Bangka, Swakarya.Com. Tewasnya Burhani (28), warga Desa KD Mentok, Kecamatan Riau Silip saat akan mendapatkan penanganan medis di UGD Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Depati Bahrin atas dugaan sakit yang diderita, jadi sorotan Komisi Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan (KontraS).
Dalam hal ini KontraS menyarankan jasad Burhani untuk dilakukan otopsi oleh tim dokter independent untuk mengetahui penyebab tewasnya Burhani saat ditangkap tim Jatanras Polda Babel dan Tim Opsnal Polres Bangka Jum’at (4/10) kemarin. Hal tersebut dikatakan Arif dari KontraS, Minggu (6/10).
Dikatakan Arif, dalam hal ini ia berharap pihak keluarga Burhani tidak membuat surat pernyataan tidak menuntut atas tewasnya Burhani.
“Yang dikhawatirkan itu ketika keluarga korban diminta membuat surat pernyataan untuk tidak menuntut. Itu jangan sampai terjadi. Mereka harus dilakukan pendekatan dan didampingi. Karena kita kan inginnya mencari tahu dulu apa penyebab kematiannya. Yah, kalau pihak polisi mau kasih uang gak masalah ambil aja. Tapi kalau surat pernyataan jangan. Kedua harus dilakukan otopsi oleh tim dokter independen. Jangan dari pihak kepolisian. Ini langkah awal untuk mengetahui penyebab kematiannya,” jelas Arif.
Arif mengatakan indikasi kejanggalan terhadap kasus Burhani kemungkinan terjadi lantaran kelima tersangka lainnya ditangkap dalam hari yang sama. Ia pun mempertanyakan perlakuan Polisi terhasap korban.
“Apalagi ditangkapnya bareng-bareng. Kenapa yang meninggal cuma satu,” tanyanya.
Menurut Arif, untuk kasus Burhani, pihak kepolisian berdalih mengatakan alasan sakit.
Namun ketika ditemukan ada bentuk kekerasan yang dialami korban maka pihak kepolisian biasanya akan mengatakan tersangka melakukan perlawanan pada saat ditangkap.
“Sekarang dibilangnya sakit. Tapi biasanya kalau sudah ketahuan ada luka tembak atau luka bekas kekerasan nanti ada pola baru lagi. Kalau terkuak maka polanya mereka akan mengatakan tersangka melawan saat dilakukan penangkapan,” jelasnya.
Dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) pihak kepolisian, Arif menjelaskan bahwa jelas dalam hukum acara ketika menangkap tersangka maka tersangka memiliki hak haknya seperti didampingi pengacara dan tidak boleh dilakukan tindakan tindakan kekerasan.
“Pihak kepolisian inikan polanya kebanyakan kasus itu karena sulit menemukan alat bukti. Akhirnya korban dipukul. Biasanya tindakan tindakan kekerasab tersebut berujung kematian. Pola pola seperti ini masih dipakai pihak kepolisian. Aku gak tau tadi bagaimana pihak keluarganya saat melihat jasad korban,” jelas Arif.
Dalam kasus Burhani, Arif mengatakan KontraS siap membantu pihak keluarga untuk mencari keadilan bagi dan mencari tahu penyebab kematian korban pada saat ditangkap.
“Kita sih selama ada pelaporan kita akan bantu. Saya gak janji tapi kita akan bantu untuk proses kasusnya. Dan saat ini kita belum tahu apakah pihak keluarga sudah didampingi penasehat hukum atau belum ?,” katanya.
Ditambahkan Arif, untuk kasus tahanan yang diduga tewas karena bunuh diri pun polanya seperti yang ia jelaskan.
Namun untuk kasus bunuh diri harus ada otopsi dan otopsi pembanding. (Lio)