Membangun sebuah negara besar harus dimulai dari hal yang kecil. Artinya membangun sebuah negara harus dimulai dari tingkat pemerintahan yang kecil yaitu desa.
Hal ini selaras dengan jargon pembangunan Indonesia yakni “Membangun Dari Desa” yang digemborkan oleh Jokowi selaku Presiden Republik Indonesia.
Menilik lebih jauh, hal ini benar adanya. Pemerintahan Indonesia dapat diibaratkan sebagai sebuah pohon. Yang menjadi akar dari pohon tersebut adalah desa. Sehingga, bila pembangunan desa sudah benar dan maju dilaksanakan maka akan berimbas bagus ke pemerintahan di atasnya. Ibarat sebuah pohon yang memiliki akar yang kuat, maka akan kuat dan kokoh pula pohon itu.
Untuk mengimbangi hal tersebut, maka perlu sebuah modal dan manajemen yang baik. Adanya sebuah otonomi daerah sampai tingkat desa memberikan kebebasan dan fleksibeltas pemerintah desa dalam membangun daerahnya sesuai dengan kekayaan dan kultur yang terdapat di desa tersebut. Untuk membantu pengelolaan dan pembangunan desa maka, Jokowi memberikan kebijakan dana desa. Perlu kita ketahui bahwa dana desa yang diberikan adalah sebesar dua miliar rupiah tiap desa.
Dana desa dapat diibaratkan sebuah modal. Modal inilah yang akan diperuntukkan untuk melakukan pembangunan desa baik dari segi infrastruktur dan ekonomi. Bila kita memperhatikan kebiasaan peruntukan dana desa di Bangka Belitung maka menurut pandangan penulis, penggunaan dana desa paling besar digunakan untuk membangun infrastruktur. Infrastruktur yang dimaksud dapat berupa pembangunan jalan, jembatan, lapangan bola, dan pasar.
Yang menjadi perhatian penulis adalah pada pembangunan segi ekonomi dan tidak adanya peruntukan dana untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) desa yang baik dan berpikiran maju. Sudah seperti sebuah kebiasaan masyarakat Bangka Belitung untuk ikut-ikutan. Membangun satu toko kelontong yang dinamakan BUMDES (Badan Usaha Milik Desa) maka desa lain akan turut membangun BUMDES pula. Apakah salah? Tidak. Tetapi sangat tidak maksimal peruntukannya dan justru dapat merugikan masyarakat.
Coba Anda perhatikan berapa banyak toko kelontong yang ada di Desa Anda. Pasti sangat banyak. Mari kecilkan lagi. Coba Anda perhatian toko kelontong yang berada dalam lingkup RT Anda. Apakah melebihi lima? Mungkin melebihi sepuluh. Pasti ada toko kelontong yang nampak dari mata Anda yang jaraknya hanya dua rumah. Banyaknya toko kelontong tidak menandakan majunya sebuah desa, justru sebaliknya. Konsumen menurun dan keuntungan yang didapat tidak besar. Ini menjadi salah satu contoh bahwa masyarakat Bangka Belitung memiliki kebiasaan ikut-ikutan dan minim kreativitas.
Melihat kondisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dana desa yang diperuntukkan untuk membangun toko kelontong adalah tidak tepat dan justru menjadi pesaing toko kelontong warga. Tetapi kondisi ini dapat menjadi menjadi sebuah keuntungan bila dana desa justru digunakan untuk membangun toko penyetok. Artinya BUMDES digunakan sebagai agen penyetok barang. Sehingga warga yang memiliki toko kelontong dapat membeli stok barang di BUMDES. Ini sudah menjadi sebuah kemajuan untuk BUMDES. Kemudian dapat kita perkirakan bahwa perputaran uang yang terjadi di desa akan lebih besar karena toko kelontong yang sebelumnya membeli stok barang di luar cukup membeli di BUMDES.
Bila kita memikirkan lebih jauh, sebagaimana pendapat di awal bahwa dana desa adalah sebuah modal maka harus pula digunakan untuk mendapat keuntungan dan menjadi dana pemasukan desa.
Apakah salah membangun fasilitas umum? Oh, tentu tidak. Dapat kita ibaratkan Anda diberi sebuah modal sebesar Dua Miliar. kemudian dana tersebut Anda habiskan untuk membangun benda mati seluruhnya. Setelah itu pemodal kembali dan menanyakan kemana dan diapakan modalnya? Anda dengan bangga menyatakan bahwa modal habis dan buktinya lengkap. Pasti pemodal sangat marah karena tidak ada keuntungan yang didapat. Artinya membangun benda mati dengan seluruh dana desa adalah kurang tepat dilakukan. Seharusnya yang sangat penting dibangun adalah SDM desa terutama pemuda desa agar memiliki daya pikir yang kreatif untuk memajukan desa.
SDM yang kreatif sangat minim kita dapatkan di Desa. Padahal zaman sudah semakin maju dan nalar berpikir juga dituntut untuk maju dan kreatif. Sangat bermanfaat sekali bila dana desa diperuntukkan untuk memberikan pelatihan yang sesuai dengan sumber daya dan kultur budaya setempat.
Untuk penutup, penulis kembali menekankan bahwa dana desa adalah sebuah modal untuk membangun desa. Oleh karena itu dana desa harus digunakan dengan bijak dan tepat mamfaatnya. Jangan sampai hanya sebagai modal hura-hura tanpa ada pemasukan dan kemajuan dari desa tersebut. Bila Anda sudah mambaca tulisan ini, kalau begitu coba Anda perhatikan apa yang sudah terjadi dengan dana desa di tempat Anda? Bila tidak nampak, maka Anda harus segera ke pemerintah desa. Karena di sana juga ada hak Anda.
Penulis: Ramsyah Al Akhab.