Bias Gender dalam Kontruksi Media Massa pada Masyarakat Digital


Elda Parizka, Mahasiswa Sosiologi UBB

Swakarya.Com. Perspektif atau pandangan masyarakat mengenai perbedaan antara seks dan gender ini sering kali dimaknai secara tidak tepat dan bahkan di anggap sama.

Dengan adanya pemaknaan yang tidak tepat mengenai seks dan gender sering kali pihak perempuan mendapatkan perlakuan yang merugikan mereka seperti perempuan dianggap lemah dan emosional, sehingga menyebabkan para perempuan mendapatkan perlakuan dan tindakan kekerasan baik secara fisik maupun psikis mereka.

Hal tersebut juga diperkuat dengan sistem yang ada di dalam masyarakat salah satunya sistem patriarkhi yakni dominasi pihak laki-laki terhadap perempuan dan menganggap laki-laki lebih baik atau tinggi dibandingkan pihak perempuan. Pengkotruksian mengenai gender tidak hanya terjadi di masyarakat namun saat ini sudah merambah ke media masa atau sering disebut dengan bias gender.

Bias merupakan suatu kondisi dimana hal-hal yang bisa merugikan dan memihak sedang gender sendiri merupakan sifat yang melekat pada perempuan ataupun laki-laki yang dinilai secara sosial maupun budaya oleh masyarakat.

Bias gender sendiri hal yang dinilai oleh masyarakat namun tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku didalam masyarakat seperti adanya penilaian bahwa perempuan yang harus memasak dan laki-laki tidak diharuskan bisa memasak dan dianggap tabu oleh masyarakat itu sendiri dan bisa merugikan baik dari perempuan ataupun laki-laki.

Pada saat ini pemberitaan mengenai bias gender kerap kali terjadi pada perempuan Dalam pemberita pun sering kali terdengar kata pemerkosan dan pencabulan yang jelas sekali sangatlah bias gender, dengan adanya perkembangan teknologi yang cukup pesat dimana saat ini masyarakat lebih sering aktif berinteraksi di internet ataupun dunia maya dan lebih dikenal dengan masyarakat digital, dengan adanya masyarakat digital ini dimana semua serba mudah diakses melalui internet dan smartphone salah satu contonnya iklan-iklan yang kerap kali menghadirkan produk iklannya bahwa perempuan itu haruslah cantik, putih kulitnya berambut lurus dan panjang sedangkan untuk laki-laki harus macho.

Dari iklan iklan ini lah kita juga jadi terkontuksi pikirannya bahwa wanita yang cantik itu seperti yang diiklan tersebut begitupula dengan laki-laki. Dari hal ini banyak sekali penilaian mengenai cantik dan ganteng oleh masyarakat karena media cukup berperan penting dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat.

Ditambah lagi saat ini masyarakat indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki pengguna media sosial yang tinggi. Saat ini dalam mengakses informasi tidak hanya melalui surat kabar ataupun media massa namun juga bisa dilakukan melalui media sosial.

Dalam pemberitaan didalam media massa dan media sosial ada banyak sekali kasus-kasus mengenai pembullyan, pencabulan bahkan pemerkosan terhadap perempuan, Komisi Nasional mencatat ada tahun 2015 mencapai 321.752 kasus, sedangkan pada tahun 2020 tercatat sekitar 299.911 kasus, yang semuanya merupakan kasus berbasis gender.

Tak hanya itu saja dalam berekpresi di media sosial pun perempuan kerap kali menjadi bahan olokan misalnya untuk memposting foto pakai filter dianggap penipu ketika tahu muka aslinya langsung dibully dan ketika dilihat komentarnya banyak sekali komentar yang bisa dibilang sangat tidak sopan dan melecahkan perempuan, ujaran kebencian, hingga ancaman kekerasan seksual dan fisik. Serta tidak jarang pihak perempuan mendapatkan tindakan atrau perlakuan salah satunya Bodyshaming, yang disebabkan oleh bias gender yang dikontruksi oleh media masa.

Namun tetap saja pihak perempuan yang dipersalahkan atau disudutkan dalam hal ini, menganggap perempuan tidak bisa menjaga diri mereka dan sebaginya. Padahal semua orang bebas mengekspresikan diri mereka baik itu di lingkungan masyarakat maupun di media massa selama konten tersebut tidak merugikan orang lain.

Dari kasus ini media massa sangat berperan penting dalam pengkontruksian gender di dalam masyarakat yang banyak merubah pola pikir masyarakat mengenai gender ini. Narasi-narasi yang menyudutkan perempuan terus saja berkembang dari masa-ke masa bahkan dizaman modern saat ini pun.

Yang menyebabkan perempuan tidak bisa mengekspresikan dirinya dengan bebas. Sehingga perlunya pemantauan atas penyalahgunaan dan penggunaan media yang banyak berbau kekerasan baik secara fisik maupun psikis masyarakat pengguna media sosial terutama pihak perempuan.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait