Pangkalpinang, Swakarya.Com. Dalam rangka memeriahkan Ulang Tahun Kota Muntok yang ke 286, Ikatan Bujang Dayang Bangka Barat (BDBAR) menyelenggarakan kegiatan Bercerita Tentang Negeri Sejiran Setason (BETASON) melaui aplikasi zoom sebagai upaya memutus mata rantai Corona Virus Diases (COVID-19) pada Jum’at 25 September 2020.
Kegiatan BETASON dipaparkan oleh Suwito Wu selaku Ketua Heritage Of Tionghoa Bangka (HETIKA) dan Agung Purnama selaku Ketua Ikatan BDBAR yang di moderator oleh Orie Fachridho Hermawan selaku Runer Up II Bujang Bangka Barat Tahun 2020.
Kegiatan tersebut membahas tentang Mentok, Timah, Akulturasi Melayu Tionghoa dan Wisata Sejarah, yang dikuti sebanyak 50 peserta dari berbagai daerah, Para peserta sangat antusias dan senang dalam mengikuti kegiatan dialog dan game fun tersebut.
Agung Punama selaku ketua Ikatan BDBAR mengatakan, Sejarah Timah di Kota Muntok sangat berkaitan dengan kehidupan dan budaya masyarakat Bangka. Hal tersebut memberi warna dan menjadi tempat wisata sejarah di Kota Muntok, melalui kegiatan tersebut semoga pariwisata Bangka Barat bisa lebih dikenal oleh masyarakat Bangka hingga Dunia.
“Pesanggrahan Muntok dan Pesanggrahan Menumbing, Kedua bangunan ini dulunya adalah tempat peristirahatan karyawan Banka Tin Winning (BTW) sekarang adalah PT TIMAH, yang sudah pasti memiliki hubungan dengan Timah, lalu pada tahun 1948-1949 kedua bangunan ini dijadikan sebagai tempat pengasingan tokoh proklamator,” tuturnya.
Sementara itu, Suwito Wu selaku Ketua HETIKA mengatakan, Akulturasi Melayu dan Tinghoa di Kota Muntok terjadi karena kedatangan orang Tionghoa ke Bangka yang menjadi kuli di pertambangan timah.
“Latar belakang akulturasi melayu Tionghoa tak lepas dari latar belakang sejarah kedatangan orang Tionghoa ke Bangka yang menjadi kuli di pertambangan timah. Mereka adalah kaum-kaum priyai, bahkan banyak juga yang menjadi budak di pertambangan, tertindas dan menjadi objek ketidak adilan penguasa pada masa kolonialisme,” tuturnya.
Sehingga mereka meraka senasib dan seperjuangan dengan msyarakat melayu, mereka dapat melebur dengan masyarakat melayu.
Perkawinan silang budaya antara melayu dan Tionghoa kerap terjadi di masa lampau sehingga akulturasi juga terjadi.
Suwito juga menambahkan, jargon Thong Ngin Fan Ngin Jit Jong adalah sebuah anonym yang sudah lama beredar dimasyarakat Bangka.
Jargon ini melambangkan seperjuangan orang Tionghoa dan Melayu, keduanya harus bergandengan tangan membangun Bangka.
“Kelenteng Kong Fuk Miao dan Masjid Jamik jadi saksi sejarah kebersamaan orabg Tionghoa dan Melayu, selain itu pemukiman di Bangka juga relatif membaur antara Tionghoa dan Melayu. sehingga tidak ada tembok pembatas antar keduanya, fenomena ini jelas berujung pada akulturasi budaya,” Pungkasnya. (***)