Jakarta, Swakarya.com. Sidang sengketa Pilpres 2019 akan dilaksanakan hari ini (14/6). TKN Jokowi-Ma’ruf Amin meminta pendukung paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk tidak hadir menggelar aksi di Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu agar selama sidang berlangsung tidak menimbulkan kegaduhan.
Direktur Bidang Hukum dan Advokasi TKN, Ade Irfan Pulungan mengatakan agar pendukung Paslon 02 tidak hadir dalam melakukan aksi sesuai yang diintruksikan oleh Prabowo Subianto.
“Tentang mobilisasi massa seperti diketahui dari pihak paslon 02 juga sudah menginstruksikan atau mengimbau seluruh pendukungnya untuk tidak hadir. Kami juga sudah mengimbau pendukung untuk tidak hadir,” kata Ade Irfan Pulungan, di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019) yang dilansir dari detikNews.
“Tidak usah lah memberikan kegaduhan, memberikan suasana yang tidak elok di jalan sehingga nanti orang akan terganggu aktivitas kesehariannya, orang akan menjadi terhambat apa yang jadi rutinitas mereka. Percayakan aja ke dalam forum persidangan,” sambungnya.
Ia meminta setiap pendukung 01 dan 02 menyaksikan persidangan melalui siaran televisi dan media karena akan disiarkan langsung. Ia menyebut pihak paslon 01 dan 02 juga tidak semuanya akan masuk ke ruangan sidang, karena dibatasi sehingga mereka ada yang menyaksikan melalui tenda yang disiapkan MK.
“Kalau ada nobar sepakbola ya ini buat nobar sidang MK. Di MK juga katanya akan di halaman MK dibuatkan layar lebar untuk menonton di depan MK yang perwakilan paslon 01 dan 02. Nama orang-orangnya harus didaftarkan ke MK,” sambungnya.
Sementara itu, TKN mempercayai proses hukum kepada hakim agung MK. Sebab, menurutnya, jalur yang ditempuh sudah sesuai konstitusi.
“Kita percayakan dan yakini pada sembilan hakim MK. Kalau kita nggak percaya ke mereka kepada siapa lagi kita harus percaya, kalau ada keraguan tentunya tidak harus melakukan persoalan itu ke wilayah MK,” ungkapnya.
Sementara itu, tim pendamping kuasa hukum Jokowi-Ma’ruf, Erlinda, mengimbau tidak ada mobilisasi massa, khususnya anak-anak. Sebab, pada saat kerusuhan 22 Mei kemarin, anak-anak menjadi korban yang meninggal. Ia juga meminta lembaga terkait perempuan dan anak serta polisi mengawasi jika ada pengerahan anak-anak pada aktivitas politik.
“Jadi kita mengimbau jangan pernah ada memobilisasi dari pihak ortu dan anak. Karena pada tanggal 20 sampai 22 Mei itu tidak pernah ada mobilisasi tapi nyatanya itu hadir. Kami mendengar bahwa akan adanya diturunkan mobilisasi dari usia remaja,” kata Erlinda.
“Dan kami meminta dengan sangat menghimbau kepada aparat dan jika ada oknum orang dewasa yang pelibatan dalam politik, khususnya anak itu tidak ada lagi kompromi karena sesuai UU saja. Karena kita paham diantara 9 yang meninggal kemarin itu ada anak,” imbuhnya.