Penulis: Sabpri Aryanto
Swakarya.Com. Ruang publik yang dijadikan tempat diskusi selalu identik dengan gagasan intelektual yang memberikan solusi bagi suatu permasalahan yang ada. Ruang diskusi dulu digemari oleh generasi muda dan gerakan mahasiswa dalam merumuskan sebuah gagasan perubahan untuk negeri ini.
Bahkan melalui ruang diskusi menjadi tempat meluapkan nalar krtitis anak muda kemudian melahirkan sebuah gagasan yang solusiktif dan ruang diskusi sebagai wadah intelektual dalam membangun gerakan muda serta gerakan mahasiswa dalam menjalankan peran sebagai Agen Of Change, Agen of control, dan agen of social.
Bagi penulis ruang diskusi membawa generasi muda untuk berpotensi menjadi penyongsong generasi emas 2035 yang akan datang sehingga perlu dibina agar dapat menjadi pemimpin-pemimpin unggul bangsa ini. Dengan membudayakan diskusi maka wawasan generasi emas akan terbentuk dengan sendirinya.
Melalui ruang diskusi ini menjadi wadah generasi muda untuk dapat membangun sikap kritis terhadap situasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa serta bernegara. Karena menghadirkan budaya kritis merupakan merupakan tujuan generasi muda sebagai Agen Of Change (perubahan), jangan pernah kita beranggapan jika merawat nalar kritis justru akan menghambat perkembangan suatu daerah, jangan disalah artikan “kritis” karena melalui nalar inilah akan memberikan masukan-masukan untuk kehidupan berbangsa dan bernegara, melahirkan gagasan solusi yang positif dalam menghadapi era digitalisasi saat ini.
Kunto Wijoyo dalam “Islam; Interpretasi untuk Aksi” bahwa intelektual berada di masyarakat untuk meminjamkan pisau analisisnya, sehingga masyarakat bisa merumuskan sendiri jawaban atas persoalannya.
Artinya, keberadaan anak muda di tengah-tengah setting sosial masyarakat turut pula membawa pencerahan dan penyadaran yang dapat mengedukasi masyarakat untuk berpikir lebih kritis dalam melihat kehidupan dan kaum muda juga harus terlibat aktif dalam setiap proses dan dinamika yang terjadi di masyarakat.
Artinya ruang diskusi harus diciptakan di setiap lapisan elemen agar menghadirkan pemikiran-pemikiran yang membangun untuk membantu pemerintah dalam melakukan penguatan integritas dalam pembangunan bangsa dan negara.
Kaum muda juga harus menumbuhkan nalar kritis, responsif, sererta solutif terhadap isu-isu kontemporer yang sedang berkembang di masyarakat melalui berbagai ruang diskusi. Dengan terbentuknya budaya diskusi maka akan timbul budaya, membaca, diskusi dan aksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Menciptakan iklim intelektual yang baik dikalangan anak muda bukan perkara yang mudah di era digitalisasi saat ini, pasalnya ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi iklim intelektual dilingkungan masyarakat oleh generasi muda, yakni dengan cepatnya perkembangan teknologi membuat generasi muda berpikir mundur dan serba instan sehingga daya nalar kritis semakin terkurangi, karena mereka lebih mementingkan gadget sebagai alat komunikasi (sosial media) dan games yang selalu mereka gemari sehingga melupakan tugas mereka sebagai generasi muda yakni generasi pembawa perubahan untuk bangsa yang besar saat ini.
Tak dipungkiri, bahwa para pahlawan membangun negara Indonesia atas dasar rumusan-rumusan yang dihasilkan melalui proses diskusi (musyawarah) dan semangat gotong royong.
Dari pernyataan ini menjadi tanda tanya besar bagi kita generasi muda saat ini, apakah masih merawat dan menghadirkan nalar kritis dalam forum-forum ruang diskusi? Jika tidak, mengapa kita harus meninggalkan semangat itu, dan mengarah pada kehidupan individualistis yang mementingkan diri-sendiri diera Digitalisasi serba instan kali ini.
Bahkan sudah seharusnya generasi muda berbenah untuk menghadirkan gagasan positif dalam berpikir dan bertindak besar untuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Mungkin hari ini publik sedang mempertanyakan sikap nalar kritis generasi muda saat ini, karena sangat sempit dan sepi sekali forum-forum ruang diskusi sebagai wadah rumusan intelektual anak muda pembawa perubahan negeri.
Anggapan publik kenapa dan mengapa budaya diskusi kaum muda menurun, mungkin budyaa diskusi bukan lagi menjadi ajang intelektual untuk mencari solusi atas pemecahan masalah, melainkan menjadi arena untuk saling muncul kedepan publik sebagai pahlawan kesiangan mungkin. Karena sangat terlihat jelas sekarang ini beda dengan era sebelumnya menghadirkan diskusi sebagai tempat tukar pikiran, merumuskan sebuah gagasan besar dari perbedaan pendapat kemudian bisa disatukan untuk perubahan negeri.
Mungkinkah Stigma inilah yang sekarang muncul dan melekat di benak publik kita sehingga kebanyakan diantaranya alergi untuk berdiskusi, Sekarang kita harus melakukan lompatan besar untuk mendobrak budaya nalar kritis generasi muda untuk mencari solusi melahirkan gagasan besar untuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara karena dalam menghadirkan dan merawat budaya diskusi, maka semangat diskusi penting ditanamkan sejak dini dan kapan saja.
Semoga negeri ini tetap menghadirkan generasi muda yang peka terhadap perkembangan yang terjadi di negeri ini untuk berpikir kritis memberikan gagasan yang mungkin sangat diperlukan oleh pemerintah demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur, dan semoga generasi muda kita tetap merawat budaya diskusi sehingga menjadikan diskusi sebagai bagian dari wadah pemersatu bangsa dan alat untuk menemukan solusi bersama untuk kepentingan bersama.
Inilah catatan singkat penulis yang melihat kurangnya ruang diskusi dikalangan generasi muda dalam menghadapi era digitalisasi revolusi industri 4.0 saat ini.