Pangkalpinang, Swakarya.Com. Meningkatnya country risk tersebut, juga mendegradasi kedaulatan Indonesia dalam menentukan harga timah, dan menurunkan kepercayaan global terhadap Indonesia.
Untuk itu, Rizal Calvary selaku pengamat ekonomi mengharapkan, pemerintah mengembalikan kebijakan ekpor timah sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 tahun 2013. Dalam aturan tersebut tegas, harga timah Indonesia menjadi acuan harga timah murni dunia serta mencegah pelarian devisa hasil ekspor (DHE)
“Kita perlu menegakan Permen Kemendag No 32 tahun 2013. Saya kira di sana klir, bursa cukup satu saja untuk mengangkat competitiveness timah kita,” tutupnya dikutip dari JPPN.com.
Sebelumnya, Pengamat perdagangan Asia Tenggara, Abi Rekso mengungkapkan, semakin tertekan dengan terbaginya bursa perdagangan timah di Indonesia. Pada akhir 2019 Mendag Enggar membatalkan Peraturan Menteri Perdagangan No.32/M-DAG/Per/6/2013 tentang Ekspor Timah. Dimana hal itu berkonsekuensi menjadikan dualisme bursa Timah Indonesia
Ketika terjadi bipolar perdagangan timah di Indonesia, maka banyak pembeli yang merasa bingung atas kebijakan tersebut. Di waktu yang sama pembeli timah Indonesia, kian beralih ke pasar perdagangan timah Singapura.
Abi merekomendasikan pemerintahan Jokowi untuk menjalankan Peraturan Menteri Perdagangan No.32/M-DAG/Per/6/ 2013 tentang Ekpor Timah perlu dijalankan kembali. Jika tidak ingin harga timah Indonesia terus merosot dalam pasar global.
“Presiden Jokowi, perlu meninjau kembali kebijakan dua bursa perdagangan timah di Indonesia. Selain itu, Peraturan Menteri Perdagangan No.32/M-DAG/Per/6/ 2013 tentang Ekpor Timah perlu dijalankan kembali. Karena dengan itu, harga timah Indonesia bisa kembali pulih karena menguatnya keyakinan pasar pembeli timah,” tutupnya
Editor : Tahir