Ada Dia Di Sana

Penulis: ReaLme

“Kak ….”


Swakarya.Com. Hening, tidak ada siapa pun selain diriku. Padahal tadi aku sangat yakin ada seseorang yang berjalan di belakang. Perasaanku saja, atau bagaimana. Angin tiba-tiba menguarkan aura berbeda, membuat hati makin tak tenang.
Hampir seminggu kejadian seperti ini aku alami. Aroma kapur barus yang menyengat hidung. Mimpi buruk yang mulai menghantui hampir setiap malam.

Dan merasa diawasi beberapa pasang kemana pun kaki melangkah.
Kuteguk habis air yang berada di gelas. Ingin segera mengurung diri di kamar dan menyelesaikan cerpen yang menjadi tugas akhirku di grup online belajar menulis yang kuikuti. Genre horor berbalut misteri menjadi pilihan, yang diambil dari kisah nyata di desa tempatku tinggal.

Menceritakan tentang misteri kematian seorang wanita yang akan kutambahi sedikit fiksi sebagai bumbu pemanis. Sengaja memilih genre ini meski aku belum pernah mencobanya. Berharap bisa menjadi penghargaan untuk dia yang telah sukarela membagi ilmu.
*
Malam semakin pekat, dan aku masih berkutat dengan ponsel di tangan. Berbaring sendirian di karpet yang terletak di ruang tengah. Kebiasaan tidur lewat tengah malam membuatku sedikit pun tak merasa kantuk, meski jarum jam telah menunjukkan angka sebelas.


Cerpen itu harus segera kuselesaikan karena batas hari pengumpulan sudah dekat. Dua kalimat telah kurangkai sebagai lanjutan dari paragraf sebelumnya.

Suara hujan di luar menjadi pengiring jari ketika menari di atas layar ponsel. Semuanya begitu lancar dan biasa saja, hingga ujung mata tanpa sengaja menangkap sosok yang berada tak jauh dari tempatku berbaring.

Berdiri di antara pintu samping dan kamar. Rambut panjang menutupi wajahnya. Tanpa melihat aku tahu jika dia menatap tajam ke arahku. Sorot matanya perlahan mengikis keberanian yang sejak pagi berusaha kupupuk.


Setelah merafalkan beberapa ayat Al-Quran, kuberanikan menoleh ke arahnya, tapi tak kudapati siapa pun.

Melanjutkan menulis cerita hingga selesai tanpa memedulikan jika itu sudah di luar kisah aslinya. Setelahnya, ku non-aktikan benda persegi panjang tersebut dan tak lupa menyentuh pilihan save sebelumnya. Kemudian, bergegas masuk kamar dan memejamkan mata meski tetap aku belum bisa tidur.
*
Kuceritakan kejadian semalam kepada salah satu teman literasi. Yang kukenal di grup WhatsApp antologi cerpen remaja. Ia seseorang yang ramah kepada semua orang.


“Kak, aku berasa ada yang ngikutin.” Begitu tulisku di percakapan kami via WA.


Sebelumnya aku memang sudah menceritakan tentang beberapa gangguan yang kualami kepadanya. Namun, kali ini ku keluarkan semua perasaan takut yang masih tersisa di diri.


“Perasaan aja mungkin,” balasnya tak lama kemudian.


“Waktu lagi minum kemaren, aku ngerasa ada yang lewat di belakang.”


“Hush, mana ada. Kamu cuma parnoan.”
Kuyakini diri kalau aku cuma parnoan sebab baru pertama kali nulis horor.

Setelah mengirim beberapa percakapan lagi, kulanjutkan kembali mendengar murotal yang dibacakan oleh putri salah satu Ustadz kondang negeri ini melalui ponsel.
Ketika hampir terlelap, aku melihatnya lagi.

‘Dia’ ada di sana, berdiri tak jauh dari tempat semalam. Entah kenapa, aku merasa sorot kemarahan di matanya. Tubuhku mulai gemetaran, keringat dingin mulai keluar melalui pori-pori. Jantung pun tak kalah berdetak kencang.


Suara motor Kakak yang baru pulang kuliah menyadarkanku. Aku duduk dengan tangan memeluk kaki serta tubuh yang masih bergetar hebat, air mata pun mulai membendung di pelupuk. Kalimat Istighfar tak henti terucap sebagai reaksi refleks tubuh.

Hingga adzan magrib yang berkumandang membuat diri sedikit tenang. Seakan lafal Setelah meminum beberapa teguk air putih, aku melangkah ke kamar mandi. Mengambil air wudhu lalu melaksakan kewajiban sebagai seorang muslim. Menghadap kepadaNya.

END
Karpet ungu, 231019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *