Jakarta, Swakarya.Com. Dianggap ada ‘celah’ dari sisi formalitas maupun substansinya, Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Erzaldi Rosman bersama sejumlah kalangan resmi menggugat Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, ke Mahkamah Konstitusi, hari ini Jumat (10/7/20).
Gugatan itu dilayangkan karena dinilai bisa merugikan daerah penghasil sumber daya alam.
Gubernur Erzaldi Rosman mengatakan undang-undang tersebut perlu dikaji kembali karena dianggap pada saat disusun, pemerintah daerah tidak dilibatkan, sehingga dianggap merugikan pemda, dalam hal ini Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
“Kami semata-mata ingin daerah dilibatkan dalam menyusun undang-undang ini. Ini perlu, karena urusan sumber daya alam ini sangat sensitif. Jangan sampai sumber daya alam kami terkuras habis, masyarakat kami masih seperti biasa-biasa saja,” ungkap Gubernur Erzaldi saat berada di Mahkamah Konstitusi.
Gubernur Erzaldi menjelaskan, alasan lain Pemprov. Babel dan sejumlah kalangan menggugat, karena dianggap menegasikan kewenangan pemerintah provinsi dalam penyelengaraan pertambangan mineral dan batu bara, misal, pembentukan peraturan daerah di bidang minerba mengenai pembinaan, pengawasan, perizinan, dan penyelesaian konflik.
Padahal, kegiatan usaha pertambangan berada di daerah asal sumber daya alam, sehingga daerah hanya menjadi tempat eksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan kepentingan daerah sebagai penghasil sumber daya mineral dan batu bara.
Di sisi lain, Pasal 18 dan Pasal 18A UUD NKRI 1945 memberikan kedudukan pada pemerintah daerah dengan otonomi seluas-luasnya, bahkan khusus untuk pemanfaatan sumber daya alam diatur hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang harus dilakukan secara adil dan selaras.
Gubernur Erzaldi mengatakan, UU No. 3 Tahun 2020 membebani pemda dengan ketentuan bahwa, pemda harus menjamin tidak mengubah rencana tata ruang di wilayah usaha pertambangan, lalu pemda harus menerbitkan perizinan lain dalam rangka mendukung kegiatan usaha pertambangan. Namun, di sisi lain, pemda tidak diberikan kewenangan apapun dalam UU No. 3 Tahun 2020.
“Selanjutnya, RUU Minerba dalam pembentukannya kurang tepat, antara lain mengenai carry over yang tidak sesuai dengan UU pembentukan, UU yang mengatur bahwa RUU dapat dilanjutkan pembahasannya oleh DPR periode berikutnya sepanjang Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) telah dibahas oleh DPR periode sebelumnya,” ungkapnya.
Kenyataannya, DPR Periode 2014-2019 belum pernah membahas DIM RUU Minerba, sehingga tidak dapat dilanjutkan pembahasannya (carry over) di DPR periode 2019-2024. Harusnya RUU Minerba direncanakan, disusun, dan dibahas ulang, bukan dilanjutkan pembahasannya.
Terlebih Kepulauan Babel menyimpan potensi tambang mineral ikutan yang berlimpah selain timah. Bila pemda tak dilibatkan, dikhawatirkan pengelolaan sumber daya mineral di daerahnya tidak mendatangkan manfaat bagi daerah.
“Kalau salah kelola kira-kira yang kena bencana siapa, daerah. Timah habis, bolong-bolong, enggak ada harapan. Kemudian di balik tambang timah ada 13 mineral ikutan yang nilainya luar biasa. Kalau lepas, sangat rugi kami,” ungkap Gubernur Erzaldi.
“Sekarang Babel sedang bertransformasi dari pertambangan ke pariwisata. Kalau lakukan transformasi itu di daerah tentu tata ruang harus berubah. Kalau pemda menjamin tidak ada perubahan, relaksasi apa yang bisa dilakukan pemda? Enggak ada,” ujarnya.
Adapun para pemohon yang turut mengajukan permohonan pengujian UU No. 3 Tahun 2020, selain Gubernur Babel, antara lain Ketua PPUU DPD RI, Alirman Sori; Anggota DPD RI, Tamsil Linrung; Hamdan Zoelva dari Perkumpulan Serikat Islam, Marwan Batubara dari IRESS, dan Budi Santoso IMW.
Undang-undang yang baru disahkan pada 10 Juni 2020 itu menuai polemik sejak awal pembahasan karena dinilai lebih mengedepankan kepentingan pihak-pihak tertentu, khususnya pelaku usaha pertambangan batu bara.
Ketua Tim Kuasa Hukum Pemohon, Ahmad Redi mengatakan bahwa revisi UU Minerba ini tak memenuhi kualifikasi sebagai RUU yang dapat dilanjutkan pembahasannya (carry over ). Draf RUU inisiatif DPR tersebut telah disusun sejak DPR periode 2014-2019, tetapi masa jabatannya berakhir September 2019, belum dilakukan kembali pembahasan daftar inventaris masalah RUU Minerba.
Ketua Tim Kuasa Hukum Ahmad Redi juga menyayangkan pembahasan RUU Minerba dilakukan secara tertutup dan tidak dilakukan di gedung DPR, serta tidak melibatkan partisipasi publik, pemangku kepentingan, dan DPD. (***)