Oleh : Denny JA
“Siapapun yang melukis plafon sistine chapel ini, dengan mudah kita simpulkan: Ia pastIlah artis terbesar sepanjang masa.”
Komentar Edvard Munch, sang pelukis besar itu, saya ingat kembali. Lama saya duduk di sana, menatap hening lukisan di seluruh plafon sistine chapel, di Roma.
Tinggi plafon itu dari posisi lantai yang saya pijak sekitar 21 meter. Lebar dan panjang plafon 14 meter x 40 meter. Semua penuh dengan lukisan teramat mempesona.
Sang Jenius Michael Angelo melukisnya selama 4 tahun, di tahun 1508-1512, sekitar 500 tahun lalu. Sembilan adegan dalam The Book of Genesis dari kitab suci Injil diterjemahkan Michael Angelo menjadi lukisan yang sangat imajinatif dan simbolik.
Dalam satu hari, rata rata 25 ribu pengunjung datang ke ruangan ini. Mereka lalu hening, berdiam diri menatap ruang penuh lukisan di atap dan di seluruh dinding atas.
Kisah besar yang sering kita dengar sejak masa kanak- kanak kini hadir dalam lukisan. Ialah kisah penciptaan manusia pertama. Kisah baik dan buruk dan peristiwa seputar Nabi Adam, Nabi Nuh, Abraham hingga Musa.
Satu kontroversi itu langsung terasa. Bagaimana mungkin, di pusat agama Katolik yang konservatif, justru tersaji lukisan figur lelaki dan wanita telanjang? Mengapa hal yang bagi orang biasa dianggap pornografi tapi di sistine Chapel yang terasa justru kepolosan dan kesucian? Padahal ini gambar manusia telanjang yang sama?
Jawabnya itu karena sisi jenius Michael Angelo, sang pelukis. Dan juga karena para petinggi gereja saat itu dan masa kini meyakini Michael Angelo.
Awalnya 500 tahun lalu. Tahun 1506, Paus Yulius menginginkan sistine Chapel didekorasi dengan lukisan kisah agama. Michael Angelo sudah sangat dikenal karena karya fenomenalnya selalu pemahat patung. Tapi saat itu, ia bukan pelukis. Banyak pelukis lain yang jauh lebih senior dan mumpuni.
Namun Paus tetap memintanya melukis Sistine Chapel. Michael Angelo mulanya tidak berminat. Namun Paulus setengah memaksa.
Kompromi pun dicapai. Michael Angelo bersedia melukis plafon Sistine Chapel dengan satu syarat: kebebasan! ia ingin diberi kebebasan melukis kisah kitab suci sesuai dengan persepsi dan pemahamannya sendiri.
Kesepakatan tercapai. Michael Angelo siang dan malam merancang dan melukis semua plafon. Pernah diam-diam, Paus mengintip untuk tahu bagaimana Michael Angelo menafsirkan kitab suci dalam lukisan. Dengan nada marah, Michael Angelo memintanya keluar.
Begitu lama lukisan itu diproses. Setiap kali ditanya Paus kapankah selesai? Jawab Michael Angelo, lukisan dianggap selesai hanya jika dirinya merasa puas dengan detail teknis lukisan
Tibalah waktu karya Michael Angelo di plafon Sistine Chapel itu ditunjukkan pada Paus dan publik. Kontroversi terjadi.
Yang pro menyatakan banyaknya figur gambar telanjang lengkap dengan alat vital itu maha karya. Pakaian manusia itu simbol dari status sosial dan kultur pada satu masa saja. Jika jiwa manusia universal yang digambar dan juga karakter alam akherat, tubuh telanjang tanpa pakaian memang lebih mewakili.
Yang kontra menganggap, lukisan telanjang di pusat gereja agama Katolik itu sebuah penghinaan dan kebiadaban. Michael Angelo bahkan dikritik rekan sejawat. Ia dianggap lebih mendahulukan filsafat seninya sendiri, yang banyak dipengaruhi dengan filsafat Yunani mengalahkan “original content” kitab suci.
Bahkan Paus berikutnya meminta pelukis lain, di era yang berbeda melakukan revisi. Bagian alat vital banyak figur dalam lukisan itu ditutupi dengan cara yang artistik dan harmoni.
Lima ratus tahun kemudian, sejak tahun 1979-1999, selama 20 tahun sistine chapel ceiling kembali direnovasi. Pesannya jelas: kembalikan lukisan itu seperti yang asli. Semua tambahan termasuk yang menutup aurat dibuang. Lukisan banyak figur yang telanjang penuh karya Michael Angelo kembali terlihat.
Michael Angelo tak hanya jenius selaku pelukis. Bahkan ia terlebih dahulu dianggap jenius sebagai pematung. Patung tentang David (Nabi Daud), juga ia lukiskan dengan cara yang tak biasa: lelaki muda yang tampan dan telanjang.
Bahkan ia juga jenius sebagai arsitek. St Peter Basilica juga karyanya. Memang banyak arsitek teribat dalam desein dan pembangunan gereja itu, yang memakan waktu 100 tahun. Tapi Michael Angelo menjadi arsitek utama yang memfinalkan.
Puaskah Michael Angelo dengan puncak karyanya selaku pelukis, pematung dan arsitek. Bahkan di semua bidang itu, ia melahirkan masterpiece!
Namun jiwa sang jenius selalu gelisah. Dalam salah satu puisi karangannya, Michael Angelo menulis:
“Oh Jiwaku yang bergelora. Betapa karya lukisku dan karya patungku tak kunjung menenangkanmu. Saatnya aku menuju cinta tertinggi: cinta pada Tuhan.”
Aneka imajinasi saya tentang Michael Angelo datang dan pergi. Aneka buku yang sempat saya baca berkaitan dengan Michael Angelo mampir “on and off.” Saya undang semua memori itu sambil saya masih duduk di sana.
Saya membayangkan Michael Angelo sedang melukis di sana. Seolah saya menyaksikan sang jenius dengan mata dan kepala saya sendiri. Seolah saya berjalan ke belakang 600 tahun lalu.
Oh, rasa hening semakin menyusup ke dalam hati. Hening sekali.