Bolehkah Uang Jadi Objek Jual-beli?
Menjelang lebaran ini biasanya banyak yang menukar uang baru untuk diberikan kepada keluarga handai tolan dan anak anak kecil saat bersilahturahim.
Yang harus diperhatikan adalah hanya boleh menukar uang dengan uang dalam nilai yang sama.
Misalkan, menukar uang Rp 100.000,- dengan pecahan Rp 10.000,- sebanyak 5 lembar dan Rp 5.000,- sebanyak 10 lembar. Itu benar.
Yang tidak boleh adalah menukar Rp 100.000,- dengan Rp 10.000,- sebanyak 5 lembar dan Rp 5.000,- sebanyak 10 lembar dan biaya jasa sebesar Rp 20.000,-
Sehingga menukar uang Rp 100.000,- dengan uang senilai Rp 120.000,-, ini yang tidak benar.
Tapi kalau menyuruh orang untuk menukarkan uang besar atau uang lama ke Bank dan dikasih ukhro (upah) bensin dan makannya tentu itu dianjurkan, sebab kasihan kalau hanya disuruh nukar uang tapi tidak diberikan uang bensin dan makan, nanti matanya hanya bisa kedap kedip.
Ingat bahwa uang kertas, uang logam, emas dan perak adalah alat tukar, bukan sebagai objek yang diperjualbelikan.
Kalau kita lihat hadits yang diriwayatkan oleh Muslim sudah ditegaskan bahwa tukar emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum harus dengan nilai yang sama.
Kerawan Syariah ini sering, masih banyak masyarakat yang belum memahami praktek ber muamalah Syar’iyyah. Maka hijrah menuju ekonomi syariah harus dimulai dari sekarang dan dimulai dari hal hal yang sering terjadi dilingkungan kita.
Sebagai info kepada masyarakat bahwa penukaran uang gratis telah dapat dilakukan melalui layanan Bank Indonesia dan juga kepada Bank Bank tertentu yang melayani penukaran, semuanya gratis, cepat, aman dan tenang.
Mari berhati hati dalam bertransaksi, jauhi riba sebagaimana Allah telah menegaskan dalam Surat Al Baqarah Ayat 275 yang artinya:
Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Semoga Allah paringi aman selamat lancar barokah.
Oleh: Nardi Pratomo
Direktur LPPOM MUI Babel/ Praktisi Ekonomi Syariah dan Pemegang Sertifikat DSN Dewan Pengawas Syariah