Nasib Benur Indonesia, Antara Fakta dan Pecitraan (Telaah terhadap Gugatan Permen KP No 17 tahun 2021)

Swakarya.Com. Judicial Review (JR) meminta Mahkamah Agung membatalkan larangan ekspor benih lobster terus bergulir di Mahkamah Agung RI. Peraturan menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 17 Tahun 2021 yang ditandatangani oleh Menteri Sakti Wahyu Trenggono tanggal 24 Mei 2021 diuji di MA oleh pengacara senior, mantan Menkumham dan Mensesneg Prof. Dr. H. Yusril Ihza Mahendra, SH. MSc, yang mewakili PT. Kreasi Bahari Mandiri serta 4 orang Nelayan kecil di Pulau Lombok.

Kebijakan Menteri KP No 17 tahun 201 tersebut sebelumnya sudah mendapat reaksi keras dari masyarakat Nelayan. Bagi Nelayan pesisir yang hidupnya tergantung hasil tangkapan benih bening lobster (BBL) (Benur Lobster) untuk keluarga kini harapan itu musnah, Perusahaan yang telah melakukan investasi untuk mengurus izin penangkapan, mengeluarkan modal untuk budi daya dan menyediakan sarana prasarana penanganan benur lobster dan ekpor dengan biaya tidak sedikit.

Kemudian Agar tata kelola menjadi lebih baik maka bersama asosisasi juga telah melakukan perjanjian ekspor dengan mitra dagang di luar negeri, yang akhirnya gagal untuk dilaksanakan. Segala jerih payah tersebut sirna sejak keluarnya Permen tersebut, tanpa adanya aturan peralihan yang jelas.

Dihubungi secara terpisah Public Relation PT. Kreasi Bahari Mandiri Syaifullah Asnan mengatakan Sebuah langkah yang wajar sebagai warga negara menggunakan hak konstitusionalnya, karena sebuah kebijakan pasti menui pro dan kontra di masyarakat, Masalah yang kita hadapi ini sebenarnya bukan hanya masalah larangan ekpor, karena pemerintah sendiri tidak menyiapkan aturan peralihannya seperti apa, contoh Permen No 17 Tahun 2021 melarang lalu lintas BBL keluar provinsi sebelum dibudidayakan sampai 5 gram, sementara ini adalah tahapan yang paling sulit dari tahapan BBL sampai mencapai berat 5 gram.

Lobster Muda yang tertangkap nelayan dibawah 200 gram dilarang dibudidaya, hal ini tentu menyulitkan dan meresahkan nelayan, seluruh hasil tangkapan nelayan lobster apabila dijual belum tentu menutup biaya operasional, lobster muda beratnya kurang dari 150 gram tidak boleh dibudidayakan artinya harus dilepaskan lagi. Nelayan kita sangat resah, bagaimana tidak, menangkap BBL untuk budidaya lokal tidak laku di jual, menjual BBL di luar daerah di larang, apalagi menjual BBL untuk ekpor lebih jelas lagi melanggar Permen 17 tersebut.

Masalah regulasi dari sisi perizinan misalnya tata ruang laut menjadi kewenangan Provinsi tetapi provinsi belum memiliki prosedur operasional standart untuk itu. Bicara masalah budi daya, Budi Daya memerlukan biaya besar, ssampai saat ini Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP yang merupakan bawahan menteri KP belum pernah mengeluarkan petunjuk teknis tentang budi daya lobster seperti apa.

Menurut Syaiful, Masalah ekpor yang menjadi pembincangan banyak orang kita bisa melihat dari data Tim Penyusun Pusat Riset Perikanan, Badan Riset Dan Sumber Daya Manusia Kelautan Dan Perikanan Jakarta 2019 Telaah Revisi Permen No. 56/Permenkp/2016 Tentang Larangan Penangkapan Dan/Atau Pengeluaran Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), Dan Rajungan (Portunus Spp.) Dari Wilayah Negara Republik Indonesia, jumlah benih lobster yang tersedia dapat diambil benih nya sekitar 425 milyar benih per tahun.

Sementara pembatasan Kuota ekpor dengan mitra dagang di luar negeri hanya 400 juta ekor BBL maka (400 juta / 425 M) x 100 = 0,0941% artinya melihat data itu sangat kecil sekali masih di bawah 0,1% yang diambil untuk untuk ekpor,

Kalau kita juga bisa membaca data Komisi Pengkajian Stock Ikan (Kajiskan) Kementerian Kelautan dan Perikanan diketahui bahwa untuk tahun 2021, jumlah benih lobster yang ada di alam bebas adalah 278,3 milyar ekor.

Menurut perhitungan ahli, jika bibit sebanyak itu semuanya digunakan untuk budidaya, maka hasil lobster siap konsumsi di tahun 2021 ini adalah 92,76 juta ekor lobster siap konsumsi atau setara dengan 19.479 ton lobster. Namun kenyataannya, Kementerian KP hanya menargetkan hasil budidaya dalam negeri sebanyak 2.396 ton untuk tahun 2021 ini.

Padahal untuk menghasilkan jumlah 2.396 ton lobster konsumsi itu hanya diperlukan bibit benih lobster sebanyak 34.228.572 (tiga puluh empat juta dua ratus dua puluh delapan ribu lima ratus tujuh puluh dua) bibit bening saja atau hanya sekitar 15% dari bibit yang tersedia. Sisanya sebanyak 244,039,717 milyar ekor bibit atau sekitar 85% dibiarkan hidup di alam bebas dan sudah dapat dipastikan sebagian besar menjadi mangsa predator.

Terus apa yang harus di perdebatkan disini ? semua data itu resmi dikeluarkan oleh kementrian Keluatan dan Perikanan RI.

Diskusi kita yang panjang dengan para ahli Benih Bening Lobster (BBL) selama ini, Menurut para ahli perikanan heran dengan kebijakan mubazir Menteri KKP.

Menteri melarang ekspor benih lobster dan membiarkannya musnah dimakan predator. Sementara ekspor benih lobster punya nilai jual yang tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan devisa negara, maraknya penyelundupan yang hapir setiap hari di berita harusnya membuat pemangku kebijakan paham ada yang harus di koreksi permen No 17 tahun 2021 tersebut.

Kalau mimpinya negara kita menjadi eksportir lobster terbesar di dunia, harusnya KKP melarang ekspor secara bertahap sesuai kemampuan daya tampung budidaya dalam negeri.

Benih bening lobster sebanyak 425M ekor dapat dijadikan komoditas ekspor unggul dan vital. Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu mendorong ekspor komoditas pertanian ditengah pandemi Covid-19 agar terjadi kebangkitan ekonomi nasional lebih cepat.

karena ketersediaan didalam negeri yang berlimpah atau ditanam khusus untuk diekspor, Kalau menghitung kuota ekspor kita 400 Juta x Rp. 27.000 = 10,8 T Devisa Negara yang di dapatkan pertahun, Perlu berbagai macam aktivitas pemanfaatan benih bening lobster lainnya agar benih bening lobster dapat menghasilkan devisa dan kemakmuran masyarakat nelayan pesisir.


Ekspor benih bening lobster dapat dilakukan dimulai dengan kerja sama resmi antara pemerintah Republik Indonesia dengan pihak luar. Perdagangan benih bening lobster tidak juga menjadi ranah KKP tetapi ranah Kementerian Perdagangan (Kemendag) sehingga tidak salah arah jika dilakukan pemeriksaan didalam negeri oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau Kementerian Keuangan. Benih bening lobster juga dapat diekspor dengan imbal dagang tidak selalu untuk mendapatkan devisa.

Imbal dagang yang dimaksud misalnya dengan pertukaran komoditas yang unggul dari negara luar yang tidak dimiliki atau sangat dibutuhkan oleh Indonesia. Tentu saja, imbal dagang ini akan lebih meyakinkan jika dilakukan antar negara bukan antar pengusaha.


Menurut Syaiful, Sampai saat ini belum ada desain besar (grand designed) penggunaan benih bening lobster untuk budi daya yang dikeluarkan oleh pemerintah dan diketahui oleh masyarakat. Sangat bertolak belakang bahwa yang diketahui masyarakat adalah maraknya penyelundupan yang setiap hari ada saja nelayan yang di tangkap, kita berharap agar mahkamah agung mengabulkan permohonan JR yang di ajukan Prof Yusril, devisa kita dapat, nelayan kita insyaAllah terbantu.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait