur baru. Segala hal ditata ulang.
Apakah fungsi tertinggi sebuah pemerintahan? Mengapa sebuah negara harus didirikan? Ini pertanyaan lama, setua usia lahirnya pemerintahan dan negara. Namun dunia baru menginginkan jawaban baru atas pertanyaan lama.
Survei LSI Denny JA di tahun 2015 pernah mengeksplorasi bagaimana warga membayangkan fungsi negara yang ideal. Bagaimana individu mengembangkan harapan tujuan utama sebuah negara?
Tak lain dan tak bukan, harapan atas fungsi pemerintah yang ideal adalah cermin dari kesadaran dan sistem nilai responden sendiri.
Mereka yang beragama secara mendalam menyatakan itu. Negara harus melindungi hak kami menjalankan perintah Tuhan.
Mereka yang mendambakan ekonomi mengembangkan keinginan lain. Kami ingin negara memakmurkan warga. Buat kami kaya raya.
Pejuang hak asasi mendambakan negara yang menjaga kebebasan, keadilan dan keberagaman individu. Warga lain lebih memilih pemerintahan yang bersih, pendidikan dan kesehatan yang terjamin. Mereka yang lebih spiritual lebih mendambakan pemerintah yang aktif, yang membuat warga negara bahagia.
Inti dari pandangan di atas, responden sepakat. ukuran keberhasilan sebuah negara tak cukup hanya diukur dari satu ukuran saja. Entah itu petumbuhan ekonomi. Entah itu syariat agama.
Manusia tak hanya hidup dari roti. Namun manusia juga tak hanya hidup dari kebebasan.
Bisa dipahami jika Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB, UNO) menyusun platform baru untuk mengukur kemajuan sebuah negara. Sejak tahun 2011, badan di bawah PBB, Sustainable Development Solution Network bekerja.
Disusunlah sebuah resolusi bernomor 65/309. Judulnya; Happiness, Towards a Holistic Definition of Development. Manusia itu multi dimensi. Ukuran sukses pembangunan harus pula multi dimensi. Tapi tujuan utama pembangunan tetaplah kebahagian manusia yang hidup di dalamnya.
-000-
Sejak tahun 2012, PBB mengaplikasikannya. Evaluasi pertumbuhan negara itu disebut World Happiness Report. Enam dimensi pembangunan menjadi patokan. Yaitu GDP Perkapita, social support, healthy life expectancy, freedom to make life choice, generousity dan perception of corruption.
Inilah kriteria sukses pembangunan paling komprehensif yang pernah dibuat. Dimensinya kaya, mulai dari kesejahteraan ekonomi individu hingga kultur derma dan tolong menolong warga.
Tak lupa dianggap penting kebebasan warga mengekspresikan agama dan keyakinan. Termasuk dalam kriteria itu kesehatan warga hingga terbentuknya pemerintahan yang bersih.
Sejak tahun 2017, World Happiness Report ini juga memasukkan kebahagian para imigran di negara tersebut untuk menentukan kualitas pembangunan. Karena migran kini menjadi fenomena global, tak hanya kebahagian penduduk asli yang penting. Imigran juga perlu dibuat bahagia.
Index, pembobotan dan rangking index kebahagiaan 156 negara di dunia disusun. Survei opini publik dari Gallup Poll dan World Values Survei banyak berperan mengumpulkan data.
Dua puluh negara paling tinggi skornya di tahun 2019, antara lain: Finlandia, Denmark, Norwegia, Iceland, Netherland, Switzerland, United States, Inggris, Jerman, Belgia, Israel, dan Chechia.
Apa kesamaan 20 negara di atas? Mereka tak hanya berlokasi di Eropa atau Amerika Serikat. Ada juga negara di wilayah Amerika Tengah. Hadir pula negara dari Timur Tengah. Kesamaan 20 negara di atas adalah mereka menerapkan pemerintahan demokratis dan jalan kebebasan.
Dibanding sistem politik dan ekonomi lain, demokrasi plus kebebasan terbukti dengan data lebih memajukan warga negara dengan seluruh dimensi. Tentu banyak kelemahan sistem demokrasi plus kebebasan. Namun terbukti sistem ini tetap lebih baik dibandingkan alternatif lain.
Bertebaran riset yang sudah dibuat menunjukkan korelasi positif antara demokrasi, kebebasan dan kebahagiaan warga negara. Demokrasi dan kebebasan tak hanya pula menghormati pilihan gaya hidup dan keyakinan individu. Ia juga menciptakan kultur generousity, dan pemerintahan yang bersih.
-000-
Itulah alasan pertama mengapa dunia Muslim perlu mempertimbangkan hijrah memeluk jalan demokrasi dan kebebasan. Jalan ini yang paling mungkin membawa warga negara kawasan Muslim tumbuh multi dimensional.
Hijrah menuju kebebasan dan demokrasi semakin mendesak karena realitas di kawasan itu menunjukkan gelagat sebaliknya. Pilihan jalan demokrasi dan kebebasan perlu dianggap keharusan bagi negara yang sudah mampu.
Data yang disusun Economist Inteligence Unit cukup memprihatinkan. Dari 50 negara yang mayoritasnya Muslim, tak ada satupun berada dalam kualitas Full Democracy.
Hanya 6 persen (3 negara dari 50 negara Muslim) berada di level kedua: Flawed Democracy. Sebanyak 30 persen berada di level ketiga: Hybrid Regimes (15 negara dari 50 negara Muslim). Paling banyak 60 persen (32 negara dari 50 negara Muslim) berada pada level paling rendah: Politik Otoriter.
Setidaknya ada lima alasan. Mengapa Dunia Muslim perlu hijrah mengambil jalan demokrasi dan kebebasan.
Pertama adalah alasan yang sudah dieksplorasi di atas. Dibanding sistem pemerintahan lain, jalan demokrasi dan kebebasan yang paling mungkin membangun kebahagiaan warga dengan aneka dimensinya. Data yang berbicara.
Kedua adalah alasan yang sangat penting bagi pemeluk Islam: memegang teguh nilai yang dianjurkan kitab suci Al-Quran. Tim yang dipimpin seorang akademisi Timur Tengah: Hossein Askari menyusun Islamicity Indexes.
Index ini mengkategorikan prinsip nilai Alquran dalam serangkain indikator yang terukur. Empat kategori dibuat: Ekonomi, Legal and Governance, Human and Political Rights dan Internasional Relations.
Negara manakah di dunia yang menumbuhkan nilai yang paling islami? Data Islamicity Index tahun 2018 membuat kita terperangah. Sebanyak 20 negara paling tinggi, paling bagus nilai islamicty index itu bukan negara Islam. Bahkan di negara itu, mayoritas penduduknya bukan pula Muslim.
Daftar 20 negara itu adalah New Zealand, Swedia, Netherland, Iceland, Ireland, Denmark, Canada, Australia, Norwegia, Chec Republik, Jepang, hingga Malta.
Apa kesamaan 20 negara itu? Tak hanya negara Eropa yang hadir dalam daftar Islamicity Index tertinggi. Ada pula negara Asia seperti Jepang. Kesamaan 20 negara itu semuanya mengambil jalan demokrasi plus kebebasan.
Bahkan nilai Alquran, nilai ekonomi, hukum, pemerintahan yang islami lebih tumbuh di negara yang menganut demokrasi plus kebebasan.
-000-
Ketiga adalah alasan ekonomi. Berdasarkan riset yang dibuat Adam Przeworsksi dan Fernando Limongi (1997), gambaran itu tersaji. Mereka melakukan studi mengenai 135 rezim di seluruh dunia antara tahun 1950-1990.
Kesimpulannya, level ekonomi satu negara menentukan apakah negara itu akan stabil jika bertransisi menuju jalan demokrasi. Semakin kaya sebuah negara, semakin stabil transisi negara itu.
Adam dan Fernando menyimpulkan filter di angka GDP per kapita 3000 USD ke atas. Berdasarkan risetnya, jika satu negara sudah mencapai GDP 3000 USD per kapita, transisi negara itu menuju demokrasi relatif aman.
Bagaimana dengan dunia muslim? Dari data IMF 2019, 28 negara Muslim ini memiliki GDP per kapita di atas 3000 USD. Negara itu antara lain: Qatar, United Emirates Arab, Brunei, Saudi Arabia. Bahkan GDP per kapita negara ini di atas 20.000 USD.
Di bawah negara itu, antara lain ada Libya, Iran, Irak, Oman, Kazhaktan, Lebanon, dan Maldives. Negara muslim ini GDP per kapitanya di atas 5.000 USD.
Masih GDP per kapita di atas 3000 USD ada Mesir, Palestina, Maroko, Kosovo dan Jordania.
Sebanyak 28 Negara Muslim siap dan aman secara ekonomi, jika mereka mengambil jalan demokrasi dan kebebasan. Namun sampai tahun 2019, hanya tiga negara Muslim yang berada di level Flawed Democracy: Malaysia, Tunisia dan Indonesia.
Tak ada halangan ekonomi jika 28 negara Muslim itu hijrah menuju Demokrasi dan Kebebasan.
Alasan Keempat adalah rakyat banyak di sebagian Dunia Muslim sendiri menginginkan demokrasi. Pew Research Center pada tahun 2012 melaksanakan survei di enam negara Muslim. Negara itu: Lebanon, Turki, Tunisia, Mesir, Pakistan, dan Jordania.
Pertanyaannya, apakah sistem demokrasi menjadi pilihan untuk diterapkan di negaranya? Baik di Lebanon, Turki. Tunisia, Jordania dan Mesir, di atas 50 persen menginginkan demokrasi. Di Pakistan, yang menginginkan Demokrasi sedikit di bawah 50 persen, tapi demokrasi tetap pilihan tertinggi di atas sistem politik lain.
Untuk kasus Enam Negara Muslim itu, rakyatnya juga menginginkan demokrasi.
Perubahan besar berikutnya secara global adalah reformasi di Dunia Muslim. Perubahan kualitas demokrasi dan kebebasan di kawasan ini sangat signifikan mempengaruhi dunia. Apalagi di tahun 2070, Pew Research Center, yang berpusat di Amerika Serikat meramalkan pemeluk Agama Islam akan terbesar di dunia.
-000-
Sudah cukup alasan mengapa hijrah mengambil jalan demokrasi dan kebebasan perlu menjadi pilihan kawasan Muslim. Di sebagian wilayah itu, kondisi ekonomi, dan dukungan opini publik juga sudah siap.
Dibutuhkan selanjutnya “craftmanship,” pilihan strategis para elit untuk hijrah. Dua puluh tahun lalu siapa yang menduga. Kawasan komunisme, Rusia dan Eropa Timur perlahan tapi pasti juga hijrah mengambil jalan demokrasi dan kebebasan.
Gorbachev kala itu ikut berperan besar. Elite politik di aneka negara Eropa Timur juga merespon dan bergerak untuk itu.
Dunia Muslim agaknya membutuhkan “Gorbachev Versi Muslim.” Perlu ada tokoh di sentral kawasan Muslim. Lalu tokoh sentral itu direspon oleh elit untuk memulai demokrasi dan kebebasan di aneka negara Muslim lainnya***
(Bersambung)