Jakarta, Swakarya.com. Ketika upaya pencegahan stunting mulai mendapat perhatian banyak pihak, Posyandu yang berfungsi sebagai pusat pelayanan terpadu bagi ibu dan balita, hampir separuhnya tidak aktif.
Diperlukan dukungan dari seluruh elemen masyarakat dan pemerintah pusat maupun daerah untuk memperbaiki kapasitas Posyandu.
Pernyataan ini disampaikan oleh Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Kantor Staf Presiden, Brian Sriprahastuti, saat menjadi Keynote Speaker pada peringatan Hari Anak Nasional yang digagas oleh 1000 Days Fund dengan tema ‘Stunting: Costs, Causes and Courses for Action’ di Ruang Komunal One Pacific Place pada 21 Juli lalu.
Selain menjabarkan pilar-pilar pencegahan stunting, doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia itu juga menekankan perlunya perhatian khusus terhadap Posyandu sebagai salah satu bentuk lembaga kemasyarakatan di tingkat kelurahan dan desa.
Sebagian besar Posyandu, yang seharusnya memberikan layanan 5 meja, kurang kapasitas dalam memberikan edukasi, penyuluhan dan konseling tumbuh kembang anak kepada ibu hamil dan orang tua/pengasuh balita. Salah satu penyebabnya karena kader Posyandu tidak dibekali keterampilan tersebut.
Dengan situasi demikian, banyak orang tua dari balita di atas usia satu tahun yang sudah lulus imunisasi dasar lengkap tidak lagi datang ke Posyandu karena tidak merasakan manfaatnya.
“Saat masyarakat perkotaan memiliki alternatif seperti Rumah Sakit atau klinik, masyarakat pedesaan hanya bisa datang ke Posyandu bagaimanapun kondisinya,” kata Brian, Selasa, (23/7)
KSP menegaskan, jika tidak segera diperbaiki, bukan tidak mungkin Posyandu akan kehilangan kepercayaan masyarakat. Padahal, selain memberikan layanan gratis yang dekat dengan tempat tinggal, Posyandu bisa menjadi tempat para orang tua berkumpul untuk berbagi pengalaman dalam merawat dan mengasuh balita.
Peraturan Menteri Desa No.16/2018 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019 memposisikan stunting sebagai salah satu masalah utama di desa yang mendapatkan alokasi pendanaan. Peraturan ini mengharuskan pemberian anggaran terhadap pelayanan gizi dan pencegahan stunting melalui pemeriksaan kesehatan ibu hamil atau menyusui di Posyandu.
Hal ini merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk mendukung peran Posyandu sebagai garda terdepan pencegahan stunting.
Di depan 60 orang influencer yang terdiri dari pakar, perwakilan perusahaan, organisasi masyarakat sipil, dan akademisi, Brian memaparkan poin-poin yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan utilisasi Posyandu yang saat ini telah menjadi lembaga kemasyarakatan desa berdasarkan Permendagri No.18/2018.
Idealnya, satu Posyandu diperuntukkan bagi maksimal 100 orang balita dan mampu mencakup setidaknya 80% pelayanan KIA, KB dan imunisasi.
Bahkan, jika kita bertekad menjadikan Posyandu sebagai garda terdepan pencegahan stunting, maka lebih dari 50% keluarga dalam cakupan wilayah kerja Posyandu harus memiliki jaminan kesehatan, atau, dengan kata lain, menjadi Posyandu yang mandiri. Agar mampu memberikan pelayanan optimal, para kader sejatinya tidak hanya memiliki kemampuan baca tulis tapi juga paham mengenai cara-cara memberikan edukasi baik perorangan maupun dalam kelompok kelas ibu.
Salah satu tantangan yang akan dihadapi adalah bagaimana membuat Posyandu tetap menjadi pilihan bagi masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan. Sebelum menutup paparannya, Brian mengajak para peserta berpikir out of the box dalam menjawab tantangan masa kini.
“Apakah Posyandu masih relevan bagi masyarakat perkotaan? Apakah Posyandu cukup responsif terhadap kemajuan teknologi informasi?” katanya.
Di saat kebanyakan orang lebih terbiasa membawa smartphone daripada selembar Kartu Menuju Sehat (KMS) atau buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan ketika mereka lebih senang berdiskusi di dunia maya daripada berkumpul tatap muka, apakah Posyandu Dilan–Digital Melayani–bisa menjadi alternatif bagi masyarakat urban?
Selamat Hari Anak Nasional, 23 Juli 2019. Ketahanan keluarga dalam pengasuhan anak akan mencegah “stunting” sejak dalam kandungan.
Editor: Tahir