Penulis: Agnes Vebriani. SH
Swakarya.Com-Hubungan Harmonis Pembimbing Kemasyrakatan dan Klien Guna Mitigasi Pengulangan Tindak Pidana Kasus pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana masih sering terjadi di Indonesia. Orang melakukan pengulangan tindak pidana ini biasa disebut residivis.
Residivis terjadi dalam hal seseorang dijatuhi pidana dengan suatu putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde), kemudian melakukan tindak pidana lagi.Sama seperti dalam concursus relais, dalam residive terjadi beberapa tindak pidana.
Namun dalam residive telah ada putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap.Pengulangan tindak pidana bukanlah hal yang baru dalam dunia hukum, karena dimana ada kejahatan maka disitu ada pengulangan kejahatan. Dan pengulangan kejahatan dianggap sebagai penerusan dari niat jahat sebagaimana dikemukakan oleh Bartolus seorang ahli hukum, bahwa “Humamum enimest peccare, angilicum, seemendare, diabolicum perseverare” atau kejahatan dan pengulangan kejahatan dianggap sebagai penerusan dari niat jahat, maka dapat dipastikan bahwa praktik pengulangan kejahatan itu sendiri sama tuanya dengan praktik kejahatan.
Residivisme merupakan salah satu konsep yang paling mendasar dalam sistem peradilan pidana. Residivis berasal dari bahasa Prancis yang di ambil dua kata latin, yaitu re dan co, re berarti lagi dan cado berarti jatuh. Maka recidivis berarti suatu tendensi berulang kali hukum karena telah berulang kali melakukan kejahatan, dan mengenai resividis adalah berbicara tentang hukum yang berulang kali sebagai akibat perbuatan yang sama atau serupa.
Residivis adalah orang yang melakukan kejahatan berulang kali. Artinya orang tersebut setelah menerima hukuman atas kejahatan yang dilakukan kembali kembali ke perilaku kriminal. Dia terbiasa melakukan kejahatan. Misalnya, seseorang melakukan pembunuhan dan untuk ini dia dipenjara dan setelah selesai hukuman ketika dia keluar dari penjara dia melakukan pembunuhan lagi.
Sebagai akibat dari pengulangan kejahatan yang ditangkap kembali, hukuman kembali terjadi. Residivis adalah orang-orang yang memiliki cukup keberanian untuk melakukan kejahatan lagi dan lagi bahkan setelah menerima hukuman. Mereka tetap selalu sengaja melakukan kejahatan secara terus menerus dengan cara yang diperhitungkan.
Terjadinya kasus kriminal yang dilakukan residivis memperlihatkan gagalnya sistem peradilan dalam menjalankan fungsinya sebagai efek jera. Namun, disini tidak hanya sistem peradilan akan tetapi peran pembimbing kemasyarakatan juga dapat dinilai tidak efektif dalam memberikan pendampingan terhadap narapidana. Nyatanya, mereka yang seharusnya keluar dari lapas dapat menjadi manusia yang baik dan diterima lingkungan masih kembali melakukan tindak kriminal.
Disini perlu dioptimalkan lagi tugas dan fungsi pembimbing kemasyarakatan. Adanya peningkatan jumlah narapidana residivis dari tahun ketahun merupakan prestasi buruk pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan, sistem pemasyarakatan yang selama ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pola pembinaan didalam Lembaga Pemasyarakatan tampaknya belum berjalan sesuai harapan Undang-Undang Pemasyarakatan.
Pembimbing kemasyarakatan sudah seharusnya tidak serta merta melepaskan narapidana binaannya (klien) yang sudah keluar dari lapas. Hal ini guna mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh kliennya. Perlu adanya upaya yang dilakukan pembimbing kemasyarakatan secara berkesinambungan guna menciptakan hubungan harmonis dengan klien agar dapat terus memonitor dan memberikan pembimbingan serta melakukan obeservasi atau pengamatan kepada klien untuk menghindari melakukan tindak kriminal lagi.
Selain itu juga dengan adanya hubungan harmonis ini maka akan tercipta para narapidana yang dapat diterima secara sosial dan dapat menjalankan kehidupannya kembali secara baik dan normal. Pembimbing Kemasyarakatan merupakan bagian dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) sebagai unit pelaksana teknis direktorat jenderal pemasyarakatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala kantor wilayah kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pembimbing kemasyarakatan kerap kali juga disebut sebagai petugas kemasyarakatan, pekerja sosial professional dan tenaga kesejahteraan sosial. Pasal 64 Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan bahwa penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan.
Dalam hal melaksanakan observasi / pengamatan, Pembimbing Kemasyarakatan juga mendatangi tempat tinggal klien dan memberikan pemahaman kepada warga yang ada disekitar rumah klien agar dapat diterima kembali ditengah–tengah masyarakat dalam rangka memulihkan kembali status sosial klien sebagai warga yang baik.
Selain Pembimbing Kemasyarakatan mengadakan Penelitian Dan Analisa terhadap klien berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi. Rekomendasi berupa dapat atau tidaknya klien memperoleh pembimbingan diluar Lapas / Rutan yang dibahas di dalam Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).
Pembimbing kemasyarakatan dalam mengadakan penelitian kemasyarakatan perlu menjaga dan memelihara hubungan baik dengan klien. Terjadinya hubungan yang baik antara pembimbing kemasyarakatan dengan klien, diharapkan klien dapat mengemukakan masalahnya dengan terus terang tanpa curiga terhadap pembimbing kemasyarakatan.
Dan yang paling penting Pembimbing Kemasyarakatan juga harys melakukan Bimbingan Dan Pengawasan agar tidak tercadi pengulangan tindak pidana yang dilakukan klien, proses pembimbingan yang dilakukan oleh Pembimbing kemasyarakatan sebagai penegak hukum harus betul-betul dapat mewujudkan tujuan akhir proses penegakan hukum untuk menumbuhkan kesadaran akan perbuatan tidak benar kepada kliennya, sadar akan segala perbuatan yang melanggar.
Hal seperti ini perlu proses pendampingan pendekatan persuasif agar terjalin hubungan emosional sebagai pembimbing yang menuntun dan menghadirkan solusi hidup yang baru demi terwujudnya tingkat kesadaran hukum dari klien.***