Inikah 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh?

Penulis: Gunoto Saparie/Nia Samsihono

 
Sahabat, apa yang dapat kita pelajari dari buku ini?

Buku ini menunjukkan bagaimana 33 tokoh sastra Indonesia ini memiliki pengaruh karena karya-karya, kegiatan, dan pembaruan mereka. Tiap tokoh sastra memiliki keistimewaan masing-masing di zamannya. Mereka mempunyai prestasi dan karya yang monumental sehingga menjadi inspirasi para penulis karya sastra generasi berikutnya.
 
Lima Gagasan Utama Buku

  1. Tema Karya Monumental (Berdasarkan tahun lahir 1886—1911)

Kwee Tek Hoay (1886-1952), Marah Rusli (1889-1968), Muhammad Yamin (1903-1962), HAMKA (1908-1981), Armijn Pane (1908-1970), Sutan Takdir Alisjahbana (1908-1994), Achdiat Karta Mihardja (1911-2010)

  1. Babak Penting dalam Dunia Sastra (Berdasarkan tahun lahir 1911—1925)

Amir Hamzah (20 Maret 1911-1946), Trisno Sumardjo (1916-1969), H.B. Jassin (1917-2000), Idrus (1921-1979), Mochtar Lubis (7 Maret 1922-2004), Chairil Anwar (1922-1949), Pramoedya Ananta Toer (1925-2006

  1. Pembaru Sastra (Berdasarkan tahun lahir 1928—1941)

Iwan Simatupang (1928-1970), Ajip Rosidi (1935), Taufiq Ismail (1935), Rendra (1935-2009), Nh. Dini (1936), Sapardi Djoko Damono (1940), Arief Budiman (1941), Arifin C. Noer (1941-1995), Sutardji Calzoum Bachri (1941), Goenawan Mohamad (1941)

  1. Ide dalam Karya (Berdasarkan tahun lahir 1944—1957)

Putu Wijaya (1944), Remy Sylado (1945), Abdul Hadi W.M. (1946), Emha Ainun Nadjib (1953), Afrizal Malna (1957)

  1. Genre Baru dalam Sastra Indonesia

(Berdasarkan tahun lahir 1963—1970)
Denny JA (4 Januari 1963), Wowok Hesti Prabowo (16 April 1963), Ayu Utami (1969), Helvy Tiana Rosa (1970)
 
Satu

Sahabat, para tokoh di kelompok berikut mempunyai karya monumental di zamannya. Kwee Tek Hoay menulis Buddhisme, Confucianisme, Taoisme pada drama Bidji Lada dan Mahabhiniskramana. Karyanya menjadi acuan orang.

Sedangkan Marah Rusli menulis novel Sitti Nurbaya tentang adat kawin paksa. Sementara itu Haji Abdul Malik Karim Amrullah karyanya Tenggelamnya Kapal Van der Wijk tentang adat Minangkabau. Ia juga menulis tafsir monumental Tafsir Al-Azhar.

Tokoh Muhammad Yamin menginspirasi teks Sumpah Pemuda 1928 dengan karyanya “Tanah Air”, “Bahasa, Bangsa”, dan “Tanah Air”. Sutan Takdir Alisjahbana dalam sejarah kebudayaan Indonesia dikenal karyanya “Menuju Masyarakat dan Kebudayaan Baru: Indonesia—Prae- Indonesia”. Gagasan revolusioner STA tertuang pada Layar Terkembang.

Tokoh Armijn Pane menulis Belenggu, tidak ada kawin paksa, tidak ada tokoh protagonis-antagonis. Achdiat Karta Mihardja menulis Atheis menjadi monumen kesusastraan Indonesia. Karyanya menggerakkan pengarang menulis tema sensitif, seperti kepercayaan dan agama, misteri roh dan kematian, kisah akhirat, bahkan eksistensi malaikat dan Tuhan.
 
Dua

Sahabat, kelompok tokoh ini menciptakan babak penting dunia sastra. Amir Hamzah menerbitkan Nyanyi Sunyi menggunakan bahasa yang bertentangan dengan gaya pantun atau Melayu tradisional.

Sedangkan tokoh Trisno Sumardjo telah menerjemahkan karya Shakespeare ke dalam bahasa Indonesia untuk sastra Indonesia. Tokoh H.B. Jassin meninggalkan kritik sastra dan Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin.

Tokoh Idrus pada Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma–menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa baru modern, lugas, cerdas, tidak formalistis, penuh ironi, dan kaya humor.

Sedangkan Mochtar Lubis hidupnya di pusaran gejolak sosial, politik, dan budaya. Ia menulis kritis dan tajam membuat gerah penguasa. Novelnya, Jalan Tak Ada Ujung, Harimau! Harimau!, Maut dan Cinta.

Tokoh Chairil Anwar puisinya memberi kesaksian revolusi kemerdekaan, seperti “Aku”, “Krawang-Bekasi”, dan “Diponegoro”. Karya Chairil berjudul “Aku” dibaca hingga sekarang.

Sedangkan tokoh Pramoedya Ananta Toer menghasilkan karya di dalam penjara. Ia menulis novel Perburuan dan Keluarga Gerilya.
 
Tiga

Sahabat, tokoh dalam kelompok ini sebagai pembaru. Iwan Simatupang menulis novel berbentuk inkonvensional. Ajip Rosidi berkarya dan memberikan penghargaan sastrawan Sunda, Jawa, Bali, dan Lampung. Taufiq Ismail dengan puisi Tirani dan Benteng memprotes penguasa dan ini menginspirasi sastrawan Indonesia.

W.S. Rendra menulis corak baru balada, puisi naratif. Balada paling indah (“Khotbah”, “Nyanyian Angsa”) termuat dalam Blues untuk Bonnie. Nh. Dini menulis cerita kenangan seperti Sebuah Lorong di Kotaku memengaruhi perkembangan novel Indonesia,.

Tokoh Sapardi Djoko Damono dalam Duka-Mu Abadi  menulis puisi suasana, setiap kata membangkitkan suasana imajis.

Arief Budiman mengemukakan ganzhiet sebagai metode kritik sastra. Ia menampilkan gerakan sastra kontekstual yang memahami nilai-nilai sastra tumbuh sesuai waktu, tempat, dan peradabannya. Arifin C. Noer berteater mengacu sistem teater Brecht dan teater-teater tradisional.

Sutardji Calzoum Bachri menciptakan puisi-puisi mantra yang membebaskan kata dari makna. Goenawan Mohamad menulis puisi, esai, dan catatan pinggir. Novel perdananya berjudul Surti + Tiga Sawunggaling.
 
Empat

Sahabat, kelompok tokoh ini memunculkan ide-ide baru dalam karya sastra. Putu Wijaya menyatakan tokoh utama sebagai ide, sastra berangkat dari ide. Putu Wijaya tak peduli apakah tokoh dan peristiwanya masuk akal atau tidak. Telegram memperlihatkan fantasi, realitas, khayal, masuk akal, dan tidak masuk akal dicampur menjadi teror yang menghantam pikiran pembacanya.

Tokoh Remy Sylado mencetuskan Puisi Mbeling, puisi yang menyimpang dari sastra konvensional. Karyanya unik, menggunakan kosa kata lama dalam bahasa Indonesia. Sedangkan Abdul Hadi WM menulis puisi dengan membiarkan bahasa menggerakkannya. Kesepian, kematian, dan waktu telah menjadi tema religius ke inti iman menjadi esensi dari berbagai agama besar. Ia dikenal sebagai penulis puisi sufistik.

Tokoh Emha Ainun Nadjib menuliskan nilai-nilai kehidupan pada karyanya. Ia mendirikan kelompok musik Kiai Kanjeng yang berkeliling ke berbagai wilayah Indonesia. Sedangkan Afrizal Malna menulis puisi gelap atau puisi absurd yang melukiskan dunia modern beserta objek-objeknya sehingga menciptakan gaya puitik tersendiri.  
 
Lima

Sahabat, kelompok tokoh berikut menciptakan genre baru sastra Indonesia. Denny JA menulis puisi esai Atas Nama Cinta berbentuk puisi bercatatan kaki (fakta tertulis).  Catatan kaki menjadi inspirasi timbulnya imajinasi, bukan penjelasan makna kata. Gaya bahasa sederhana, komunikatif, dan puitis.

Wowok Hesti Prabowo mendirikan Roda-Roda Budaya yang menjadi tempat berkumpul para buruh. Wowok mengajak buruh menulis puisi dan diterbitkan, yaitu Buruh Gugat. Dari sinilah kemudian lahir puisi penyair buruh.

Ayu Utami menulis novel Saman. Ia menuai kontroversi karena menonjolkan erotisme dalam bingkai pemberontakan. Perempuan dideskripsikan sebagai makhluk yang memiliki tubuhnya sendiri, bukan tubuh milik pria atau tubuh yang didefinisikan secara tradisional oleh agama dan norma sosial. Saman menjadi pembuka jalan bagi genre fiksi pengeksploitasi tubuh perempuan.

Tokoh Helvy Tiana Rosa menulis karya bernuansa islami. Genre sastra islami ditulis generasi muda dan Helvy mendirikan Forum Lingkar Pena (FLP). Ia sebagai lokomotif, brand image, dan patron FLP.
 
Refleksi

Sahabat, membaca buku ini kita menemukan nama-nama yang sangat dikenal dan memiliki pengaruh atau dampak atas kehidupan masyarakat luas. Tokoh-tokoh itu telah mengisi wacana kesusastraan Indonesia dan menjadi monumental pada zamannya.

Para tokoh, melalui sastra telah menggambarkan sejarah perjalanan kehidupan manusia dan negara Indonesia dari waktu ke waktu. Para tokoh sastra yang diprofilkan di buku ini merupakan pribadi-pribadi yang dengan satu dan lain cara memberikan pengaruh pada kehidupan sastra atau kebudayaan Indonesia secara umum.

Tokoh-tokoh tersebut menginspirasi dan menggerakkan motivasi masyarakat untuk mengapresiasi, membaca, menulis, dan mencipta karya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *