Ironi Angka Kredit Maksimal

Penulis:Joni Ihsan, Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Madya Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan

Pangkalpinang, Swakarya.Com. Karir seorang pejabat fungsional sangat tergantung dengan Angka Kredit (AK) yang ia peroleh, Angka kredit adalah satuan nilai dari uraian kegiatan dan/atau akumulasi nilai dari uraian kegiatan yang harus dicapai.

Biasanya, penilaian AK dilakukan 2 periode dalam setahun, yaitu periode penilaian Juli untuk kegiatan bulan Januari sampai dengan Juni, dan periode Januari untuk kegiatan yang dilakukan dibulan Juli sampai dengan Desember.

Maka jangan heran jika di bulan periode penilaian tersebut, para pejabat fungsional biasanya bersemangat disertai dengan optimisme tinggi mempersiapkan berkas yang akan mereka ajukan ke Tim Penilai Angka Kredit dan sedikit penasaran menunggu hasil penilaian.

Namun ada fenomena menarik yang tidak biasa pada periode pertama penilaian AK di tahun 2022, yaitu bulan Juli 2022. Fenomena ini terjadi karena terbitnya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2019 tentang Pengusulan, Penetapan dan Pembinaan Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil. Permenpan ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS.

Bagi Pejabat Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan, Permenpan ini kemudian menjadi petunjuk teknis cikal bakal pengganti Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 22 Tahun 2016 tentang Jabatan Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan dan Angka Kreditnya.

Permenpan Nomor 13 Tahun 2019 ini membawa cukup banyak perubahan, diantaranya perubahan komposisi angka kredit, penghapusan sisa angka kredit kumulatif hingga yang paling fenomenal adalah munculnya ketentuan batas maksimal angka kredit yang dapat diperoleh dalam setahun. Artikel ini mencoba mengulas beberapa ketentuan yang membawa berita “menyedihkan” bagi pejabat fungsional.

Pada pasal 46 ayat (2) Permenpan diatas, angka kredit maksimal yang bisa didapat oleh pejabat fungsional adalah 150% (seratus lima puluh persen) dari capaian angka kredit minimal setahunnya. Angka kredit minimal adalah 25% dari angka kredit kebutuhan untuk kenaikan pangkat maupun untuk kenaikan jenjang. Penghitungan ini dapat kita contohkan misalnya bagi seorang PK Pertama Pangkat Penata Muda (III/a), membutuhkan 50 angka kredit untuk bisa naik pangkat menjadi Penata Muda TK. I (III/b).

Angka kredit minimal yang harus dicapai adalah 25% x 50 = 12,5 angka kredit. Angka kredit maksimal yang diperkenankan bagi seorang PK Pertama adalah 12,5 x 150% = 18,75 angka kredit.
Dengan perhitungan seperti ini, maka bagi seorang PK Pertama Pangkat Penata Muda (III/a) untuk dapat naik pangkat menjadi Penata Muda TK.I (III/b) membutuhkan waktu paling cepat 3 tahun. Kondisi ini membuat “privilege” pejabat fungsional yang dulunya dapat naik pangkat 2 tahun menjadi hilang.

Waktu 3 tahun ini belum lagi dihitung tahapan proses penilai di Tim Penilai angka kredit dan proses administrasi pada Urusan Kepegawaian Bapas, Sub Bagian Kepegawaian Kanwil dan Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal, maka akan memakan waktu hampir 4 tahun. Ini berarti, semaksimal apapun seorang pejabat fungsional mengumpulkan angka kredit, waktu kenaikan pangkatnya tidak akan berbeda jauh dengan kenaikan pangkat reguler Pejabat Administrasi.

Tulisan ini tidak mencoba membandingkan kinerja antara Pejabat Administrasi dengan Pejabat Fungsional, namun sangat disayangkan ketika Permenpan ini terbit disa’at pemerintah mengarahkan kebijakan pembinaan karir PNS kearah jabatan fungsional (bahkan terkesan memaksa dengan kebijakan penyetaraan jabatan administrasi ke jabatan fungsional), maka Permenpan Nomor 13 Tahun 2019 ini adalah sebuah ironi.

Aturan baru juga dapat kita lihat pada Pasal 56, yang berbunyi “Pejabat Fungsional yang memiliki angka kredit yang melebihi angka kredit yang disyaratkan untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi, kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan untuk kenaikan pangkat berikutnya dalam satu jenjang jabatan fungsional”. Frase “untuk kenaikan pangkat berikutnya dalam satu jenjang jabatan fungsional”, penulis tafsirkan bahwa kelebihan angka kredit bisa terus terakumulasi hanya untuk kenaikan pangkat, namun kelebihan angka kredit saat kenaikan jenjang tidak dapat diakumulasikan lagi.

Artinya angka kredit setelah kenaikan jenjang di reset kembali ke “0”. Skema ini berbeda dengan skema sebelumnya, dimana angka kredit yang diperoleh akan terus terakumulasi baik itu saat kenaikan pangkat maupun kenaikan jenjang.

Lantas, kapan Permenpan Nomor 13 Tahun 2019 ini berlaku dan mengikat? Apakah ketikan diundangkan secara otomatis langsung berlaku?. Secara teori, sebuah peraturan undang-undang berlaku setelah tanggal diundangkan dalam Lembaran Negara oleh Menteri Sekretaris Negara. Hal ini senada dengan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, menyatakan bahwa kekuatan mengikat suatu peraturan perundang-undangan mulai berlaku pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Berdasarkan teori tersebut, Permenpan Nomor 13 Tahun 2019 di undangkan tanggal 30 Juli 2019 namun dikecualikan oleh “Ketentuan Penutup” nya yaitu pada Pasal 85 menyatakan bahwa semua ketentuan dalam Peraturan Menteri mengenai jabatan fungsional yang terkait, menyesuaikan dan mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lama 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

Jadi Permenpan ini tidak langsung mengikat sampai 3 tahun setelah diundangkan, ketentuan ini dapat saja mengikat sebelum 3 tahun dengan syarat yang terdapat dalam pasal 84 yaitu diatur terlebih dahulu dengan peraturan pimpinan instansi pembina (dalam hal ini Direktur Jenderal Pemasyarakatan).

Namun untuk pejabat fungsional yang diangkat dengan peraturan yang terbit setelah diundangkannya Permenpan ini, dapat langsung terikat tanpa harus menunggu 3 tahun terlebih dahulu seperti yang diatur dalam norma Pasal 83. Perubahan yang dibawa oleh Permenpan hingga fenomena yang terjadi adalah sebuah ironi yang telah tersurat namun tetap harus dipatuhi.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar

Berita Terkait