Penulis: Muhammad Aulia Akbar Rachmadi, Mahasiswa Ilmu Administrasi Niaga Universitas Indonesia
Swakarya.Com. Penerapan PPKM dari awal tahun 2021 hingga sekarang ini telah memunculkan berbagai permasalahan dan perdebatan diantara masyarakat Indonesia.
Banyak orang mempertanyakan keputusan pemerintah yang tidak konsisten dimana sering mengganti-ganti nama dan isi kebijakan pada PPKM itu sendiri yang telah menyebabkan berbagai dampak serius di dalam masyarakat Indonesia dan menunjukkan inkonsistensi penerapan strategi penurunan Covid-19.
Seperti halnya pada saat PSBB, kebijakan PPKM dinilai sama saja menyebabkan berbagai kesulitan dalam masyarakat.
Kemiskinan, Pengangguran, dan PHK merupakan beberapa dari sekian banyak masalah yang timbul akibat kebijakan PPKM yang menurunkan aktivitas ekonomi sebab banyaknya perpanjangan.
Banyak juga yang mempertanyakan keefektifan dari kebijakan PPKM itu sendiri yang dari awal tahun 2021 tidak membawa pengaruh yang signifikan pada kondisi Covid-19 di Indonesia.
Menurut data yang diperoleh BPS, Persentase penduduk miskin perkotaan pada September 2020 sebesar 7,88 persen kemudian mengalami sedikit kenaikan menjadi 7,89 persen pada Maret 2021.
Sementara UMKM juga tertekan karena tidak bisa atau sulit berjualan saat pembatasan sosial.Survei yang dilakukan terhadap 3011 UMKM oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) bersama dengan Indosat menunjukan bahwa 30,9% dari UMKM Indonesia harus tutup permanen karena PPKM level 4 sementara 24% tutup untuk sementara waktu.
Walaupun PPKM berlevel saat dikabarkan pemerintah telah menurunkan tingkat Covid-19, namun berita terkini menyebutkan bahwa angka Covid-19 sedang mengalami kenaikan lagi di berbagai negara lain, khususnya berbagai negara di Eropa seperti Jerman yang sudah mulai kewalahan menghadapi gelombang baru dari virus Covid-19 yang datang.
Apabila peningkatan kasus Covid-19 terjadi lagi, maka akan berujung pada pengetatan pembatasan sosial lagi yang akan berdampak buruk terhadap masyarakat yang sudah kesulitan.
Pada saat penerapan PPKM level ini, banyak daerah yang ditetapkan ke dalam kategori level 4 yang menandakan daerah dengan tingkat Covid-19 tertinggi sehingga pembatasan ketat harus dilakukan di daerah ini.
Masyarakat sudah lama mengeluhkan kesulitan yang dihadapi dari awal pandemi akibat pembatasan sosial sehingga mereka menginginkan kepastian dari pemerintah akan berapa lama kebijakan PPKM level akan berlaku.
Akan tetapi, pemerintah tidak dapat memberikan kepastian tersebut karena kebijakan PKKM level akan terus diperpanjang apabila kondisi belum membaik dimana hal ini merupakan sesuatu yang memang terpaksa harus dilakukan pemerintah untuk menjaga masyarakat dan negara. Menurut data dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), terjadi penurunan kepercayaan terhadap presiden dari 56,5% pada Februari 2021 menjadi 43% pada Juni 2021.
Jika dilihat dari sisi hukum dan substansinya, memang kebijakan PPKM ini sudah sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular dan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4 Coronavirus Disease 2019.
Penerapan kebijakan PPKM juga merupakan upaya baik dari pemerintah untuk memperbaiki kondisi negara di tengah pandemi Covid-19 ini. Namun, secara keseluruhan masih banyak hal yang perlu diperbaiki oleh pemerintah sehingga dalam hal ini penerapan etika kekuasaan belumlah optimal karena masih banyak menghasilkan dampak negatif.
Apabila penerapan PPKM level dilihat dari segi etika, maka penerapan etika terlihat belum begitu baik karena dampak dari kebijakan PPKM level yang didapat belum maksimal dalam arti masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki seperti kondisi masyarakat walaupun ada beberapa hal yang sudah mengalami peningkatan dari kebijakan sebelumnya seperti penurunan angka Covid-19.
Dalam hal ini, maka pemerintah harus lebih memikirkan akan dampak-dampak yang timbul dari suatu kebijakan lebih dalam lagi agar dampak negatif yang dihasilkan dapat lebih diminimalkan karena keputusan yang etis adalah yang lebih banyak memberi manfaat daripada kerugian.
Pemerintah harus lebih memikirkan dalam pembuatan keputusannya akan dampak-dampak yang akan timbul dari suatu kebijakan agar dampak negatif yang dihasilkan dapat lebih diminimalkan sebab keputusan yang etis dilakukan oleh pemerintah adalah juga yang lebih banyak memberi manfaat daripada kerugian.
Walaupun dari segi hukum dan substantifnya sudah sesuai, namun secara etis penerapan PPKM lebih banyak dampak negatifnya terhadap masyarakat daripada positifnya sehingga secara keseluruhan kebijakan PPKM belum optimal menerapkan etika.