Tim Peneliti UBB Gelar FGD di Pemkab Beltim Mengenai Konstruksi Baru Pelaksanaan Wilayah Pertambangan Rakyat

Belitung Timur, Swakarya.com. Tim Peneliti Universitas Bangka Belitung (UBB) yang diketuai oleh Dr. Derita Prapti Rahayu. SH.MH gelar FGD Rekonstruksi Partisipasi Masyarakat dalam Perizinan Pertambangan Rakyat Berbasis Nilai Kearifan Lokal, di ruang rapat Pemerintah Kabupaten Belitung Timur. Jumat, 09 Agustus 2019

FGD yang difasilitasi Pemerintah Kabupaten Belitung Timur ini, dihadiri oleh Marwansyah S.Si (Staf Ahli Pimpinan DPRD Beltim) dan Novis Ezwar ST. MIL (DLH Beltim) sebagai Narasumber. Peserta FGD yang hadir dari beberapa unsur pemangku kebijakan di Pemkab Beltim, penambang rakyat dan masyarakat.

Asisten 1 dalam sambutannya mewakili Bupati Pemkab Beltim menyambut baik FGD ini. Pemkab mendukung diskusi prihal pertambangan agar ada keselarasan cara pandang, Karena di Beltim perekonomian masyarakat cukup bergantung pada tambang.

“Semoga menemukan solusi terbaik untuk tambang dan menjaga kearifan lokal serta menjawab problematika pertambangan,”. Tuturnya dalam sambutannya.

Sebelum FGD ini berlangsung, Ketua Tim Peneliti Dr. Derita Prapti Rahayu memberi pengantar bahwa FGD ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi terkait eksistensi  konstruksi Peraturan Bupati Tahun 2011 yang menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagai syarat memberikan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) di Beltim.

Dalam pemaparan Bapak Novis menitikberatkan pada kronologis lahirnya WPR dan IPR. Sebelum ada IPR disini ada SIUPR (Surat Izin Usaha Pertambangan Rakyat). Penetapan WPR sebelum”nya belum ditetapkan, tapi terjadi karena dapat rekomendasi dari Dirjen Minerba dan Gubernur pada saat itu.

“Saya rasa dengan adanya WPR ini cukup dapat meminimalisir kerusakan lingkungan. Jika dilihat sekarang dengan kewenangan ditarik provinsi penambang pun sporadis dalam penambang,”. Tuturnya

Semantara Bapak Marwan dari staf ahli DPRD Beltim mengungkapkan dikeluarkannya perda WPR terdapat kekosongan hukum didalamnya.

“Perda terkait WPR yaitu Perda 11 tahun 2011 membuktikan peran DPRD hanya mengawasi implementasi Perda itu saja. Setelah WPR itu kewenangannya ditarik oleh Provinsi hemat saya terdapat kekosongan hukum,”. Ujanrya

Tanggapan lain disampaikan oleh PT BIP (Babel Inti Perkasa) merasa dianaktirikan setelah kewenangan tersebut ditarik oleh pihak provinsi kepulauan Bangka Belitung.

“Kami mengeluhkan bahwa hal ini ditarik kewenangan oleh Provinsi bahkan dalam fungsi pengawasan pun kami disini seperti kesepian seperti dianak tirikan dan juga bisa dibilang tidak ada sama sekali kalo sekarang ikut andil mereka pada kami,”. Ungkapnya

“Dan kami sebagai bapak angkat menyayangkan pihak Provinsi bahwa IPR yang sudah ada katanya tidak bisa di perpanjangan lagi mengenai IPR ini sendiri. Padahal keluhan masyarakat terkait ini banyak dan menanyakan gimana nasib kami menambang timah  kedepannya,”. Tambahnya

Dari pihak penambang Bapak Juharto menyarankan sebelumnya kami setujuh dengan tanggapan dari PT.BIP tadi bahwa sekarang tidak adanya lagi pengawasan sehingga
disayangkan  bahwa banyak sekali orang nambang di daerah terlarang. Semoga pihak pemerintah bisa menyelesaikan masalah ini.

Editor: Tahir

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait