Bangka, Swakarya.Com. Puluhan petani singkong (ubi casesa) memprotes kebijakan yang diambil oleh Pemkab Bangka atas penghentian sementara aktifitas produksi PT Bangka Asindo Asri (BAA).
Akibat penghentian sementara ini, puluhan petani singkong yang sebagian besar berasal dari wilayah Bangka dan Bangka Barat ini terancam merugi dikarenakan PT BAA enggan menerima singkong petani dengan alasan produksi dihentikan sementara waktu sembari menunggu keputusan dari Gubernur Babel menindaklanjuti hasil kajian tim independen terkait produksi perusahaan itu yang dikeluhkan masyarakat Kenanga atau dugaan bau tak sedap.
Pantauan dilapangan, Kamis (19/3), puluhan petani singkong yang mengaku telah mengantri dan bermalaman selama 3 hari disekitaran area PT BAA terlihat kecewa lantaran pihak perusahaan enggan menerima singkong yang dibawa puluhan petani tersebut ke PT BAA.
“Kami la 2 hari 2 malem rela ngantri disini biar ubi kami ikak beli. Ape alasan perusahaan tidak mau menerima ubi kami ni,”tanya sejumlah petani kepada pihak perusahaan.
Atas pertanyaan itu, pihak perusahaan meminta kepada para petani untuk tetap tenang dan sabar karena penghentian tersebut sifatnya sementara.
“Keputusan itukan dari atas dan mereka yang buat, jadi kita harus mematuhi aturan yang mereka buat. Dan untuk hari ini ubi yang ada silahkan bongkar, tapi kita batasi,” katanya.
Mendengar penjelasan tersebut, puluhan petani langsung melayangkan protes kepada perusahaan atas pembatasan menerima ubi petani yang saat ini memasuki panen raya.
“Percuma pak, jangan dibatasi. Kasihan kami karena kami sudah dua malam ngantri disini. Mane sekarang petani ni tengah panen raya. Jadi hasil tanam kami ni nek dikemanain kalau perusahaan tidak mau menerimanya,” katanya.
Kembali pihak perusahaan menjelaskan, apa yang mereka lakukan ini hanya untuk menghormati kebijakan yang telah diambil Pemkab Bangka.
Namun puluhan petani tetap bersikeras agar pihak perusahaan menerima ubi mereka dengan alasan ubi casesa ini merupakan salah satu program yang dibuat pemerintah daerah ini demi meningkatkan kesejahteraan petani dan perekonomian masyarakat.
“Ubi inikan program pemerintah. Yang nyuruh kite nanem Ubi ni siape, pemerintah. Kok sekarang malah jadi kayak ni. Mane modal kami banyak keluar dilahan untuk nanem ubi,eh pas nek jual kayak ni, kita dipersulit,” kesal petani.
Mendengar keluh kesah yang disampaikan puluhan petani ini, Manager Humas PT BAA, Sulaiman meminta kepada puluhan petani ini untuk tetap tenang dan tidak melakukan hal hal yang dapat merugikan diri sendiri.
Karena menurut dia, apa yang dilakukan oleh pihak perusahaan sesuai dengan himbauan yang diberikan oleh pemerintah agar PT BAA menghentikan sementara waktu produksinya sembari menunggu keputusan dari Gubernur Babel.
Hanya saja menurut, himbauan yang dikeluarkan Pemkab Bangka ini terkesan abu abu lantaran sampai saat ini pihak perusahaan belum menerima surat resmi dari Pemkab Bangka atas himbauan produksi sementara PT BAA ini.
“Kita dihimbau stop sementara produksi. Jadi begini, yang namanya produk hukum, itu ada surat dan kami belum dapat surat. Disamping itu kami juga butuh bakteri, tapi tidak sebanyak itu,” katanya.
Untuk itu, kata Sulaiman, dalam waktu dekat pihak perusahaan akan secepat mungkin mengirim surat ke Pemkab Bangka agar produksi yang dimaksud tetap berjalan dengan alasan bakteri yang berada dikolam penampungan limbah butuh makanan.
Sementara, Kartuli,petani singkong asal kecamatan Belinyu mengaku kecewa atas keputusan yang diambil oleh pemerintah dengan menghentikan sementara waktu aktifitas produksi PT BAA.
“Kami bebondong bondong pagi tadi masuk, ternyata pabrik (PT BAA) tidak menerima. Pas dengar penjelasan, rupe a bukan pabrik yang tidak mau menerima ubi kami ni, tapi pemerintah yang tidak menerimanya karena pabrik ini untuk sementara ditutup katanya dan produksinya juga terbatas, hanya 20 ton dan itu pun hanya untuk menghidupkan bakteri,” katanya.
Atas kondisi ini, Kartuli mengaku aneh atas yang diambil oleh pemerintah. Karena menurut dia, ubi casesa ini merupakan salah satu program yang dibuat oleh pemerintah agar masyarakat daerah ini bercocok tanam ubi casesa.
“Kami pertanyakan pemerintah ini, kenapa seperti ini. Jadi kami ini pupuk subsidi dibantu, bibit dibantu dan dana pun dibantu lewat dana KUR untuk menanam ubi. Tapi kenyataannya setelah panen sekarang, kami dihambat,” katanya.
Bahkan Kartuli bersama puluhan petani lain mengaku bakal mengalami kerugian yang sangat besar jika pihak perusahaan enggan menerima singkong hasil panen petani yang saat ini memasuki panen raya.
“Kalau perusahaan tidak mau menerima, siapa yang mau bertanggung jawab atas kerugian kami ini. Soalnya kami ngantri disini sudah 3 hari 3 malam. Lewat dari itu, ubi kami ini pasti busuk. Jadi 2 mobil itu nilainya belasan juta, apa pemerintah mau tanggung jawab,” katanya.
Namun jika ubi yang mereka bawa tidak diterima oleh pihak perusahaan, puluhan petani ubi ini mengecam akan menurunkan ratusan ton ubi tersebut di halaman kantor Bupati.
“Kalau tidak diterima juga, ya akan kami bawa dan turunkan dikantor Bupati. Karena menganjurkan kami menanam ubi ini, ya pihak pemerintah. Jadi kami mau bertanya, siapa yang akan bertanggung jawab atas nasib kami ini,” katanya.
Senada dikatakan oleh Hairul, petani ubi dari Jebus, Bangka Barat yang mengaku sebagian ubi yang dibawa dari Bangka Barat ke PT BAA menggunakan dua unit mobil truck kondisinya sudah mulai tak membaik.
Atas kondisi itu, ia mengaku pihak perusahaan pun enggan menerima ebi mereka dan membuat mereka merugi hingga belasan juta.
“Bayangkan, jika ini tidak diterima juga, bagaimana kita mau bayar utang kita. Kita kan nanem ini modalnya minjam lewat kerjasama KUR. Dan kalau perusahaan tidak mau menerima, kita tanggung kerugian sendiri,” katanya.
Pada kesempatan itu, petani lainnya berharap kepada pemerintah daerah ini memberikan solusi kepada petani ubi yang saat ini sedang memasuki panen raya (Lio)