Mardiansyah Putra: RZWP3K Masih Tumpang Tindih

Bangka, Swakarya.Com. Rancangan Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan pulau pulau kecil (Raperda RZWP3K) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Kep Babel) memasuki tahap finalisasi.

Pada tanggal 5 Desember 2019 lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengundang stake holder dalam memberikan tanggapan dokumen reperda RZWP3K di kantor KKP, Jakarta.

Mardiansyah Putra, Presiden Mahasiswa IAIN SAS BABEL mengungkapkan bahwa RZWP3K masih banyak tumpang tindih terkait wilayah penambangan dan wilayah perikanan sehinga akan menganggu nelayan.

“saya menilai terkait Dokumen Final RZWP3K Kep. Bangka Belitung dalam Alokasi ruang Dokumen Final RZWP3K Kep.Bangka Belitung masih terdapat tumpang tindih misalkan saja mengenai wilayah pertambangan dan wilayah tangkap nelayan karena seharusnya wilayah tangkap nelayan harus bebas dari pertambangan karena nelayan sangat bergantung terhadap ekosistem laut dan apabila ekosistem laut tersebut telah di rusak oleh aktivitas pertambangan maka kemana lagi para nelayan mencari nafkah untuk keberlangsungan hidupnya,” ujarnya.

Mardiansyah menambahkan bahwa hasil dari rancangan RZWP3K tidak mempertimbangkan dan merugikan nelayan-nelayan kecil.

“RZWP3K ini tidak berpihak kepada masyarakat kecil seharusnya pemerintah memperhatikan masyarakat kecil seperti nelayan tradisional yang hanya melakukan aktivitas nelayannya hanya dengan menggunakan perahu kecil dan alat tangkap yang tradisional dengan wilayah pelayarannya yang relatif dekat dan ketika RZWP3K ini disahkan maka akan merugikan nelayan tradisional tadi,” tambahnya.

Selain itu ada juga nilai budaya yang akan terancam karena seorana nelayan tradisional yang sangat kental dengan nilai budaya lokalnya dalam melakukan aktivitas menangkap ikan dengan menggunakan cara cara tradisional terancam akan hilang ketika RZWP3K ini disahkan.

Dan paling menjadi kekhawatiran adalah ketika RZWP3K ini disahkan maka akan muncul polemik di lapangan khususnya antara para nelayan dengan para pekerja tambang karena takutnya dengan adanya batasan zona wilayah pertambangan dan zona wilayah tangkap nelayan yang merugikan nelayan ini maka akan menimbulkan konflik antara kedua pihak ini dan seharusnya pemerintah juga memperhatikan itu.

Penulis : Ramsyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait