JAKARTA, Swakarya.Com. Pemerintah diminta untuk meningkatkan pengawasan di tengah semakin maraknya penambangan timah ilegal, khususnya yang terjadi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Penertiban tambang timah ilegal dianggap mampu mendongkrak harga timah disamping mendorong pertumbuhan di hilir.
“Selama ini, lemahnya pengawasan menjadi kendala utama dalam memberantas praktik ilegal minining, akibatnya banyak timah asal Indonesia yang diselundupkan ke negara lain seperti Singapura,” ujar ekonom Universitas Pasundan Acuviarta Kartabi, di Jakarta, Minggu (28/6/2020) yang dikutip dari sindonews.com.
Ia juga menjelaskan, masyarakat yang menambang timah atau kerap disebut tambang inkonvensional (TI) lebih senang menjual timah kepada para kolektor (pengepul) ketimbang kepada PT Timah.
Padahal mereka menambang di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT Timah. Hal itu terjadi selain lemahnya pengawasan juga akibat tingginya perbedaan harga yang ditawarkan pengepul ketimbang PT Timah ujungnya menyuburkan praktik penambangan ilegal.
Pendapat tersebut selaras dengan data United Nations Comtrade (UN Comtrade) tahun 2014 yang mengungkapkan adanya ketidakjelasan ekspor timah Indonesia ke Singapura sebesar USD562 juta karena dari ekspor timah Indonesia ke Singapura sebesar USD1,2 miliar namun yang tercatat di Singapura hanya USD638 juta.
Pihaknya menyebut untuk meminimalkan praktik ilegal mining pemerintah memang telah melakukan berbagai upaya, misalnya memperketat regulasi ekspor timah.
Agar bisa diekspor, imbuhnya, timah milik sebuah perusahaan harus lolos verifikasi dari surveyor dan memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang disusun oleh Competent Person Indonesia (CPI) dan telah disetujui pemerintah untuk memastikan timah yang akan diekspor jelas asal usulnya. Namun memperketat regulasi tersebut tidak cukup untuk memberantas praktik ilegal mining tanpa adanya pengawasan yang memadai.
Seperti halnya kasus pencabutan sementara kewenangan oleh surveyor Indonesia sebagai lembaga yang bertugas memverifikasi asal usul barang sebelum diekspor oleh BKDI/ICDX melalui surat edaran bersama pada 16 Oktober 2018 karena diduga meloloskan timah ilegal. “Persoalan tersebut menegaskan perlu adanya pengawasan dalam pelaksanaan sebuah kebijakan,” tandas dia.
Tidak hanya itu, untuk memperbaiki tata niaga timah pemerintah juga telah membentuk dua bursa timah yaitu BKDI/ICDX yang berdiri pada tahun 2013 dan JFX pada tahun 2018.
Tujuannya selain menjaga stabilitas harga juga agar Indonesia sebagai salah satu penghasil timah terbesar di dunia bisa menjadi penentu harga timah disamping meningkatkan efisiensi. “Disamping itu untuk menciptakan persaingan sempurna dan sekaligus mencegah praktik monpoli,” tandas dia.