*Reposting Tulisan di Bulan November 2018*
Swakarya.Com. Sore itu, aktivis hak asasi manusia, juga pembela hak kaum disabel, Agus Edy Santoso, mengontak saya. “Bro, sekitar 60 tuna netra minta diajak ke Ancol. Mereka ingin merasakan hangat dan asinnya air laut. Juga sekaligus merayakan 20 tahun persahabatan, berjuang bersama.”
Sambung Agus, “Tapi mereka juga ingin membaca puisi. Bro bisa bantu buatkan puisi yang relevan. Nanti puisi itu dituliskan dalam huruf braile.”
Saya tertegun atas permintaan itu. Tapi saya segera menyanggupinya. Belum pernah pula puisi saya dituliskan dalam huruf braile.
Tiga hari kemudian, bro Agus mengirimkan video wanita tuna netra itu membacakan puisi di bawah ini:
Mata Kami Mata Hati
(Puisi Tuna Netra)
Denny JA
Betapa luas cakrawala
Burung terbang bebas
Awan berjalan riang
Mereka bertanya:
Kamu tahu dari mana?
Bukankah dirimu Tuna netra?
Aku tertegun
Betapa luas kasih sayang
Senyummu teduh
Tatap matamu sejuk
Mereka bertanya
Kamu tahu dari mana?
Bukankah dirimu Tuna Netra?
Aku kembali tertegun
Namun jiwaku menjawab
Mata kami memang buta
Tapi kami punya mata hati
Mata kami tak melihat
Tapi Kami punya mata hati
Mata kami tertutup
Tapi mata hati kami terbuka
Karena itu
Kami melihat
Kami merasakan
Dan Kami tetap bersyukur.
November 2018